14. Aku Perempuan Kotor

8.4K 249 1
                                    

Seseorang menepuk bahunya, ia terperanjat dan segera menoleh, mendapati wajah lelah yang menatapnya penasaran.

"Kenapa melamun?"

Luna menggeleng, ia tidak bisa menceritakan masalahnya ya g satu ini pada Bram. Tidak. Tidak untuk sekarang. Jadi walaupun pikirannya sedang kusut, ia paksakan mengulas senyum, walau tipis. "Enggak apa-apa, Pak."

"Maaf, ya, membuat kamu menunggu lama." Bram menegakkan diri, bersamaan dengan Luna yang bangkit berdiri. "Ayo, saya antar pulang."

Tujuan Luna menunggu Bram sampai selesai rapat bukanlah agar pria itu mengantarkan dia pulang. Sesuai isi pesan singkat yang telah ia kirimkan siang tadi, ia ingin membicarakan sesuatu.

"Kita bicarakan di dalam mobil, saya khawatir kalau ada guru yang melihat kita, bakalan ada gosip tidak enak."

Luna setuju dengan pendapat Bram. Sudah cukup namanya buruk di mata siswa-siswa, tidak untuk guru-guru. Bisa-bisa, sekolah semakin  terasa seperti neraka bila itu terjadi. Dan, masalahnya Luna harus tetap di sekolah untuk tiga bulan lagi sebelum lulus dari sana.

Mereka pun segera ke mobil Bram yang berada di parkiran khusus guru, jaraknya lebih dekat dibandingkan dengan parkiran murid.

Guru-guru sudah pulang, sepertinya Bram sudah merencanakannya, pria itu telah memastikan tidak akan ada yang melihat mereka. Meskipun bukan perbuatan yang salah, tetapi hubungan kepala sekolah dan murid perempuan yang berhubungan pacar bohongan di depan anaknya tetap akan menimbulkan pembicaraan yang tidak sedap.

Luna masuk ke dalam mobil, duduk tepat di samping kursi kemudi yang kini diduduki Bram.

Saat mobil sudah melaju meninggalkan sekolah, Luna pun membuka pembicaraan, "Pak Bram, saya mau membicarakan tentang kekasih palsu yang sedang kita jalani."

Mendengar perkataan itu, Bram memelankan laju, agar bisa membagi fokusnya ke Luna tanpa mengabaikan jalanan. "Kenapa dengan itu Luna?"

Sebenarnya setelah pembicaraannya dengan Heksa tadi, keyakinan Luna untuk menyampaikan maksudnya mendadak menciut.

"Lo kayak sengaja menggoda guru-guru cowok dengan membiarkan mereka melihat bagian privasi tubuh lo."

Luna pernah menyadari itu. Ia tidak sadar alasan mengapa Pak Bondan hobi menghukumnya sampai keringatan, ternyata karena pria itu punya hasrat seksyual terhadap perempuan yang berkeringat. Apalagi dengan berkeringat tubuhnya semakin menjeplak.

Ternyata itu sebabnya mata Pak Bondan selalu menatap dirinya lama. Ia kira karena Luna melakukan kesalahan dan bapak itu marah padanya.

Dan, yang paling bodoh adalah mengapa ia tidak menyadari Pak Bona yang sering mengintip dalamannya. Rasanya Luna ingin memutar waktu dan ingin membeli rok yang lebih panjang lagi dan memakai celana pendek.

Karena memang Luna sudah nyaman hanya memakai celana dalam saja, ia jadi tidak berpikir yang aneh-aneh akan dilihat oleh mata pria.

Pak Bona emang sering melihatnya ketika sedang mengajar, sayangnya Luna tidak tahu kalau pria itu melihat ke arah roknya yang naik dan dalamannya yang kelihatan.

Bulu kuduk Luna meremang, ia mendadak sangat-sangat malu. Apakah sejak awal dirinya memang sekotor itu?

Apakah selama ini tidak hanya guru laki-laki memperlakukannya begitu, tapi juga siswa laki-laki. Heksa? Sudah berapa kali ia melihat dalamannya? Atau sudah berapa kali laki-laki lain melihatnya? Di kantin di kelas?

Argh. Luna ingin menangis saat ini juga. Lalu bagaimana bisa ia berpikiran bahwa Pak Bram akan menyukai dirinya yang sangat kotor ini.

Hampir kehilangan keperawanann, dilecehkan teman-temannya, dan video pelecehan itu masih ada di Yona. Juga pelecehan seksyual lainnya yang tidak pernah Luna sadari.

Pria itu pasti hanya terjebak situasi yang tidak tepat, makanya meminta dirinya menjadi kekasih palsunya. Hanya karena anaknya mendapati dirinya di rumah Bram.

"Enggak apa-apa, Pak."

Semua lebih baik Luna telan sendiri. Cukup hubungan seperti ini saja yang terjalin di antara mereka berdua. Luna tidak mau merusaknya, sebab baginya tetap dekat dengan Bram seperti ini saja sudah cukup.

Biarlah ia menyukai Bram dalam diamnya.

Maka hingga rumah Luna sudah di depan mata, mereka hanya diam saja. Bram juga tidak memiliki bahan pembicaraan, ia fokus betul menyetir sore itu.

"Terima kasih telah mengantarkan saya, Pak."

"Sama-sama. Setelah ini kamu mandi dan segera istirahat, sayaihat kamu begitu lelah hari ini."

Hati Luna menghangat, betapa Bram sangat perhatian padanya. Perempuan mana yang tidak luluh dengan pria macam ini?

Bram adalah pria baik, dan pria baik akan berakhir dengan perempuan baik pula. Sedangkan Luna menyadari ia bukan perempuan baik.

"Baik, Pak. Bapak juga."

Pintu ia tutup dengan pelan, ia melihat mobil itu melaju meninggalkannya dan dengan berat Luna membawa kakinya melangkah masuk saat mobil itu telah hilang dimakan jalan di ujung sana.

Benar kata Bram, hari ini memang cukup melelahkannya saja. Ia ingin segera tidur di tempat tidurnya yang empuk.

Namun, semesta sepertinya belum merestui Luna. Saat ia melihat pintu terbuka dan suara aneh dari dapur.

Perasaannya memang sudah tidak enak dari awal masuk rumah, dan ternyata benar. Ia lagi-lagi harus melihat adegan panas ibunya dengan Pak Cipto.

Di dapur, ibunya tengah memotong sayur. Biasa saja, sebenarnya, sayangnya ibunya duduk di pangkuan Pak Cipto. Pria itu menciumi leher ibunya dan tangan pria itu meremas dada sang Ibu.

Wajah Lala memerah, di bibirnya terpasang sebuah senyuman bahagia. Ibunya menikmati apa yang Pak Cipto lakukan di tubuhnya. Bahkan Lala sengaja bergerak aneh di pangkuan Cipto, Luna cukup tahu maksud gerakan aneh itu, yaitu agar milik mereka bergesekan di bawah sana.

Di balik daster yang Lala pakai, Luna tahu tidak ada penghalang lain. Pun Pak Cipto yang sengaja membuka resleting.

Hati gadis itu hancur berkeping-keping lagi. Pak Cipto sudah punya istri dan dua anak, bagaimana jika mereka tahu apa yang terjadi antara ibunya dengan pria itu.
Pasti sama hancurnya dengan yang Luna rasakan.

Luna melangkah mundur membiarkan dua sejoli itu dengan aktivitasnya, ia masuk kamar dan menutup pintu dengan hati-hati. Tanpa membersihkan diri terlebih dahulu ia naik ke atas kasur dan menyelimuti dirinya sampai kepala.

Ia menangis, ia sangat ingin melabrak dua orang itu. Dan, memarahi ibunya. Tapi itu tidak sanggup, karena sadar saat itu terjadi hatinya yang sudah hancur ini tidak akan kuat. Jadi, kali ini ia lagi-lagi membiarkan mereka.

Seperti pepatah, buah memang jatuh tidak jauh dari pohonnya, pantas saja ia ketularan bau jalang, ternyata ini turunan dari sang ibu.

Pantas saja juga ia tidak pernah tahu siapa ayahnya, Luna tidak tahu sudah berapa pria yang berhubungan dengan ibunya.

Sudah berapa rumah tangga yang ibunya hancurkan.

***

Jangan lupa vote dan tinggalkan komentar yawww

Salam sayang

Cangtip1

My Love My HeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang