||buku coklat

28 8 6
                                    

Menarilah dan terus tertawa
Walau dunia tak seindah surga

~Nidji~

●☻☻☻☻☻☻☻☻☻☻☻☻●

Naraja punya seribu satu cara untuk menghabiskan waktunya selama tidak ada jadwal ngampus dan berdiam diri dirumah, salah satunya membaca komik ataupun novel. Ya Naraja ini memang senang membaca bahkan ia memilih sastra Indonesia sebagai jurusannya. Dulu Naraja ini bercita cita menjadi seorang penulis hebat yang mampu membuat karya-karya dan menginspirasi banyak orang. Tapi impiannya itu tak berjalan mulus, bapak melarang nya untuk jadi penulis dengan alasan.

"Mending kerja kantoran aja toh terjamin kalo penulis apa terjamin Na?" kata Bapak waktu itu. Sebenarnya maksud Bapak ini baik agar anak nya memiliki masa depan yang bagus, tapi cara yang di berikannya salah. Seharusnya kita itu mengikuti panacasila ke lima keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia kalo kata Naraja sih begitu. Tapi Naraja adalah Naraja yang keras kepala, ia tetap kukuh dengan keputusan nya lagi pula Mama dan Mas Mahen setuju setuju saja asalkan Naraja tidak setengah setengah dalam menekuninya.

Ngomong ngomong Naraja ini anak yang paling pol sama Bapak. Dulu Bapak dan Naraja sering kemana mana berdua sampai sampai Mas Jo pernah cemburu waktu bapak keseringan sama Naraja. Namun setelah ia menginjak kelas 11 mama dan bapak memutuskan untuk berpisah entah lah Naraja masih belum tau pasti apa yang telah terjadi pada keluarganya ini. Dulu ia sempat di rundung kesedihan ya wajar saja toh siapa yang nggak sedih kalo orang tuanya nggak sama sama lagi kan. Semenjak itu kesehariannya tak lagi sama tapi mungkin ada beberapa yang masih ia lakukan seperti memancing. Dulu ketika menjelang sore Naraja, Bapak dan Mas jo bersiap siap untuk pergi memancing di sungai yang biasanya sering mereka singgahi, bukan sekedar memancing terkadang sungai tersebut menjadi tempat bermain Janu dan Ale  untuk menangkap capung yang akhirnya di bawa pulang ke rumah katanya sih biar Mas Ikal ga ngompol.

Nyatanya sore ini Naraja, Mas Jo dan duo curut itu baru saja memulai kegiatan memancing mereka.

Sungai itu tak berubah, walau ilalang terus tumbuh dan membuat kesan sedikit tidak elok dipandang serta bebatuan yang semakin banyak di tumbuhi lumut tetapi arus di sana masih mengalir dengan tenang, udara yang juga masih terjaga. Naraja dan Mas Jo duduk di pinggir sungai sedangkan Janu, Ale berusaha menangkap capung yang akan mereka hadiahkan ke Mamas Ikal tercinta.

"Na kamu lagi kangen bapak toh?" Tanya Mas Jo dengan suara berat khasnya. Mas Jo ini kalau soal perempuan jangan di tanya tetapi ketika Mas Jo bersama adik adik nya sifat nya bisa saja berubah, pada saat ini contohnya. Mas Jo bisa saja menjadi pendengar yang baik bagi adik adiknya, kalau kata Naraja Mas Jo ini ibaratkan gorengan sukun mama, yang pada luarnya memang keras tapi jauh di dalamnya sangat lembut.

"Sedikit Mas ga banyak kok" di ikuti tawa sumbang oleh Naraja.

"Kamu tu keliatan dari tampang jelek mu itu Na jadi gabisa bohong".

Naraja diam tidak ingin melanjutkan pembicaraannya dengan Mas Jo karena ia tau pada akhirnya sama saja menyakiti dirinya sendiri. Merindukan seseorang yang pernah berarti bagi hidup kita tidak salah kan?

●☻☻☻☻☻☻☻☻☻☻☻☻●

Sesampainya di rumah Naraja dan Mas Jo langsung membersihkan diri, sedangkan si duo curut itu mencari cari letak keberadaan targetnya, yaitu Mas Ikal.

"MAS IKAL AKU SAMA ALE BAWAIN CAPUNG NIH" ujar Janu dan menghiraukan Mas Raja yang sedang duduk di teras sambil menyeruput teh hangat serta sepiring mendoan yang di biarkannya tertiup angin.

Cerita dari nanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang