41. After: Baby Blues - Memory

829 38 6
                                    

Sejak tadi Crystal tidak henti-hentinya menghembuskan napasnya lelah, baru saja ia selesai memandikan Aslan dan akan memakaikan baju, tapi putranya ini tidak berhenti menangis. Mungkin dia haus. Batin Crystal. Tentu saja ia akan menyusui putranya, tapi setelah semuanya selesai dan beres. Barulah ia akan menidurkan Aslan.

“Bisakah kau diam, kau sangat berisik.” Crystal bergumam, meskipun kedua tangannya sibuk memakaikan baju untuk Aslan. Tapi, ia merasa kesal dan marah karena Aslan terus menangis.

“Astaga, Crys. Apa yang terjadi, kenapa Aslan menangis terus-menerus.” Tiba-tiba saja Izzy datang, langsung menghampiri Crystal dan mengambil alih aktivitas yang telah Crystal lakukan saat ini.

Bibir Crystal bergetar, matanya berkaca-kaca. “Dia terus menangis, mom. Berisik sekali. Kenapa dia tidak bisa diam.”

Izzy terdiam, melihat sikap Crystal. Tidak terkejut karena Izzy sudah menduganya sejak Aiden mengatakannya kemarin malam. Izzy menghembuskan napasnya. “Kau istirahatlah, biar MOM yang urus Aslan, sayang.”

“Sungguh, mom?” tanya Crystal dengan mata berbinarnya.

Izzy mengangguk singkat, membuat Crystal tersenyum lebar bahagia. “Terima kasih, mom.”

Setelah itu, Crystal memutuskan untuk beristirahat. Merebahkan tubuhnya di atas ranjang, lalu memejamkan matanya. Merasakan kenyamanan saat tubuhnya menyentuh kasur empuk. Apalagi tanpa Aslan yang akan mengganggunya.

Mungkin saking lelahnya Crystal, wanita itu sampai melewatkan makan malamnya. “Baby, kau tidak makan malam?” Austin mengusap-usap kepala Crystal, membangunkan istri kecilnya itu penuh kelembutan.

Crystal melenguh dari tidurnya, menggeliat. Matanya perlahan terbuka. “Jam berapa sekarang?” tanyanya bergumam.

“Jam sembilan,” balas Austin. “Kau ingin makan di sini atau di ruang makan saja?”

“Bisakah aku makan di sini? Aku sangat lelah hanya untuk berjalan saja,” ujarnya dengan lesu sembari bangun dari tidurnya perlahan.

Austin mengangguk lembut. “Tentu, baby.” Setelah mengatakan itu, Austin keluar kamar mengambil makanan untuk Crystal. Austin sedikit tenang, setidaknya Aslan sudah terlelap tidur. Untung saja, Arabella baru saja melahirkan. Jadi, putranya bisa meminum asi, tanpa harus meminum susu formula.

Tak berselang lama, Austin muncul dengan senampan penuh berisi makanan dan minuman untuk sang istri kecilnya. “Makan malam sudah siap, baby.”

“Bisakah kau menyuapiku?” tanya Crystal dengan manja.

Austin tersenyum hangat, mengangguk—lalu ikut duduk di sisi ranjang. “Tentu saja,” balasnya mulai menyuapi Crystal dengan perlahan.

Hening. Tidak ada yang membuka suara, Crystal yang sibuk dengan makanannya sedangkan Austin yang sibuk dengan aktivitasnya menyuapi sang istri. Hingga tak terasa, semua makanan habis. Piring-piring pun bersih, tak tersisa sedikit pun dari makanannya. Lalu, Crystal bersendawa membuat Austin tertawa, merasa lucu.

“Kenapa tertawa?” tanya Crystal kesal.

Austin meredakan tawanya, memegangi perut. “Kau sangat lucu. Sepertinya memang kau sangat lapar, baby.”

“Dan sekarang aku sangat kenyang dan ingin pergi tidur lagi,” gumamnya.

“Tidurlah.” Austin mengusap-usap kepala Crystal, lalu menarik selimut hingga menutupi tubuhnya sampai dada.

“Mmm, Austin, di mana Aslan? Dia dengan mommy sejak sore.”

