Lagi dan lagi Kara kembali ke tempat persinggahan dengan wajah dihias senyum lebar, sama persis macam pemuda dimabuk asmara, dan begitulah nyatanya. Kara Janggala tengah dimabuk cinta seorang penembang manis bernama Durga Karna.
Tetapi, senyum indahnya perlahan tersingkir ketika satu fakta dia ingat kembali, tentang masa lalu sang juwita yang tak bisa dikatakan sebagai masa bahagia.
“Jika aku bertemu dengan rama serta kawan biadabnya, janji dalam hatiku, Durga, akan kuputuskan pelirnya hingga tak bersisa. Jikapun perlu, akan kutanggalkan pula pusat kehidupannya agar mereka tak bisa ganggu hidupmu.” janjinya, mantap nian dalam sanubari.
Kaki jenjang miliknya berhenti di depan pagar bambu rumah yang dia singgahi bersama sang kawan baik, Cakra. Kening mengerut kala mata tangkap sosok mungil yang tak lagi asing. Ini sudah cukup larut, mengapa lelaki manis kekasih Cakra Buana itu masih duduk manis di bale rumah sambil pasang wajah macam orang linglung.
“Hei Bagya, ada apa dengan wajah linglung itu? Bertemu dengan hantu kah?” kata Kara, diakhiri tawa mengejek di belakangnya.
Si jelita menoleh, bibir tipis semerah mawar itu mencebik dan netra seindah bulan sabit itu perlihatkan buliran bening yang hendak tumpah.
“Hei hei hei, janganlah menangis, aku hanya bergurau, Bagya! Aduh, bisa mati dipotong Cakra diriku, Bagya.” Kara kelabakan, tak mengira bahwa ucapannya akan membuat Bagya berkaca-kaca seperti sekarang.
“Kawanmu yang buatku begini, Kara. Dia kurang ajar sekali, hatiku dibuatnya porak-poranda, tubuhku dibuat bergetar sampai 'tuk berdiri pun aku kepayahan. Bagaimana ini, Kara?” ucap Bagya, beningnya jatuh meluruh di pipi merah gembilnya.
Kara tak faham, alis hampir bertaut 'tuk memaknai apa yang tengah terjadi pada kekasih Cakra.
“Aku tak faham yang engkau maksudkan, Bagya. Coba utarakan lebih jelas.” pintanya.
Tangan Bagya terangkat, tunjukkan benda mungil mengkilap dan indah melingkar di jari manis.
Kini mata Kara membola sempurna, dirinya buru-buru duduk di sebelah Bagya dan pegang jemari lentik itu untuk dia balik dan periksa berkali-kali. Memastikan bahwa matanya tak salah tangkap bahwa yang baru saja dilihatnya itu adalah cincin emas dengan permata biru safir di tengahnya.
“Cakra melamar engkau, Bagya?” tanyanya, dan anggukan menjadi jawaban untuk pertanyaannya.
Dada Kara seperti hendak meledak, dia amat berbungah mengetahuinya hingga tanpa aba-aba memeluk tubuh mungil kekasih kawannya.
Bagya tertawa sembari usap air matanya.
“Tak kusangka kawanku akan melangkah sejauh ini, Bagya. Dia sangat berani, dapat kuakui kesetiaan dan kesucian tresnanya terhadapmu, Bagya!” tutur Kara lagi setelah lepaskan pelukannya, pundak yang lebih kecil dia pegang erat.
Bagya terkekeh renyah, dia dorong wajah Kara yang tengah tampakkan bungahnya.
“Dari dulu dirinya memang setia dan berani, Kara. Itu sebab aku amat mencinta dan percaya penuh padanya, kutaruh seluruh hati ini untuk dimilikinya.”
Kara berdiri, kepala mendongak tatap lurus ke arah pintu yang masih terbuka. Yakin sekali dirinya bahwa kawan baiknya itu ada di dalam, tapi entah tengah lakukan apa.
“CAKRA!! TEGA SEKALI ENGKAU BIARKAN AKU MACAM ORANG DUNGU!! ENGKAU HENDAK LEPAS LAJANGMU TAPI TAK MEMBERI TAHU RENCANA INI. KELUAR ENGKAU, BEDEBAH!! AKU HENDAK LESATKAN TINJUKU DI WAJAH SOK JUWITAMU ITU!!”
Bagya tertawa kencang, kelakuan Kara tak ubah anak kecil yang hendak tantang musuh sepermainan untuk beradu tinju.
Kekehan terdengar dari dalam rumah bersama keluarnya pria tinggi berparas tampan yang dimaksud Kara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Durga Kara [KAISOO] ✔
ФанфикPatah hati ditinggal kekasih bersanding dengan lelaki lain, itu yang Kara Janggala rasakan. Sulit menerima kenyataan, namun begitulah yang ia alami. Lantun kidung yang teralun merdu dari seorang penembang berparas manis dan bersuara emas nyatanya ma...