PMR dan Club Bola Voli

8 0 0
                                    


Minggu demi minggu berlalu, sekolah mulai padat dengan jadwal dan agenda kegiatan.

Semua ekstrakurikuler mulai melaksanakan latihan rutin mereka, sebagian bahkan sudah berencana mengadakan pelantikan untuk anggota baru.

Selain itu jadwal petugas upacara setiap hari senin sudah diberlakukan kembali bagi setiap kelas.

Bimbingan olimpiade juga sudah mulai kembali berjalan bagi siswa terpilih.

Singkatnya, sekolah kembali hidup setelah beberapa waktu.

Setiap hari kegiatan ekstrakurikuler silih berganti.

Hari senin, merupakan jadwal kumpulan bagi anggota OSIS dan Paskibra. Ya, OSIS memang bukan termasuk ekstrakurikuler, Ester hanya ingin memasukannya.

Selasa, jadwal ekskul Bina Seni, Palang Merah Remaja (PMR) dan club bola basket.

Rabu, ekskul pramuka dan paskibra-lagi-.

Kamis, PMR-lagi- dan club bola voli.

Jumat, pramuka-ya lagi- dan club futsal.

Sabtu, club bahasa dan jadwal latihan petugas upacara untuk hari senin.

Sebenarnya masih banyak lagi, hanya saja Ester malas untuk menyebutkannya satu persatu.

Ester sendiri mengikuti kegiatan ekstrakurikuler PMR. Bukan karena dia ingin, tapi karena para sahabatnya mengikuti kegiatan ini, so agar mereka bisa selalu bersama akhirnya Ester juga ikut mendaftar.

Latihan rutin dilaksanakan setiap hari selasa dan kamis.

Hari selasa merupakan bagian pemberian materi, jadi latihan hanya dilaksanakan di dalam ruangan.

Berbeda dengan hari kamis yang merupakan latihan praktek, latihan ini bisa saja dilaksanakan di dalam ruangan, tapi untuk kenyamanan agar lebih leluasa, seringnya hari kamis mereka latihan diluar ruangan, kadang di lapangan, kadang hanya di teras depan kelas yang memang terbilang luas.

Banyak yang harus dipelajari para anggota, mulai dari belajar cara membalut, mengikat simpul, membuat tandu, pertolongan pertama bagi pasien dan teknik mengangkat pasien ke atas tandu.

Seperti biasa, para anggota akan dibagi ke dalam beberapa kelompok.

Hari ini Ester termasuk ke dalam kelompok yang akan belajar bagaimana cara mengikat simpul untuk membuat tandu. Jadi dia dan teman kelompoknya melaksanakan latihan di luar ruangan.

Jangan pikir dia memperhatikan semua pelatihan itu. Tidak. Pandangan Ester kini fokus tertuju pada lapangan sekolah di depannya.

Melihat para anggota club bola voli berbaris dan melakukan peregangan lebih menarik daripada apa yang dilakukannya saat ini.

Jujur saja, Ester ini sebenarnya tipe anak yang menyukai kebebasan, dia lebih menyukai olahraga daripada latihan terstruktur seperti ini.

Sayangnya, Ester terlalu penakut dan selalu mengikuti apapun keinginan orang tuanya.

Dulu saat akan mendaftar untuk ekstrakurikuler, Ester memilih Seni dan club bola basket.

Dan karena Ester mendapat didikan yang baik, maka sudah satu kebiasaan baginya selalu meminta izin dari orang tuanya untuk apapun yang akan dia lakukan.

Sedihnya, saat Ester mengutarakan niatnya untuk mengikuti ekstrakurikuler Seni, Ayah dengan tegas menolaknya.

Maklum, Ayahnya memang tipe konservatif dan keluarga besarnya juga bisa dibilang merupakan tokoh masyarakat. Maka sudah menjadi suatu keharusan baginya untuk ikut menjaga nama baik keluarga.

Pernah ketika dia masih duduk di bangku SD, dia ikut bernyanyi bersama teman sekelasnya dalam pentas seni yang dilaksanakan setiap kenaikan kelas.

Bukannya pujian yang Ester terima karena keberaniannya untuk maju ke atas panggung, justru sebaliknya,

"Suara cewe itu aurat, ngapain nyanyi-nyanyi, ga pantes!"

Baginya yang saat itu yang belum genap berusia 9 tahun, kalimat yang dilontarkan Ayah sangat membekas, bahkan sampai saat ini.

Sejak saat itu, Ester tidak pernah merasa bisa bernyanyi secara bebas di rumah atau di manapun, sesekali dia akan bernyanyi karena hal itu sangat disukainya, tapi daripada bernyanyi, itu lebih terdengar seperti gumaman.

Saat memberanikan diri mengatakan akan mengikuti ekstrakurikuler Seni, Ester sudah menduga hal ini, jadi karena dia sudah merendahkan ekspektasinya, dia tidak terlalu merasa kecewa. Lagipula dia masih bisa bernyanyi sendiri jikapun tidak menjadi anggota Seni.

Karena itu Ester memiliki rencana kedua, kembali dia mengajukan izin untuk mengikuti club bola basket, untuk yang satu ini Ester merasa optimis karena dia merasa bermain bola basket tidak melanggar norma dan ketentuan tak tertulis dalam keluarganya.

Tapi kali ini Ester harus kecewa, karena apa yang selanjutnya dikatakan Ayah, sama sekali tidak diduganya,

"Kamu itu cewe, jadi bersikaplah layaknya seorang perempuan!"

"Masa cewe main olahraga-olahraga gituan!"

Jadi itulah alasan kini dia mengikuti ekskul PMR, jangan tanya, saat dia bilang sepertinya akan memilih ekskul satu ini, Ayah dengan sangat antusias mendorongnya, katanya,

"Nah gitu, cari kegiatan yang ada faedahnya, ada manfaatnya,"

Sudahlah, Ester terlalu malas untuk kembali mengingat itu semua.

Salah satu alasan Ester seringnya hanya mengikuti latihan hari kamis adalah ini, karena dia bisa menikmati suasana sore sekolahnya, diluar ruangan, dengan berlatarkan pemandanga para anggota club bola voli sedang berlatih, berlari kesana kemari di lapangan.

Saat Ester memperhatikan mereka yang sedang berlari mengelilingi lapangan dan berangan menjadi salah satu darinya, tiba-tiba saja dia memicingkan matanya dan berakhir dengan matanya membulat sempurna karena kaget.

Bukannya itu, Alan?

Ya, dia melihat Alan berada dalam barisan para anggota yang sedang berlari.

Kaget? Tidak terlalu, hanya saja dia tidak pernah menyangka laki-laki itu mengikuti salah satu dari sekian ekstrakurikuler dan club di sekolahnya.

Entah bagaimana, aura yang dikeluarkan Alan saat ini bisa begitu berbeda hanya karena apa yang dia pakai.

Alan memang tidak pernah berpakaian rapi layaknya siswa teladan, sebaliknya, bagian bawah kemeja miliknya tak pernah dia selipkan didalam karet celana di pinggangnya.

Jangan lupakan rambutnya yang selalu tampak acak tapi mempesona.

Belum lagi dia tidak pernah memakai sabuk.

Tapi anehnya, justru karena itulah Ester menyukai laki-laki itu, dia tak pernah sekalipun menunjukkan bahwa dia adalah contoh siswa yang baik dari cara berpakaian.

Dia memberikan kesan apa adanya dirinya, tanpa kepura-puraan, dan terlebih dia selalu terlihat nyaman dan percaya diri dengan itu.

Tapi melihatnya kini dalam balutan kaos t-shirt dengan celana training selutut, serta headband di kepalanya, entah kenapa laki-laki itu mendadak terlihat begitu menyilaukan di mata Ester.

Oh tidak!

Ester kan sudah bertekad tidak akan menyukai laki-laki itu.

Bagaimana ini?

Aku dan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang