Sejumput rasa cemas dan malu menyelinap ke sanubari kala taksi yang aku dan Zyan tumpangi tiba di depan rumah milik keluarga Al Rasyid. Melihat deretan mobil mewah yang terparkir di halaman luas rumah itu membuat nyaliku menciut untuk melanjutkan langkah. Namun, aku akan mengecewakan Resty jika tidak menampakan wajah di pesta pertunangannya sore ini. Sambil menuntun Zyan, kami berdua berjalan melintasi lantai carport bermaterial batu alam mengikuti petunjuk arah yang tertera di pilar-pilar beton menuju taman belakang.
Jika hari itu Resty bilang kalau pestanya hanya akan dihadiri keluarga dan teman dekat saja, kenyataan yang kulihat hari ini bertolak belakang dengan ucapannya. Ups, mungkin seperti inilah yang dimaksud dengan keluarga dan teman dekat. Secara, keluarga Al Rasyid memiliki banyak relasi bisnis.
Sambutan hangat dan ramah dari dua gadis yang menjadi pagar ayu di gerbang taman membawa anganku kembali ke masa kejayaan dulu. Aku merasa diperlakukan seperti seorang putri. Oh, Tuhan. Hanya karena perlakuan sederhana ini saja aku merasa tersanjung. Separah inikah hidupku? Serapuh inikah perasaanku sekarang?
Aku dan Zyan melintasi gerbang penuh bunga menuju taman yang sudah disulap menjadi tempat untuk melaksanakan garden party. Pemandangan menakjubkan yang memanjakan mata terhampar di hadapanku. Kursi-kursi yang ditutupi kain satin putih dan dihiasi pita merah di sandarannya berderet mengelilingi meja panjang yang dipenuhi beberapa vas bunga mawar merah dan gelas-gelas cocktail. Di pinggir kolam renang terdapat beberapa rangkaian bunga yang menambah nilai keindahan pesta kebun ini. Masih melekat dalam ingatanku, aku dan Resty sering berenang di kolam renang ini saat aku menginap di sini. Kenangan masa-masa SMAku bersamanya kembali menyeruak dan menggoreskan sesal. Sesal lantaran aku harus kehilangan persahabatan setelah kami berdua lulus.
"Killa?"
Aku menoleh pada pemilik suara lembut yang menyapaku. Perempuan baya yang tetap terlihat cantik dan anggun dengan gaun biru panjang itu tersenyum.
"Kamu Killa, 'kan?" tanyanya sekali lagi.
Hatiku mengembang bahagia. Tante Sarah masih mengingat teman anaknya. Aku mengangguk mengiakan. "Iya, Tante."
"Masya Allah, kamu ...." Pandangan Tante Sarah menjelahiku dari atas ke bawah dan itu membuatku insecure. Ada denyut malu ketika perhatian Tante Sarah tertuju pada gaun selutut bercorak batik yang kukenakan. Jujur saja, aku tidak punya gaun yang lebih indah dari ini. Gaun ini satu-satunya gaun yang kupunya.
"Kamu cantik banget," puji Tante Sarah. Aku tahu mungkin ia mengatakan hal itu hanya agar membuatku tidak tersinggung dengan tatapannya barusan. Oh, God. Kenapa aku jadi berprasangka buruk pada Tante Sarah? Tolol.
"Ini anak kamu?" lanjut Tante Sarah saat ia melihat Zyan. "Tampan sekali. Berapa tahun usianya?"
"Zyan baru berusia empat tahun, Tante." Aku kemudian meminta Zyan menyalami Tante Sarah. "Zyan, ayo kasih salam sama Ibu."
"Kok Ibu sih? Oma, dong," protes Tante Sarah membuatku tercengang.
"I-iya. Kasih salam sama Oma," ralatku kemudian.
Zyan mengulurkan tangan pada Tante Sarah dan disambut baik oleh perempuan itu. Belaian lembutnya di kepala Zyan saat anak itu mengecup punggung tangannya mematahkan prasangka burukku padanya. Tante Sarah masih menjadi ibu temanku yang baik.
"Kil, Tante tinggal dulu ya. Acaranya mau dimulai."
"Iya, Tante."
Tante Sarah meninggalkanku dan Zyan di antara para tamu. Dari sekian banyak tamu yang hadir hanya beberapa orang saja yang kukenal termasuk kakakku. Syukurlah, pandanganku menemukan Ko Andry sedang berbincang dengan tamu lain yang tidak kukenal di samping kolam renang. Aku segera membawa Zyan mendekat padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Affair
RomanceBijaklah dalam memilih bacaan! Adult only. Judul awal: Bukan Simpanan Biasa Ebook sudah tersedia di Google Play Book Setelah bercerai, Killa Putri Senja harus menanggung sendirian utang sang mantan suami yang kabur. Gajinya sebagai office girl hanya...