Regina 1

8 2 4
                                    

Plak

Bugh

Srett

Dia Regina, menangis tersedu-sedu dengan tubuh dipenuhi luka.
Apa salahnya? Mengapa dia selalu mendapatkan perlakuan kasar seperti ini setiap hari?

Keluarga yang disayanginya seperti ingin dirinya cepat mati. Apa yang telah dia perbuat?

"Ampun ma, jangan" Rintih Regina mencoba melindungi tubuhnya dari pisau kecil yang telah berlumuran darah tapi apa boleh buat tangan kecilnya tidak mampu melindungi tubuhnya.

Dibalik pintu dapur terlihat Anya yang tersenyum lebar memandangi saudaranya yang tampak tak berdaya.

"Aku-aku janji ga bakal nakal lagi ma, tapi mohon jangan sakiti aku terus" Regina mencoba bernegosiasi dengan orang yang telah melahirkannya padahal nyatanya Regina tidak pernah berbuat nakal.

"Pergi kamu" Usir Reni selaku orang yang telah melahirkan Regina.

Regina tergopoh-gopoh menggapai pegagangan tangga untuk menuju kelantai dia dimana kamarnya berada.

Keringat dan air mata terus menetes dengan nakal tanpa seizin Regina. Regina berusaha sekuat mungkin untuk tidak menimbulkan suara Isak tangis.

Dengan perlahan Regina membuka pintu berwarna hitam, Regina masuk kedalam kamar lalu menutup pintu berwarna gelap itu kembali.

Setelah selesai berganti pakaian lalu mandi, Regina dengan telaten mengobati luka sayatan di pahanya lalu memakai plester.

Jam menunjukkan pukul delapan malam. Ia harus bersiap-siap untuk pergi kerja sebagai pelayan Cafe.
Hari ini ia ada shift malam.

Setelah berpakaian dengan sederhana, Regina membuka jendela kamarnya lalu meloncat dengan hati-hati dan mendarat dengan sempurna.

Regina selalu keluar lewat jendela kalau ada shift malam. Bukannya ia ge-er untuk diperhatikan jika ia bekerja paruh waktu hanya saja karena memang orang tuanya tidak pernah memenuhi kebutuhan Regina.

Regina berjalan dengan langkah cepat, ia harus sampai di cafe sebelum pukul setengah sembilan.
Jarak dari rumah menuju cafe lumayan jauh, saat ini Regina hanya membawa uang sepuluh ribu tidak akan cukup untuk menaiki taksi.

Dua puluh menit berlalu, Regina mengatur nafasnya yang ngos-ngosan.

"Selamat malam" Sapa seseorang memegang pundak Regina. Regina terkejut bukan main.

Regina menoleh lalu menunduk seraya hormat, ternyata seseorang itu adalah kepala pelayan cafe.

"Selamat malam" sapa balik Regina.

"Kamu baru sampai?" Tanya Mbak Yuni ramah. Regina mengangguk.

"Yasudah, cepat masuk. Pelanggan banyak sekali malam ini" ujar Mbak Yuni memberi perintah.

"Baik Mbak" Regina masuk kedalam cafe menggunakan pintu belakang yang langsung tersambung kedapur. Sebelum bekerja Regina mengganti pakaian yang selaras dengan pelayan lainnya.

"Pesanan ini antar kemeja nomor berapa ya Mbak?" Tanya Regina sopan kepada Mbak Indah. Disini memang Regina pelayan yang paling muda apalagi masih sekolah.

"Eh itu antar kemeja Nomor 13 di lantai atas" selepas itu Regina mengantar pesanan ke lantai atas sebagaimana yang disebutkan mbak Indah.

Setelah selesai mengantar pesanan, Regina kembali turun kedapur. Saat Regina berjalan ekor matanya tak sengaja melihat meja paling ujung yang sangat berisik. Regina mengubah raut wajahnya dengan tatapan tak suka.

Regina's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang