Song i listened to when writing this :
Celine & Nadya - LuguAcha mendengus jengah ketika bu Reren--guru tata tertib siswa-- lagi dan lagi memarahinya.
Kesalahan kecil tapi dibesar-besarkan. Huh.
"Saya heran banget sama kamu Acha. Sudah berapa kali ibu bilang. Ke sekolah gak boleh pakai cat rambut, apa lagi warna biru gini. Mbok ya di patuhi gitu loh, Nduk".
Jika bu Reren kesal atau marah maka logat jawanya akan keluar. Beliau memang bukan asli ibu kota. Jadi, cara bicaranya pun terkadang perpaduan antara bahasa Indonesia dan bahasa daerah beliau.
"Ini style bu. Ombre namanya."
Meski ruangan yang ia tempati merupakan ruangan ber-AC. Acha sungguh ingin keluar dari tempat ini. Gerah saja rasanya. Mendengar ocehan guru tata tertib yang selalu mengomel mengenai stylenya.
"Apa lagi ini kuku panjang di cat hijau neon. Rok diatas lutut, baju kekecilan dan dasi kamu mana?"
Baru akan menjawab pintu ruangan terbuka. Munculah seorang yang ia dan teman - temannya targetkan. Rama Danta.
Saat melihatnya untuk pertama kali, yang terlintas dalam otaknya adalah kata tampan.
"Ada apa bu, panggil saya?" Pemuda jangkung itu berkata dengan sopan. Tanpa menatap ke arah Acha.
Eh, buset cewek cantik dianggurin.
"Begini Rama, ibu ada buku yang harus diantar ke perpustakaan. Bisa tolong kamu bawakan?"
Acha mendengus. Sikap bu Reren dengannya dan siswa yang dijuluki cabe boy sungguh berbeda. Ketika dengan cabe boy maka bertutur kata lembut bak putri keraton. Ketika dengannya, jangan ditanya. Garangnya keluar.
"Emm... Bu permisi kalau gitu saya keluar ya." Acha berpamitan. Namun belum sempat beranjak, dirinya diperintahkan untuk membantu Rama membawakan buku-buku tersebut ke perpustakaan.
Astaga. Anggap saja ini misi pendekatan yang pertama untuknya.
*****
Acha menatap tajam cowok di depannya. Pasalnya, sedari tadi ia ajak bicara tetapi tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibir tipis itu, bahkan menoleh pun tidak. Jika bisa, ia ingin membolongi punggung di depannya ini dengan matanya. Agar tidak dianggap makhluk invisible oleh pemuda jangkung ini.
Segala umpatan masih tertahan di kerongkongan belum saja ia lontarkan.
"Heh, perkenalkan. Nama gue Acha, nama lo Rama kan?"
See.
Tidak ada respon dari orang yang ia ajak bicara. Tak kehabisan akal, Acha menyamakan langkah kaki pemuda di depannya ini, meskipun berat buku yang harus ia bawa tak sebanding dengan tubuh mungilnya.
Sok jual mahal banget nih anak. Diajak kenalan malah dicuekin.
"Heh, lo budek ya? Jawab dong".
Rama berhenti melangkah dan menoleh ke sampingnya. Ia menatap tajam cewek berambut ombre biru di depannya ini. Sekilas yang ia tahu cewek di depannya ini adalah mulutnya yang tak berhenti mengoceh sedari tadi. Penampilan yang urakan dan paling penting ucapannya sungguh kasar. Bar-bar. Sangat jauh dengan kriteria idamannya.
"Tong kosong nyaring bunyinya, kayak lo."
Belum sempat menjawab si tuan bermulut pedas sudah melangkah duluan.
"DASAR CABE BOY". Tak perduli dengan siswa maupun siswi yang menatapnya aneh. Acha malah melototinya balik. Dengan segala beban di tangan, ia sedikit berlari guna menyamakan langkah kaki yang tertinggal jauh di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hati yang Terpikat
Teen FictionKarena kekalahannya dalam permainan Uno Stick, Acha dipertemukan dengan Rama. Cowok introvert dengan segudang prestasi dan di dukung wajah tampannya. Tapi jangan salah, wajah boleh tampan, tubuh boleh tegap, mulut pedasnya seperti netizen +62. Ia di...