“Aslan bersama Arabella, dia sudah tertidur satu jam yang lalu,” ujar Austin. “Sudah, kau istirahat saja. Aslan aman bersama Arabella.”

Crystal mengangguk pelan dan mulai memejamkan matanya untuk tidur kembali.

🍑

Pagi hari, matahari mulai menampakkan diri, cahayanya yang bersinar begitu terang menerobos masuk melalui celah-celah jendela. Crystal menggeliat, perlahan membuka matanya. Sekarang ia merasa lebih baik. Tubuhnya terasa tidak selelah kemarin-kemarin. “Sudah bangun?” Suara berat Austin menyapa indera pendengaran Crystal.

Ia menoleh, Austin dengan khas wajah bangun tidurnya tersenyun hangat, menyapa sang istri. Memajukan wajahnya, untuk mengecup singkat hidung Crystal yang mancung. “Selamat pagi, baby,” gumamnya.

“Pagiii,” balas Crystal tersenyum dengan lebar. “Bersihkan dirimu, aku akan menyiapkan pakaianmu. Segeralah bersiap ke kantor.” Lanjutnya turun dari kasur sembari mengikat surainya asal-asalan.

Setelah selesai menyiapkan pakaian kerja Austin, dan selesai mencuci muka—Crystal memutuskan untuk menghampiri Aslan, melihat keadaannya itu setelah semalam tidak melihat putranya. “Hei, sayang, kau sudah bangun?” Suara Izzy terdengar, wanita itu tersenyum dengan hangat menyambut Crytsal.

“Bagaimana tidurmu?” tanya Izzy.

“Sangat nyenyak, mom. Terima kasih sudah merawat Aslan semalaman.” Crystal tersenyum hangat, menatap Izzy.

“Tidak perlu berterima kasih, sayang. Lagipula kehadiran Arabella di sini sangat membantu,” ujar Izzy.

“Ah iya, di mana Aslan, mom?” tanya Crystal menatap sekeliling yang terlihat sepi.

Izzy sedang sibuk di dapur untuk memasak, mempersiapkan sarapan pagi. Sejak dulu memang Izzy tidak mau memakai pembantu di rumahnya. “Aslan bersama Autumn. Kakakmu mengajaknya jalan-jalan di halaman depan,” ujarnya.

Crystal mengangguk, mengerti. “Aku akan ke sana, mom.”

“Pergilah, Aslan pasti merindukan mommy-nya.”

Crystal langsung saja pergi keluar untuk menghampiri Autumn dan putranya. Dari jauh, Crystal dapat melihat Autumn yang sedang menggendong Aslan, berjalan-jalan kecil di sekitaran halaman rumah. “Hei boy, lihat, mommy-mu sudah datang,” ujar Autumn saat melihat Crystal yang sudah berjalan menghampiri mereka.

“Apakah dia menyusahkanmu?” tanya Crystal, Autumn dengan cepat menggeleng, dengan senyum lebarnya.

“Tentu saja tidak, kau tau dia semakin hari semakin menggemaskan,” ujar Autumn memuji dengan binar di matanya. “Lihat saja pipinya yang mulai gembul, sangat lucu dan membuatku ingin sekali menggigitnya.” Lanjutnya bercanda membuat Crystal terkekeh mendengarnya.

Pandangannya melirik ke arah Aslan yang terlihat nyaman berada di pelukan Autumn dengan memejamkan matanya. Terlihat begitu damai. “Dia baru saja tidur atau sudah sejak tadi?” tanya Crystal menaikkan sebelah alisnya.

“Baru saja, kau tau dia sangat pintar. Setelah tadi Mom memandikan lalu memakaikan bajunya, dia sama sekali tidak menangis. Benar-benar menurut,” ujar Autumn dengan senyum hangat, pandangan matanya menatap Aslan penuh kekaguman.

Crystal tersenyum singkat. “Sepertinya dia sangat paham akan situasi,” gumamnya yang membuat Autumn terdiam. Paham dengan maksud kalimat Crystal yang baru saja diungkapkan adiknya itu.

Lagi-lagi, memori-memori pengakuan tentang perselingkuhan Austin terlintas di benaknya. Membuat Crystal sadar, seberapa menyesakkannya itu untuk hatinya.

Before After: Marriage ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang