Bab 6 Menginap

5 2 0
                                    

Bab 6 Menginap

~*~

Setelah mengaji bersama Rania, yang malam ini menginap di rumahku. Katanya sih orang tuanya pergi ke luar kota, menemui neneknya yang sedang sakit. Jadilah aku tidak sendirian di ruangan ini.

"Biasanya lo ngapain kalau malam begini?" Rania memulai pembicaraan dengan menanyaiku.

Aku yang sedang merapikan buku pun melirik Rania sekilas, tidak menjawab. Toh, tidak ada kegiatan spesial yang harus aku katakan padanya.

"Sha, jadi besok ketemu Fardhan?" tanyanya sekali lagi, sudah beda topik.

"Jadi."

"Terus ... lo mau langsung nembak dia dengan pertanyaan apa?" Rania mengambil bantal yang tergeletak di atas tempat tidur, sebab dia sekarang sedang duduk di sana.

"Nanya siapa?" aku kembali bertanya, pertanyaan Rania belum bisa aku tangkap arahnya ke siapa.

Rania mundur sambil menaruh bantal, lantas membaringkan tubuhnya di sana. Menatapku lalu menjawab, "Ya, Fardhan. Lo pikir siapa emang?"

"Siapa tahu supirnya? Lagian gue juga gak tahu, besok dia beneran datang diantar supirnya atau enggak." Menghampiri Rania untuk duduk di sampingnya. "Lo tahu kan cowok itu suka banget bikin darah gue naik?"

"Ya ... terus?" Dahi Rania mengernyit. Kali ini dia yang tidak mengerti arah pembicaraanku.

"Lihat besok aja deh." Lantas berbaring memunggunginya. "Oh iya, gue balik diantar Adrian tadi."

Informasi yang kukira tidak akan di respons Rania malah membuat perempuan yang berstatus sahabatku itu bangun dari posisi sebelumnya sambil mengguncang lenganku.

"Kok bisa? Pas kapan itu? Ih, lo kok gak kasih tahu gue?" Rentetan pertanyaan itu menyerangku seketika.

Aku yang tidak nyaman diguncang terus oleh Rania pun akhirnya ikut bangun. Duduk bersila menghadapnya. "Kenapa sih? Memangnya harus banget gue kasih tahu lo, gue pulang sama siapa tadi?"

"Ya ... ma-maksudnya tuh ... gimana, ya?" Rania terlihat gagap sekaligus gugup saat ini. Aneh sekali. "Ah udahlah, gue mau tidur. Ngantuk banget, besok kan kita harus ketemu Fardhan. Iya, gak? Tidur yuk tidur," ucap Rania kemudian. Bersemangat sekali untuk tidur. Padahal tadi dia yang membuatku bangun.

Tidak ingin membuang waktu untuk berpikir kenapa Rania bertingkah aneh malam ini, aku pustuskan untuk mengikuti perempuan yang tengah mengambil posisi tidur ini. Lantas berbaring di sampingnya. Oh iya, posisi Rania saat ini membelakangiku. Mungkin dia sangat mengantuk.

Baiklah, mari istirahat dan semoga esok hari aku bisa menemukan jalan untuk membawa Bang Haris pulang.

~*~

"Ayo, Na. Fardhan udah telepon gue mulu nih. Pasti dia marah kalau kita telat ke sananya," keluhku sedari tadi tak henti-hentinya mengingatkan Rania, namun yang diingatkan sama sekali tidak mendengarkan.

Lihat saja, kalau sampai nanti Fardhan marah, aku akan menumbalkan Rania. Biar saja dia yang dicaci oleh Fardhan. Toh, semua ini salahnya. Aku sudah menyuruhnya bersiap dari jam delapan ketika aku menjemur pakaian. Tetapi, apa yang dilakukan perempuan malas ini? Dia malah kembali tidur setelah mama memberinya sarapan. Aku sendiri saja belum makan apa-apa. Aku lho, anaknya tidak diberi sarapan. Oh tidak, aku sarapan. Bedanya Rania sarapan nasi, sedangkan aku sarapan pakaian yang harus dicuci, dibilas, lalu dijemur. Enak, ya bertamu di rumahku. Sangat dimanja.

Omong-omong kami sudah sampai di taman tepat pukul sepuluh lebih dua menit. Entah apa yang akan dilakukan Fardhan ketika kami berdiri di depan wajahnya. Aku sih berharap semoga dia tidak membatalkan niatnya untuk membiarkan aku mengobrol bersama supirnya. Tapi, tunggu. Tujuan Fardhan mengajak aku bertemu hari ini, apa ya? Ada hubungannya dengan hot news yang diberitahu Adrian kemarin atau tidak, ya?

"Mana nih Fardhan? Kok gak kelihatan, Sha?" tanya Rania yang berjalan di belakangku. Dia tuh lamban kalau berjalan. Hobi banget tertinggal kalau sedang diajak buru-buru begini.

Aku berhenti sejenak menengok Rania. Menarik tangannya untuk sejajar, supaya bisa jalan bersama. "Gak tahu tuh, katanya ketemu di tempat gue ketemu sama dia waktu itu. Cuma kok ... oh itu dia!" Aku berjalan menyeret Rania dengan semangat sampai tidak tahu kalau di sana kaki kami saling mengait. Alhasil aku pun tersungkur. Begitu juga dengan Rania.

Oke. Aku sudah siap di recoki suara cempreng Rania. Pasti setelah ini dia meminta pertanggungjawaban, sebab aku sudah membuatnya terjatuh. Padahal kan aku juga sama merasakan sakit. Malu juga. Karena di sana, Fardhan sedang memegangi perutnya. Iyalah, apa lagi kalau bukan sedang menertawai kami? Menanam jagung di kebun kita? Kan tidak mungkin!

"Lo sih pakai acara seret-seret gue segala. Kan jadi jatuh nih kita." Rania berdiri, menepuk-nepuk celananya yang ditempeli tanah di sana. "Kalem jadi cewek tuh, jangan grasak-grusuk. Sakit, kan?"

"Iya maaf. Udah sini bantuin gue bangun. Nanti habis dari sini gue traktir lo makan. Sepuasnya. Janji gue."

~*~

Follow Wattpad dan Instagram pribadiku, ya. Username sama kok @Nurasfitasari14.

Salam Nurasfitasari14.

Kamis, 5 Agustus 2021.

[ Nasha ] Pelindung NashaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang