[28] Kukuruyuk

25 2 0
                                    

Di depan sana, Tio mondar-mandir persis seperti sebuah setrika panas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Di depan sana, Tio mondar-mandir persis seperti sebuah setrika panas. Benar, dia panas. Lebih tepatnya kepalanya. Bisa-bisa kepalanya meledak kalau dia terus seperti ini. Berada di tubuh Fifi tidak membuat emosinya sedikit berkurang. Malah sepertinya terbakar lebih besar. Tidak, dia tidak senang PMS atau datang bulan. Dia benar-benar marah hari ini.

Terlebih ketika melihat tubuhnya sekarang telah berubah!!!!

Tio berhenti mendadak, menoleh tajam pada Fifi yang kini berdiri dengan wajah tidak berdosanya itu. Tidak, di sana adalah wajahnya sendiri. Ya, wajahnya yang tidak berdosa. Malah memilih melirik ke arah lain. "Sekarang lo jelasin!" sahut Tio emosi.

"Jelasin apa?" balas Fifi polos. Tidak lupa dengan senyumannya.

Tio mendekat, berdiri di hadapan dirinya sendiri sekarang. Dia melihat tubuhnya dari bawah sampai atas. Langsung meringis ketika matanya fokus pada rambutnya yang telah berubah bentuk. Juga alis dan bibir pink mengkilap itu. "Lo---" semuanya hilang. Kata-katanya terjebak di ujung lidah. Mengusap wajahnya frustasi. "Lo apain badan gue?"

"Enggak ada, cuman---"

"Aaiishh! Lo mau gue hajar di sana, Hah!" potong Tio marah. Fifi langsung menutup mulutnya takut. Ya, mau bagaimanapun ini memang salahnya. Dia pantas di marahi. "Lo lupa perjanjian? Gue udah izinin lo pake badan gue buat main kencan-kencanan lo sama si Acha itu. Gue udah baik, ya! Tapi, lo, Wahh!" Tio refleks mengacak-acak rambut baru itu. Sekaligus menjambaknya sedikit. Juga menyeka bibirnya itu. "Apa ini? Hah? Hiks!"

Fifi otomatis menyentuh rambutnya saat Tio menunjuknya dengan tidak suka. Dia sengaja menyisirnya, menatanya agar lebih tampan dari sebelumnya. Merapihkannya seperti semula. "Ya, gue potong dikit! Demi kencan semalem. Biar lebih bermakna! Lagian lo jadi ganteng, kok! Gue bahkan mengakui lo ganteng sekarang!"

"Apa?! Wahhh!" ucap Tio ternohok. Masih tidak percaya dengan apa yang terjadi, terutama pada rambutnya. "Sekarang lo muji-muji, gue?"

"Enggak! Gini, deh! Gue enggak paham sama lo! Lo itu kan cowok yang lumayan keren. Kenapa sih lo masih ada pake gaya rambut kaya orang kampung. Ini udah zaman milenium. Lo harus bergaya dikit biar lo tuh karismanya keluar." jelas Fifi. "Lagian emang bener bagus, kan? Yang pentingkan gue nggak jadiin lo botak pelontos kaya bola ping pong,"

Tio kembali kehabisan kata-kata, tertawa pahit. Ucapan gadis itu memang benar. Dia akui, dirinya sekarang lumayan tampan dari biasanya. Setampan apapun dirinya, jika ini tindakan ilegal. Semuan ini sia-sia! "Oh? Lo mau bilang gue yang kemarin itu jelek?"

"Enggak gitu, Yo! Gue---"

"Sekarang gini!" sela Tio lagi. Dia terlihat jengah, menyipitkan matanya curiga. "Semua ini pasti pake modal! Iya, kan? Lo pake duit siapa?"

Mata gadis itu berkeliaran acak. Menelan salivanya susah payah. "Eng! Soal itu---lo tahu, kan?" Tio menatapnya tidak paham. Mengerutkan dahinya. Fifi tertawa cangung. "Lo tahu, kukuruyuk!"

"Serius?" tanya Tio datar. Fifi menganguk cepat-cepat. Menunduk panik. Menghindari kontak mata laki-laki itu yang seperti mengeluarkan laser dari sana. Tio membalikan badannya. Helaan napas lagi-lagi terdengar. Kemudian dia berteriak keras sekali. Memekik sebisanya. Fifi sampai terkejut karena hal itu. Tidak berhenti di sana, laki-laki itu memukul pohon di dekatnya. Mencabut beberapa puluh daunnya. Lalu dia injak-injak di bawah sana. Dia kesetanan dan Fifi ketakutan. "AAAGHHTTT!"

"Ti--tio! Gue---"

"Lo!" tunjuk laki-laki itu. Dia mendekat. Berdiri di depan Fifi. Lagi-lagi mengusap wajahnya. "Lo tahu nggak itu uang buat apa?"

"Eng? Buat lo nabung?" tebaknya asal.

"Itu buat uang kuliah gue!" pekik Tio. "Atau uang buat daftar masuk tim futsal? Aaahhhggt!" Lagi-lagi berteriak frustasi. Uang tabungan yang selama ini dia tabung dengan usah payah. Malah di pakai begitu saja untuk memotong rambut dan melakukan kencan. Lalu, Jono ayamnya yang selama ini menjaga uangnya pasti sudah hancur berkeping-keping. Sebelum mengucapkan salam perpisahan padanya. "Sekarang mana? Sisanya?"

Fifi berdeham. Menunduk menyesal. "Ya, soal itu---"

"Udah! Nggak usah di kasih tahu! Gue tahu apa jawabannya!" serobot Tio. Kepalanya mendongak ke atas. Melihat langit biru cerah di atas. "Selamat tinggal, dua juta rupah! Selamat tinggal, Jono! Selamat tinggal, masa depan! Selamat datang, kesengsaraan, kesialaan dan best prennya,"

"Gue janji, gue ganti!" kata gadis itu enteng.

Tio mengerutkan dahinya. Menoleh dengan wajah tidak senangnya. "Apa? Ganti?"

"Ya, gue ganti!"

Tangan Tio terangkat. Mencengkram kerah baju orang di depannya ini. Marah bukan main. "Lo denger, ya! Orang kaya kaya lo nggak bakalan tahu usaha! Seenak jidat lo ngomong kek gitu kek gue! Gue udah---"

"Tio?"

Mereka menoleh. Terkejut mendapati Wahyu berdiri tidak jauh di sana. Perlahan mulai mendekat mereka. "Lo ngapain, Fi?" tanya Wahyu sinis.

Fifi mencubit pinggang Tio diam-diam. Menyadarkan laki-laki itu untuk melepaskan cengkraman di kerah bajunya. Mereka langsung saling menjauh membetulkan seragam masing-masing. "Enggak ada apa-apa, kok, Yu! Santai!" balas Fifi kikuk.

"Gue nanya lo, Fi!" ucap Wahyu lagi.

Tio melihat Wahyu datar. "Bukan urusan lo, Yu! Nggak perlu tahu,"

"Lo di ancam apa sama dia, Yo?" tanya Wahyu.

Fifi mengeleng cepat. Ingin meluruskan kesalah pahaman ini. "Eh! Enggak ada apa-apa kok, Yu! Serius, deh!"

"Gue suruh dia bilang ke gue apa alasan lo nolak gue selama ini! Ngejauhin gue selama ini! Gue mau tahu, walaupun itu dari Tio," sela Tio.

"Apa?!"

"Apa?"

Fifi menatap Tio kebingungan. Bertanya-tanya apa maksudnya itu. Sementara Wahyu menatapnya begitu kesal. "Kenapa? Salah?"

"Lo masih nanya? Tio nggak ada hubungannya! Dia nggak tahu apa-apa! Gue nggak nyangka lo jadi senekat ini? Buat apa sih? Buat apa?"

Tio mendekat, menatap mata Wahyu di sana. Tangannya di bawah tanpa Wahyu tahu menunjuk pada Fifi di belakang sana. Membuat gadis itu terdiam terperanjat. "Biar semua ini jelas, Yu! Biar ini cewek nggak salah paham. Biar ini cewek ngerti alasan lo. Biar ini cewek nggak berharap terus sama lo! Dan nggak ngelakuin hal-hal aneh! Gue udah muak tahu, enggak! Lo nggak ada di posisi gue sekarang!"

"Lo emang nggak beda jauh, ya, sama dia! Selalu pakai cara apapun buat apa yang lo mau. Nggak peduli itu baik atau buruk!" bisik Wahyu. Fifi jelas mendengar itu di tempat dia berdiri. Melihat punggungnya dengan mata berkaca-kacanya. Bertanya-tanya, "Dia" siapa yang laki-laki itu maksud? Tio masih diam saja di sana, terus melihat Wahyu. Ingin jawaban yang pasti. "Emang nggak salah gue menjauh dari lo. Demi kebaikan dan harga diri gue,"

Fifi membulatkan matanya di belakang sana. Alis Tio bangkit salah satu. Dia juga tidak paham dengan ucapannya. Belum sempat dia memahami. Wahyu sudah melengos pergi sembari menarik Fifi dari sana. Gadis itu sempat menoleh pada Tio beberapa saat. Menatapnya dengan ekspresi yang tidak bisa di jabarkan. Bari setelah itu kembali lurus ke depan sana.

Tio di sana kembali menendang pohon di dekatnya. Kesal sendiri.

CHOCOLET (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang