🌶️🍭SCR-37🍭🌶️

161 33 6
                                    

Carol akhirnya dengan terpaksa menerima undangan makan siang dari Belva

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Carol akhirnya dengan terpaksa menerima undangan makan siang dari Belva. Dia risih dengan pesan yang terus masuk di ponsel. Selain mengganggu konsentrasi, hatinya pun jadi tidak tenang. Mungkin ini saat yang tepat juga untuk membicarakan batasan dalam pertemanan mereka.

Memang, pada awalnya Carol yang berusaha melunakkan Belva. Namun, perubahan Belva jauh dari bayangannya. Terlalu drastis. Sangat membingungkan bukan? Carol sendiri yang ingin mereka kembali akrab, tapi dia sendiri juga yang kelimpungan saat Belva mengabulkan.

Meja yang dipilih Belva berada di area dekat taman. Tempatnya di pojok, tapi tetap saja terbuka. Siapa pun yang lewat pasti bisa melihat mereka.

"Memangnya kita nggak bisa duduk di dalem aja, ya?" Beberapa kali Carol harus menyembunyikan wajah di balik buku menu saat ada karyawan yang lewat. Dia bahkan harus menunduk malu saat pramusaji meletakkan pesanan mereka di meja.

Belva melirik sekilas ke arah Carol lalu kembali berkonsentrasi dengan tabletnya. Dia masih harus mengaji ulang proposal dari bagian sales and marketing. Rencana mereka untuk menyelenggakan Grand Music Festival selama 3 hari berturut-turut di akhir tahun masih butuh pemikiran yang matang.

Belva perlu memperhitungkan anggaran biaya yang dibutuhkan serta estimasi pendapatan yang akan didapat. Modal serta persiapannya tidak mudah. Terlebih pengisi acara yang diajukan bukan penyanyi kaleng-kaleng. Itu artinya butuh budget lebih.

Memang, ide dari tim marketing bisa mendongkrak nama GWS agar lebih dikenal. Dengan memberi diskon khusus untuk tiket masuk bagi membership GWS dan harga miring untuk pengunjung umum, diharapkan dapat menjadi ajang promo. Namun, Belva masih harus memperhitungkan kemungkinan terburuk yang bisa terjadi. Tiket tidak laku misalnya.

"Kerjaan Bapak masih banyak banget, ya?"

Belva menghentikan telunjuk untuk menggulir layar tablet. Dialihkannya pandangan ke depan. Tepat ke netra Carol dengan alis terangkat satu. "Bapak?"

"Kenapa?"

Belva menyandarkan punggung sambil melipat kedua tangan di depan dada. "Lo manggil gue 'bapak'?"

Carol membuang napas kesal. Lagi-lagi masalah panggilan. "Kan ini masih di hotel, Pak. Sesuai kesepakatan kemarin, kita harus saling menghormati selama di tempat kerja. Nggak etis banget kan kalau sampai ada yang dengar saya panggil 'Va' gitu. Bisa-bisa gosipnya tambah gawat. Nah, ngomong-ngomong soal gosip, Bapak sudah dengar belum sih?"

Belva mengerutkan dahi. "Yang mana?"

"Tuh kan, Bapak nggak tahu. Pantesan Bapak cuek banget."

"Oh, tentang lo yang main dukun," ujarnya santai.

Carol menggulir bola mata kesal. "Kenapa gosip itu sih yang Bapak dengar?"

Belva mengangkat bahu cuek. "Menurut gue itu yang paling absurd."

Sweet Carolina ReaperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang