Pemantauan terumbu karang. Menyusun rencana konservasi. Data. Membentuk kawasan konservasi laut. Setidaknya itulah pekerjaan yang Juna lakukan biasanya.
Kedatangan Ryn Camellia mengaku aktris ibukota yang habis kena tipu orang, jelas tidak ada dalam daftar hal yang harus ia hadapi tiap hari.
"Pak Juna! Tolong aku butuh banget ponsel! Pinjamin sebentar aja, mau nelpon manajerku, aku bakal minta jemput biar nggak ngerepotin kamu lagi."
Juna mengorek telinga sebab berdengung dibisiki Ryn dengan suaranya yang keras. Bisa-bisanya perempuan itu duduk di sebelah dan bicara dengan jarak kurang dari sepuluh senti dari telinga.
"Apa untungnya bagi saya minjamin kamu ponsel?"
"Kamu nggak perlu masak banyak buat aku makan, kalo aku udah balik ke kota."
"Oh, jadi kamu sadar sudah sangat merepotkan?"
Ryn berdecak malas. "Iya! Aku tau kamu nggak suka aku numpang di sini, Pak! Sadar betul aku, tuh."
Juna manggut-manggut, namun masih tak berniat memberikan ponselnya. Alih-alih begitu, ia malah membuka YouTube melihat tutorial memperbaiki reel pancing.
"Junaedi! Kamu dengar enggak, sih?"
"Kamu kalau nggak teriak sehari aja, nggak bisa ya?"
Sang puan menggeleng, lalu senyum menyebalkan tersungging di bibirnya. Nampak sekali ada maunya. Juna jelas mengerti bahwa dia sedang berusaha membujuk dengan tangan menyatu memohon-mohon.
"Aku bakal ngelakuin apa aja, asalkan kamu pinjamin ponsel itu. Serius. Aku pintar masak, aku bisa bersih-bersih rumah; nyapu, ngepel, ngelap kaca. Semuanya aku bisa. Kamu butuh apa, Pak Juna?"
"Ya sudah, kerjakan semuanya. Buktiin ucapanmu nggak bohong."
"Oke. Tapi janji ya, nanti kalau sudah selesai, ponselnya kupinjam. Deal?" Tangannya terulur minta dijabat.
Malas-malasan, Juna menyambutnya.
Sejurus kemudian, Ryn berada di dapur. Meski tempat ini nampak tak meyakinkan, rupanya Juna punya alat memasak yang lengkap. Bahkan ada ikan segar di dalam styrofoam box yang penuh dengan es batu.
Segera memasak menggunakan instingnya yang tajam ketika mencampur bumbu-bumbu instan. Minyak dipanaskan, lekas tangannya mengambil kantong kresek untuk dijadikan topeng penutup kepala dengan membolongi bagian mata, hidung dan mulut. Semata-mata topeng itu dipakai guna menghindari percikan minyak saat ikan masuk ke penggorengan.
Di ambang pintu dapur, Juna tegak pinggang seraya mengurut hidung ketika tercium bau menyengat seperti lada dan bubuk cabe. Detik berikutnya, ia bersin-bersin.
"Kamu nggak lagi bikin proyek kimia, kan? Kenapa baunya seperti ini?" Dia batuk-batuk hingga perut terasa melilit. Sungguhan, perempuan itu nampaknya hendak membuat Juna mabok malam ini. Belum mencicipi makanannya saja, ia hampir pingsan. Apalagi kalau sudah dimakan.
"Don't judge a book by its cover, don't judge food by its smell, don't you agree? Kamu boleh aja nggak suka sama baunya, tapi rasanya kamu belom coba, Pak Juna. Percaya sama aku, ini makanan paling enak yang pernah ku bikin dalam kurun waktu setahun terakhir."
"Di mana-mana, makanan yang menggugah selera itu berasal dari baunya yang wangi dan enak. Kalau dari baunya saja sudah nggak meyakinkan, apalagi rasanya? Kamu ini mau meracuni saya, ya?"
"Wah, nantangin ini orang." Ryn menyingsing lengan baju, lantas tegak pinggang dengan topeng kresek yang belum lepas dari kepala. "Pak, aku pernah riset untuk profesi koki, sebab peran tersebut harus aku lakoni di sebuah film layar lebar. Jadi kamu nggak usah meragukan kepandaianku dalam hal memasak. Aku sudah cukup handal."
KAMU SEDANG MEMBACA
A Love for Junaedi
ChickLitSederhananya, Ryn hendak berlibur ke Makassar dan berakhir kena tipu orang. Semua barangnya diambil, lantas dirinya dalam keadaan pingsan dibuang ke Pulau Badi, Sulawesi Selatan. Di sana ia bertemu Junaedi. Pria yang mengaku-ngaku sebagai nelayan it...