"Dina, ini materi yang Ibu ajarkan hari ini di kelas. Silakan dipelajari bersama Gatha sebelum ulangan harian dua minggu lagi."
Dina menerima lembaran kertas berisi materi, "Wah, terima kasih banyak Bu."
"Iya Nak sama-sama. Sekarang kamu dan Gatha masuk kelas ya. Jangan lupa ajak anak yang terlambat di pelajaran Ibu. Kebetulan sekarang jam pelajaran wali kelas kalian bukan?"
"Iya Bu benar, tapi anak yang terlambat di kelas Ibu siapa ya?"
"Laki-laki, anak baru. Menghilang entah kemana anak itu. Kamu cari saja wajah asing yang belum kamu kenal di sekolah ini."
"I-ya baik Bu, terima kasih," Dina ragu-ragu menjawab. Ah, malang juga anak baru itu. Namun, ada yang lebih malang. Gatha mencak-mencak tahu permintaan sarat akan tidak kepastian dari guru killer seantero sekolah.
"Entah bagaimana ujian yang hadir ini menyiksa kaki gue," dumel Gatha sembari mengenakan sepatu.
"Bu Ira the best pokoknya. Hitung-hitung olahraga, Gat," Dina menepuk-nepuk bahu gadis memberi semangat.
"Argh, gue mager banget. Udah nyaman di Lab yang adem ini," tak rela hati Gatha meninggalkan tempat idaman yang aman, damai, nan adem. Keduanya memutuskan berpisah menyisir sekolah untuk menghemat waktu pencarian Si Anak Baru.
*****
Dua kubu di lapangan basket saling merebutkan bola untuk kemudian mencetak skor dengan memasukan bola pada ring lawan.
"BERHENTI!" gadis terengah-engah di tengah lapangan menghentikan permainan basket.
"Astaga, lo kenapa nyusahin gue sih?" gadis itu tiba-tiba menarik lengan salah satu pemuda yang ikut serta bermain menuju ke tepian.
"Eh, tunggu dulu. Lo ini siapa?" laki-laki mengenakan seragam putih abu-abu melepas cekalan gadis dengan kasar. Gadis terbelalak.
"Ah iya, maaf. Gue cuma disuruh cari lo, sekarang juga lo harus kembali ke kelas."
"Gue diusir guru galak tadi. Sakit hati Abang, ditolak tanpa belas kasih yang berjuang merebut hatinya."
"Gak dengar, gak dengar...." gadis menutup kedua telinganya seolah acuh.
"Gue tahu lo capek banget," sesaat perkataannya membuat gadis menatap kagum, mengapresiasi kepekaan seorang laki-laki.
"Dan lo gak butuh dikasihani," membulat sempurna mata gadis, aduh gue baper beneran?
"Cukup dianggap kehadirannya," pemuda menarik sudut bibirnya membentuk senyuman, menambah kekaguman sang gadis.
"Kayak makhluk halus."
"Kalo bunuh orang gak dosa, gue cekek lo sampai mampus." Gadis menghentakan kaki pergi menjauhi Regan, "Dahlah beban dosa gue gak perlu ditambah."
"Hey, kasih tahu nama lo dulu biar gue kenal, siapa tahu nanti jadi sayang, " bujuk Regan tak digubris.
"Kata Bunda gue, nolak ajakan berteman sama saja membunuh perasaan orang," oceh Regan membuat kuping gadis memanas, "Terus kalo perasaannya mati, lo mau tanggung jawab? Sama saja tambah dosa gak sih?"
"Gatha," gadis mendengus sebal tanpa menghentikan langkahnya.
Regan terkekeh, "Cantik namanya kayak orangnya lagi ngambek."
KAMU SEDANG MEMBACA
ENDless
Подростковая литератураRumit perwakilan kata tentang hati. Lelah perwakilan kata tentang perjuangan. Sedangkan, ilusi perwakilan kata tentang kamu. Dina Amanda Putri, siswi SMA biasa yang berusaha tampak cukup. Cukup cantik, cukup pintar, cukup terbiasa menggurat rangkaia...