Bantuan

7 2 0
                                    

Setelah berbincang cukup lama akhirnya Tuan Harun berpamitan dan Esa menuju ke ruang makan sekedar untuk menghilangkan dahaganya. Saat ia sedang menuang air minum seorang pelayan yang ditabrak Esa kemarin datang dengan berjingkat. Ia tiba-tiba menepuk pundak dokter yang tengah meneguk minumannya. Refleks air yang masih di dalam mulut lelaki itu tersembur.

Esa berniat untuk meminta maaf karena membuat wajah pelayan itu basah, tapi dengan cepat si pelayan menyilangkan telunjuk di bibirnya kemudian merogoh saku roknya dan menyerahkan kertas yang lipat beberapa bagian pada Esa. Apa itu surat cinta? Tentu bukan, itu terlalu konyol. Lelaki itu mengerti dan langsung memasukkan kertas ke saku jasnya.

Mereka berpisah menuju ke tempat bertugasnya masing-masing. Esa masuk ke kamar Naya yang belum membuka matanya. Menurut Rizhal, selama ia bekerja Naya tidur paling nyenyak pernah sampai sehari semalam, jika tidak nyenyak paling hanya dua sampai tiga jam. Namun sayang, sepertinya gadis itu pingsan setelah menerima cairan nutrisi, bukan tertidur.

Esa terus memandang box berisi obat-obatan dari Tuan Harun. Ia melihatnya sebentar kemudian menutupnya lagi.

"Dokter," lirih seseorang dari pintu yang langsung membuat Esa menoleh.

Rupanya itu pelayan tadi, ia mengendap masuk ke dalam kamar Naya setelah memastikan tak ada pertanda pelayan lain akan melewati daerah itu.

"Jangan berikan obat itu ke Nona Naya," pintanya.

Esa mengernyit heran, tapi ia rasa mungkin ia bisa mendapat sedikit penjelasan atas rasa penasarannya dari pelayan itu.

"Kenapa?" tanyanya.

Baru saja akan menjelaskan, sebuah klakson mobil terdengar jelas dari depan rumah.

"Aduh ... kenapa Tuan Harun datang lagi," keluh pelayan itu sambil beranjak pergi.

"Tunggu! Siapa namamu?" tanya Esa.

Pelayan itu terlihat tak percaya dengan pertanyaan dari Esa.

"Kamu nggak ingat aku?" keluh pelayan yang tiba-tiba berbicara informal.

Esa semakin mengernyit, tapi akhirnya pelayan itu menghela napas. Ini bukan waktunya berdebat.

"Namaku Sarah," jawabnya sambil berlari keluar karena Tuan Harun mulai memasuki rumah.

Esa membongkar memori ingatannya, menggorek semua orang bernama Sarah yang ia kenal. Tak lama kemudian ia menutup mulutnya yang terbuka.

"Apa itu benar Sarah yang ... ah iya benar, aku tau sekarang. Kuharap dia bisa membantuku." Esa bermonolog.

***

Sebenarnya Esa sedikit khawatir saat sampai sore lagi Naya belum juga membuka matanya. Ia melihat benda pipih di genggamannya yang menampilkan sebuah pesan.

Dr. Rizhal

Sore Dr. Esa.
Mungkin kamu sedikit heran sama kelakuan Tuan Harun, tentang kenapa ia menggunakan dokter dari luar, padahal ia sudah punya dokter kepercayaan? Sebenernya sejak awal ia selalu berkata seperti itu, karena salah satu temanku pernah kerja di sana. Sampai sekarang aku juga belum tau sebabnya.

Pasal obat-obatan yang dikasih, aku udah meneliti kandungannya. Ada beberapa bahan yang ternyata sedikit berbahaya, ada kandungan yang membuatnya ketergantungan dan memengaruhi emosinya juga merasa sesak napas. Aku rencananya ngajak kamu kerja sama nolong Nona Naya. Aku bakal buat obat penggantinya, jadi sementara beri dulu obat itu padanya. Tapi aku kesulitan buat bikin obat ini sampai ke tanganmu tanpa dicurigai. Aku harap kamu bisa pertimbangin itu.

Makasih
Maaf mengganggu waktumu Dr. Esa.

Esa sudah menduga pasti ada yang tidak beres di sini. Ia mengeluarkan kertas dari saku jasnya kemudian membacanya dalam hati.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 08, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang