11. The Plan

256 34 2
                                    

Siang ini Draken berjalan menyusuri koridor yang menuju ke arah kelasnya, matanya menangkap langit biru yang cerah ditambah dengan bunga-bunga sakura yang mulai berjatuhan.

Ah, sepertinya suasana sudah sangat cocok untuk romansa anak muda. Pikirnya yang tanpa sadar membuat ujung bibirnya tertarik ke atas sedikit, membentuk sebuah lengkungan tipis.

Kedua tangannya yang ia masukkan ke dalam saku celana sekolahnya, merasakan ada sedikit getaran dari saku sebelah kanannya, tempatnya menaruh ponsel pribadinya.

Tangan kanannya bergerak untuk merogoh sakunya dan melihat siapa yang mengiriminya pesan masuk siang ini.

Matanya menatap layar kunci ponselnya yang memperlihatkan pesan masuk dari Mikey dan Mitsuya. Mikey memberitahunya bahwa hari ini guru bahasa inggris mereka berhalangan hadir, sehingga setelah istirahat ia mendapatkan free class.

Lalu Mitsuya memberitahunya untuk datang ke rumah lelaki berambut perak itu untuk memberikan baju yang Draken minta buatkan padanya.

Tanpa membalasnya, Draken kembali menaruh ponselnya ke dalam saku celananya. Langkahnya membawanya berbalik arah dan menuju ke kantin untuk membeli minuman.

Setelah beberapa saat berjalan, tepat saat sebentar lagi sampai pada laboratorium kimia, matanya menangkap sosok perempuan yang belakangan ini tidak bertemu dengannya, tidak bertegur sapa, juga tidak berbalas pesan.

Bukan Draken yang tidak mencarinya atau tidak mencoba untuk menghubunginya, namun pesan-pesannya tidak mendapatkan balasan sama sekali, dihubungi pun sangat susah. Lalu saat ia pergi menuju ke kelas perempuan itu, selalu saja tidak ada.

Kali ini ia seolah mendapatkan keberuntungan, yang membuatnya tidak menyia-nyiakannya dan langsung menarik lengan perempuan berambut sebahu itu dari arah belakang.

Perempuan berambut sebahu yang tengah berjalan sendiri itu sontak menoleh dengan kaget saat dirinya ditarik secara tiba-tiba dari arah belakangnya.

Draken menangkap ekspresi wajah terkejut dari perempuan di hadapannya ini. Entah terkejut karena ditarik secara tiba-tiba atau karena mengetahui bahwa Draken yang ada di hadapannya.

Tangan Draken terasa gatal dan ingin memeluk perempuan di hadapannya seraya berucap pelan bahwa ia merindukannya, namun tubuhnya terasa kaku dan tidak bergerak, hanya tangannya yang tetap menggenggam lengan perempuan di hadapannya dengan tatapan yang dalam menatap mata perempuan itu.

"Kenapa... Kenapa kau menghindariku?" Tanya Draken dengan suara rendah nan berat, namun terdengar lirih.

Anna, perempuan itu sedikit tersentak saat mendengar pertanyaan Draken. "A‐aku tidak menghindar—" Ucapannya terpotong begitu saja saat tangan kiri Draken mengusap pipinya lembut.

Tatapan Draken sama sekali tidak teralihkan, bahkan matanya bergerak menatap setiap inci dari wajah Anna, seolah jika ia berkedip saja sudah dapat membuatnya melupakan wajah Anna.

Anna dibuat terdiam tidak berkutik saat Draken mengelus pipinya, entah merasa kaku atau gugup. Draken pun tidak tau.

"Kau terlihat lebih kurus." Ucap Draken, masih dengan suara lirihnya yang masuk jelas ke telinga Anna.

Jari jempol Draken bergerak mengusap pipi Anna, lalu turun perlahan ke rahang perempuan itu membuat pipi Anna memerah yang terlihat menggemaskan di matanya.

"D-Draken-kun, apa yang kau lakukan?" Tanya Anna dengan suara pelan dan gugup, mengambil tangan Draken agar berhenti mengusap pipinya.

Namun, tangan Draken yang diambil oleh Anna malah dengan sengaja Draken genggam dan dibawa oleh lelaki itu sedikit mendekat ke arah mulutnya. "Aku—" ucapan Draken terpotong begitu saja dengan suara keras seseorang dari arah belakang, lebih tepatnya dari laboratorium kimia.

"Anna-chan! Sensei sudah datang! Cepatlah kemari!" Panggil seseorang membuat pandangan Anna dan Draken teralihkan ke pintu laboratorium kimia yang memperlihatkan seorang lelaki disana.

Anna segera melepas kedua tangannya dari genggaman Draken, "Maaf, kita bisa berbicara lagi nanti." Ucap Anna yang berbalik menuju ke laboratorium kimia.

Tangan Draken seolah hendak menggapai perempuan berambut sebahu itu dan memanggil namanya, namun suaranya seolah tercekat di tenggorokannya dan kakinya pun tidak ingin melangkah.

Matanya menatap punggung Anna yang terus menjauh sampai masuk ke dalam laboratorium kimia, kemudian ia menghela napasnya gusar dan berbalik menuju ke kelasnya dengan bahu yang sedikit menurun.

Entahlah, ia merasa bahwa kalau tidak berbicara saat itu juga, maka ia tak dapat menggapai Anna lagi dan Anna terasa terus menjauh darinya setiap waktu.

Perasaan itulah yang membuat hatinya tak tenang dan pikirannya berkelana memikirkan kemungkinan terburuk antara dirinya dengan Anna, membayangkannya saja membuatnya langsung merasa sedih seolah hal yang muncul di pikirannya benar terjadi dan atau sudah terjadi.

Lamunannya buyar seketika kala mendengar suara dari seseorang yang sangat ia kenal. "Ken-chin, ayo kita ke kantin." Ucap yang tak lain adalah Mikey.

Lelaki itu sudah dulu berjalan mendahului Draken menuju ke arah kantin, membuat Draken mau tak mau berbalik, mengikutinya.

Mata Draken menatap ke dalam ruangan lavoratorium kimia yang memperlihatkan siswa dan siswi dari kelas Anna, sembari berjalan mengekor pada Mikey.

Walaupun hanya beberapa detik saat melihat ke dalam ruangan laboratorium kimia, namun matanya dapat menangkap dengan jelas sosok Anna yang tengah terduduk diam sembari menopang dagu, mendengarkan penjelasan dari guru kimia.

Wajah perempuan itu masih terlihat sedikit memerah, membuatnya terkekeh pelan karena merasa gemas.

Namun, Mikey menyadarinya dan menatap Draken dengan horor. "Kenapa kau tiba-tiba tertawa seperti itu?" Tanya Mikey dengan sikap berjaga-jaga jikalau Draken tiba-tiba berbicara hal aneh dan tak masuk akal.

Draken berhenti terkekeh dan tersadar bahwa ia tengah bersama Mikey, ekspresi wajahnya berubah menjadi datar seraya berucap. "Tak ada." Ucap Draken, singkat.

Mikey menatap Draken dengan aneh, "Awas saja kalau kau tiba-tiba melakukan hal aneh, ku tendang wajahmu." Ucap Mikey dengan pasti.

Draken menoleh menatap Mikey yang lebih pendek darinya dengan tatapan melotot, "Apa maksudmu, hah?" Tanya Draken, dengan suara seramnya.

Mikey menggidikkan bahunya dan berjalan lebih dulu memasuki kantin sekolah mereka, diikuti oleh Draken yang juga pergi ke kulkas minuman lalu mengambil satu kaleng kopi dan membayarnya.

Setelah membayarnya, keduanya berjalan ke salah satu meja di pojok kantin dan terduduk di sana.

Mikey membuka bungkus dorayakinya dengan tenang seraya menbuka percakapan, "Kau membuat Mitsuya begadang lagi?" Tanya Mikey, yang sudah hafal bahwa lelaki berambut perak itu sangat menyukai segala hal tentang jahit, sampai-sampai jika salah satu karyanya belum selesai, ia tak akan berhenti.

Draken menggeleng pelan, "Tidak, aku hanya menyuruhnya untuk membenarkan seragam bengkelku saja." Ucap Draken.

Mengingat bahwa Draken membuka bengkelnya sendiri bersama dengan Inui, lelaki yang memiliki bekas luka bakar di sekitar mata kirinya itu berpisah dengan sahabatnya, Koko karena insiden pertarungan antara Toman dan Tenjiku.

"Jangan membuatnya terus begadang, tidak baik untuk kesehatannya." Ucap Mikey.

"Hey, akupun tau. Dianya saja yang terlalu candu dengan hal-halnya." Ucap Draken, membela dirinya sendiri.

"Kau sudah berbicara dengan Anna?" Tanya Mikey, mengganti topik pembicaraan kala mengingat kemarin Draken dibuat gelisah.

Draken menggeleng pelan, menggeser sedikit kaleng kopinya ke arah samping. "Aku bahkan belum sempat mengatakan apapun dan dia sudah harus masuk ke dalam laboratorium kimia." Ungkap Draken, bahunya kembali menurun.

"Pelajaran bahasa inggris sampai jam terakhir, kau punya waktu cukup untuk mencegah Anna pulang lebih dulu lalu menghindarimu." Saran Mikey.

Draken mengangguk pelan mendengar saran yang dilontarkan oleh Mikey, "Aku harus menunggunya tepat di depan kelas bahkan lima menit sebelum bel pulang berbunyi." Ucap Draken, yang diberi anggukan oleh Mikey.

» Just Two of Us to be continue...

Just Two of Us | 𝐑𝐲𝐮𝐠𝐮𝐣𝐢 𝐊𝐞𝐧 ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang