Aldo berjalan sedikit tertatih, matanya mencari adiknya ditengah kerumunan peperangan para prajurit namun tidak ia hiraukan. Perhatiannya langsung tertarik pada seorang pemuda yang memakai baju putih dan kuning emas serta mahkota terdapat di kepalanya, dia terlihat sedang mengulurkan kedua tangannya dibelakang salah satu pria yang terbaring menahan sakit.
Dengan rasa penasaran Aldo berjalan pelan mendekat kearah mereka namun tanpa persiapan dengan sigap pemuda bermahkota menyerang seseorang yang tengah mendekat, karena sebelumnya juga ada yang berani menyerangnya dari belakang.
Tubuh itu langsung terlempar, Aldo tersungkur tergeletak tak berdaya di atas tanah lapang. "Argh... badan gua,"Aldo meringis memegangi dadanya yang terasa sesak. Pemuda yang menyerangnya sudah menyelesaikan tugas, ia menoleh ke belakang melihat lelaki yang tergeletak kesakitan yang membuatnya terkejut adalah pakaiannya berbeda dari prajurit, ia beristighfar karena terkejut.
"Dia bukan prajurit lawan?" Gumamnya, kemudian segera membantu Aldo.
"Maaf kisanak aku sungguh tidak sengaja melakukannya maafkan aku, aku akan menolongmu." Ucapnya kemudian membantu Aldo duduk.
"Sshh... badan gua kayak remuk arghh," Aldo terus meringis padahal ia hanya terjatuh, tidak mengetahui jika ia terluka dalam.
Tak berselang lama sebuah angin sejuk mulai memasuki tubuh dan mendadak rasa sakit itu mulai hilang setelah merasakan ada sengatan kecil, Aldo terkejut dengan apa yang telah terjadi kepadanya."Lho kok sakitnya hilang tiba-tiba?" Gumam Aldo heran, kemudian bangkit melihat-lihat kaki sampai tangannya.
Pangeran tersebut mengernyitkan. "Bukankah kau... Anggapati?"
Aldo memesongkan atensinya, ke arah seorang pemuda yang cukup tampan disampingnya. "Hah? Apa? Emm... sebentar, sebelumnya saya mau bertanya tentang-"
Ucapannya terputus karena salah seorang yang pangeran itu obati bangkit, perempuan cantik tampak anggun dengan bulu matanya yang lentik, perempuan itu bertanya kemudian tersenyum tipis kearah Aldo. Ia sangat mengingat persis orang yang selalu sigap melindunginya, dulu."Anggapati?" Ia bergumam suaranya amat lembut menggetarkan hati.
Aldo menghela nafas berat. “Sepertinya mereka gak bisa ditanya serius, untung cakep jadi gak boleh mengumpat. Dimana sih tuh anak?!” Batin Aldo, ia mengedarkan pandangan.
"Sorry, permisi," Aldo melenggang begitu saja dan tak menggubris panggilan keduanya, terkesan tidak sopan terhadap putra dan putri bangsawan.
"Apakah itu roh senopati, Yunda?"
"Entahlah Rayi, aku rasa.. dia bukanlah roh, tapi sebaiknya kita segera menyusul ayahanda?" Jawab perempuan tersebut.
"Mari yunda!"
"Ayo, rayi,"Mereka merupakan putra putri Prabu Siliwangi dari Ratu Subang Larang, Rara Santang dan Kian Santang.
🗡️🗡️🗡️
"Ayahanda!" Ucap seorang pangeran yang menghampirinya. Dia adalah Raden Walangsungsang, putra sulung dari Ratu Subang Larang. "Ayahanda?"
"Putraku, bagaimana keadaanmu?" Prabu Siliwangi menatap putranya lekat.
"Alhamdulillah, ayahanda. Aku tidak apa-apa," jawab Raden Walangsungsang dengan nada tenang.
"Dimana rayimu?" Tanya Prabu Siliwangi.
"Rayi Rara Santang, Rayi Kian Santang, dan Rayi Surawisesa sedang membantu prajurit yang telah gugur, ayahanda," jawab Walangsungsang.
"Baiklah putraku, sebaiknya kita kembali ke istana,"
"Sandika, ayahanda," jawab Raden Walangsungsang.Setelah meninggalkan sang putri dan pangeran di tepi Medan pertempuran, Aldo akhirnya menemukan orang yang ia cari. Di tengah kerumunan para prajurit yang saling mengayunkan pedang dan ribuan anak panah yang saling bersahutan, Aldo mengedarkan pandangannya dengan gelisah. Udara terasa panas, dipenuhi dengan aroma darah dan keringat. Bunyi dentuman senjata dan teriakan para prajurit membuat jantungnya berdebar kencang.
"Gue di mana ini, pasti kakek tadi yang udah nyihir gue sama Aldo eh-Aldo? Dimana ya Abang gue?" Gumamnya, mengedarkan pandangannya berusaha mencari sosok saudaranya di tengah kekacauan itu.
"Hoi!" Teriak Aldo kepada Tari yang sedang menikmati air minum. Suaranya menggema di tengah hiruk pikuk pertempuran, membuat Tari terkejut.
"Uhhuk! Uhhuk!?" Tari sampai tersedak, ia kesal bercampur senang. "Gila lo, kalo dateng jangan teriak! Gue keselek!" Ucap Tari seraya bangkit dari tempat duduknya. Ia menatap Aldo dengan ekspresi kesal."Gua nyariin lo dari tadi, panas dan khawatir lo kenapa-kenapa eh ternyata lo malah santai-santai nya minum di situasi kayak gini?!" Keluh Aldo kemudian menyeka keringat pada pelipis menggunakan punggung tangannya.
"Iya gue gapapa... hehehe sorry gue jatoh disini dan tadi juga gue nyari lo kok... sorry kalau gitu!" Jawab Tari.
Para anak panah yang melesat mengenai para prajurit di kedua belah pihak yang melepaskan anak panah di keduanya. Tari dan Aldo bersembunyi di balik tameng milik entah milik prajurit siapa.
"Kenapa kita harus sembunyi di sini sih gak aman tau!" Ujar Tari. Ia tampak ketakutan melihat anak panah yang melesat dengan cepat di sekeliling mereka dan teriakan memilukan para prajurit.
"Gua juga bingung Tar gak ada tempat yang aman, kalau pun kita lari ke sana gak akan sempat karena jauh banget gila ini lapangannya luas banget." Jawab Aldo, berusaha untuk tetap tenang.
"Kalo kita disini terus, kita bisa kenapa-kenapa gimana?!" Ucap Tari tampak kesal dengan saudaranya. Ia tidak habis pikir kenapa Aldo yang belum ada niatan meninggalkan medan yang cukup bahaya.
"Ishh bawel banget lo tenang ada gua, gua bakalan lindungi lo kalau perlu gua rela berkorban buat saudara gua!" Jawab Aldo berusaha menenangkan Tari meskipun dalam hatinya ia juga takut.
"Alay--" Ucap Tari terputus refleks tangannya menangkap satu anak panah yang nyaris mengenai dada saudaranya.GREP!
Keduanya tercengang, Aldo menghembuskan nafas panjang. "Huffh... untung gak kena ya, gak papa lo?" Ujar Tari kemudian melempar panah yang nyaris melukai kakaknya.
Aldo shock meraba dadanya, jantungnya berpacu dengan cepat. "I-iya... lengah dikit jadi sate gua!" Aldo menghela nafas gusar.
"Terus?" Tanya Tari.
"Terus apaan?" Tanya Aldo balik.
"Kenapa kita masih disini? Kita harus pergi kita terjebak ditengah peperangan besar, gue gak punya stok nyawa kalo terus terusan ada di sini!" Ucap Tari. Ia sudah tidak tahan berada di tempat yang berbahaya ini.
"Iya gua juga lagi mikirin" Aldo Kembali fokus ke depan sana. Ia berusaha mencari jalan keluar dari tempat ini.
"Aaa~ pengen pulang... tanggung jawab lo, gara gara lo gue ikut ikutan jatuh ke zaman apaan nih, jadul kayaknya" Ujar Tari seraya mendorong Aldo kesal.
"Dih, gara gara lo juga lah pake nyalahin segala, yaudah kita mendingan cari jalan keluarnya bareng-bareng, ayo!" Aldo berdiri. Anak panah melesat dengan cepat, Tari menariknya kembali duduk ke bawah.
"Lo gila! Kalo gue atau lo kenapa-kenapa gimana?!" Ucap Tari tidak habis pikir. Ia masih khawatir dengan keselamatan mereka berdua.
"Gua gak peduli yang gua peduliin cuma keselamatan lo dan gua lindungi lo, ayo!" Ucap Aldo, mencoba untuk meyakinkan.
CLEB!
Ketika keduanya berdiri tanpa disadari ada satu anak panah melesat ke arah mereka hingga mengenai punggung.🗡️🗡️🗡️
Peperangan yang terjadi seminggu hari kini, pihak lawan memutuskan untuk menjeda peperangan kali ini. Mereka mundur teratur, meninggalkan medan pertempuran yang penuh darah para prajurit dan bangsawan yang telah gugur.
"Kita harus waspada dengannya, tidak ada yang tahu kedepannya. Sekarang mungkin para rakyat terkena dampak dari peperangan ini," ucap Prabu Siliwangi dengan tegas.Mereka mengangguk paham, Raja dari kerajaan Parang Gubarja menghilang entah kemana secara misterius, namun tak lama kemudian langit yang tadinya biru tiba-tiba berubah mendung kemerahan dan guntur bergemuruh.
Alam menyiratkan jika kejahatan yang merugikan akan kembali merajalela, hingga terdengar suara yang menggema, menyeramkan. Prabu Siliwangi yang menatap langit, dengan tajam.
"Dengarkanlah Siliwangi! Aku akan kembali untuk mengambil apa yang menjadi hak ku, dengar itu! Aku akan kembali membawa petaka di tanah Pajajaran, aku sama sekali belum menyerah, tunggu aku Siliwangi! Ahahahahaha..."
Suara itu terdengar mengerikan, menakutkan, menimbulkan rasa gelisah baik para prajurit maupun para bangsawan yang mengkhawatirkan rakyatnya yang akan kembali terkena dampak lebih parah.
"Ayahanda!" Ucap seorang pangeran yang menghampirinya. Dia adalah Raden Walangsungsang, putra sulung dari Ratu Subang Larang. "Ayahanda?"
"Putraku, bagaimana keadaanmu?" Prabu Siliwangi menatap putranya lekat.
"Alhamdulillah, ayahanda. Aku tidak apa-apa," jawab Raden Walangsungsang dengan nada tenang.
"Dimana rayimu?" Tanya Prabu Siliwangi.
"Rayi Rara Santang, Rayi Kian Santang, dan Rayi Surawisesa sedang membantu prajurit yang telah gugur, ayahanda," jawab Walangsungsang.
"Baiklah putraku, sebaiknya kita kembali ke istana,"
"Sandika, ayahanda," jawab Raden Walangsungsang.👺
To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
[Slow Update] Sukma Raden Kian Santang
Fantasy⚔️ Slow update (Hanya seorang penulis amatir, tidak menyarankan membaca secara offline) ⚔️ Prabu siliwangi memilih menghentikan pertapaannya setelah musuhnya mengibarkan bendera merah, hingga tanah medan perang kedatangan makhluk dari masa depan un...