12. Confession

316 30 0
                                    

Draken, lelaki jangkung yang menarik perhatian itu sudah setia berdiri di samping pintu kelas Anna dengan tas yang berada di pundak kanannya.

Tatapan lelaki itu lurus ke depan menatap jendela yang berada di luar koridor, dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana sekolahnya. Walau terlihat tenang, sebenarnya ia tengah sedikit gugup dan menyusun kata-kata dalam pikirannya agar terasa pas dan tidak ada salah kata yang dapat membuat aalah paham.

Bel tanda pulang berbunyi nyaring di seluruh penjuru sekolah, membuatnya yang bersandar pada tembok di belakangnya jadi menegakkan tubuhnya dengan tatapan yang menoleh ke arah pintu.

Pintu kelas Anna terbuka dan beberapa siswa maupun siswi mulai keluar satu persatu dengan tenangnya, sampai ia melihat sosok Anna yang keluar bersama satu perempuan yang selalu bersamanya dan satu lelaki yang tadi mengganggu keduanya di depan laboratorium.

Dengan segera, ia menarik lengan Anna dari arah belakang membuat perempuan berambut sebahu itu seketika menoleh dan menatapnya dengan mata melebar, ia merasa deja vu.

Ulah keduanya membuat teman kelas Anna yang sudah keluar maupun yang masih di dalam kelas jadi menoleh untuk menatap keduanya.

Anna terdiam memandang ke dalam mata Draken, lelaki itupun melakukan hal yang sama.

Namun sadar akan situasi di sekitarnya membuat ia jadi berdeham pelan dan membuka suaranya, "Ada yang perlu kita bicarakan." Ucap Draken dengan suara berat nan rendah, apalagi di keadaan sekitar yang sunyi seperti ini.

Anna mengangguk pelan dengan sedikit keki, "A-ah iya." Ucap Anna, pelan dengan wajah sedikit malu karena menjadi pusat perhatian.

Draken menggenggam lengan Anna dan menbawa perempuan itu menjauh dari koridor kelas mereka yang ramai, menuju ke sebuah tempat yang lebih sepi dan sejuk, lapangan baseball.

Keduanya duduk bersampingan di salah satu bangku panjang pinggir lapangan baseball, sama-sama terdiam oleh pikiran masing-masing.

"Apa yang hendak kau bicarakan?" Tanya Anna dengan enteng, seolah tidak terjadi apa-apa diantara mereka berdua selama ini.

Draken menoleh dan menatap wajah Anna dari samping dengan tatapan serius, "Banyak hal yang ingin ku tanyakan, ingin ku perjelas dan ingin ku ungkapkan." Ucap Draken dengan pasti.

Anna menoleh sekilas, "Tanyakan." Ucap Anna singkat.

Draken menghembuskan napas pelan sebelum memberikan pertanyaan pada Anna, "Kenapa kau menghindariku? Kenapa semua pesan dan telfonku tidak ada yang kau balas satupun? Apa kau marah—" Pertanyaan Draken langsung dipotong oleh Anna.

"Draken-kun, maaf. Aku tidak bermaksud untuk menghindarimu, hanya saja kemarin, aku butuh waktu untuk diriku sendiri. Aku tidak marah atas apapun, tolong jangan tanyakan hal itu." Ucap Anna yang sama sekali tidak menoleh pada Draken.

Draken menatap Anna dengan tatapan lirih, tangannya bergerak menarik dagu Anna agar perempuan berambut sebahu itu menatapnya. Mau tak mau, Anna menoleh dan menatap ke wajah Draken.

Draken membasahi bibir bawahnya sejenak sebelum ia mengeluarkan suaranya, "Anna, aku tau kau pasti menyadari layar kunci pada ponselku. Aku tak akan berbohong dan akan mengatakan semuanya padamu." Ucap Draken, menatap ke dalam mata Anna untuk mencari kepercayaan.

"Namanya Emma, dia adalah adik Mikey, kami sudah bertemu sejak kecil, saat aku masih berada di kelas lima SD. Aku tau, aku sudah jatuh cinta padanya sejak aku pertama kali melihatnya, begitupun dengan Emma. Namun selama ini, aku tak pernah menunjukkan padanya bahwa aku mencintainya, aku hanya tak ingin ia berada dalam keadaan berbahaya jika terus bersamaku. Sampai suatu saat, Emma mendapat pukulan keras di kepalanya, dan kemudian dinyatakan meninggal. Aku mencintainya, aku memang tak ingin memperlihatkannya padanya, tapi aku pun tak ingin dia pergi lebih dulu sebelum tau apa yang aku rasakan terhadapnya selama ini." Lanjut Draken, dengan air mata yang tanpa disadari mulai turun perlahan.

Anna tersenyum tipis dan jari jempolnya bergerak menghapus air mata Draken, "Aku tau kau pasti sangat mencintainya." Ucap Anna.

Tangan kanan Draken beralih mengambil tangan Anna yang mengusap wajahnya pelan, "Tolong percaya padaku." Ucap Draken.

Mendengar ucapan Draken, Anna mengangguk pelan sebagai respon.

"Aku tidak ingin kehilanganmu, aku tak ingin kehilangan orang yang ku cintai lagi. Aku mencintaimu Anna, bukan karena caramu berbicara atau presensi wajahmu yang mirip dengan Emma, tapi karena itu kau. Kau dan Emma memiliki sifat yang berbeda, dan aku menyukainya." Ungkap Draken, membuat Anna merasa terharu.

Anna mengusap lengan Draken pelan, "Draken-kun, kau benar mencintaiku? Apa benar kau mencintaiku karena itu aku, atau... Karena aku mirip Emma-san? Kau perlu ingat, saat pertama kali kita bertemu dengan tidak sengaja disini." Ucap Anna dengan tenang dan tatapan dalam pada Draken.

"Aku akui, kau sangatlah mirip dengan Emma sampai saat pertama kali bertemu, aku pun langsung menganggapmu adalah Emma. Maaf. Tapi, saat mengenalmu, aku tau jelas bahwa kalian dua manusia yang berbeda. Aku mohon, percayalah padaku. Apa yang harus aku lakukan agar kau percaya padaku? Apa aku—" Penjelasan Draken terpotong saat Anna menempelkan bibirnya tepat pada bibir tipis Draken.

Lelaki itu sedikit tersentak atas perilaku Anna yang tiba-tiba seperti ini.

Setelah merasa Draken sudah lebih baik, Anna melepaskan pangutan keduanya. "Sudah, kau itu lelaki yang disegani kenapa jadi cengeng seperti ini?" Tanya Anna sembari terkekeh pelan.

Draken yang melihat Anna terkekeh malah merasa bersalah, membuatnya menundukkan kepalanya karena tak kuasa untuk menatap ke dalam mata Anna. "Kau boleh sebut aku egois, brengsek, atau umpatan lainnya. Aku memang mencintaimu tapi aku pun tak dapat melupakan Emma, dan aku tak ingin kau pergi dariku. Umpatlah aku dengan kata kasar karena terlalu egois." Ungkap Draken.

Tangan Anna bergerak untuk membuat wajah Draken kembali menatap wajahnya, "Draken-kun, aku mengerti perasaanmu. Dan semua akan baik-baik saja." Ucap Anna sembari memperlihatkan deretan gigi putihnya yang rapih sampai membuat eye smile yang terlihat menggemaskan.

Tangan Draken beralih untuk menarik dagu Anna dan mencium perempuan berambut sebahu itu. Ciuman yang terkesan menekan tapi tidak menuntut.

Setelah beberapa detik, ia melepaskan pangutannya tanpa menjauh sedikitpun dari hadapan wajah Anna seraya berucap, "Maaf. Aku mencintaimu, Anna." Ucap Draken pelan dan tanpa menunggu respon dari Anna, ia sudah kembali menyatukan bibirnya dengan bibir Anna.

» Just Two of Us to be continue...

Just Two of Us | 𝐑𝐲𝐮𝐠𝐮𝐣𝐢 𝐊𝐞𝐧 ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang