7. Dia Menenangkan

608 148 115
                                    

《 He Wants You 》

《 He Wants You 》

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

— 06:58 PM

Rapat Organisasi kesiswaan telah berlangsung sejak sepuluh menit yang lalu.

Perjumpaan ini semata-mata membahas tentang class meeting yang akan diselenggarakan besok.

Pendekorasian sekolah baru saja selesai. Pelengkapan properti yang dibutuhkan juga sudah.

Membersihkan area penting di mana yang akan jadi sentral penampilan bakat pun telah dipenuhi.

Aku serta anggota organisasi yang lain telah datang dari jam 7 pagi dan sepuluh menit yang lalu, dipastikan semua pekerjaan kami selesai total.

Pekerjaan ini berat, melelahkan. Mengundang peluh terus-menerus mengucur.

Mulanya diriku meramal pada pukul 3 siang kami semua sudah boleh pulang kembali.

Namun siapa yang mengira akan serumit ini walau hanya mengatur, mengatur dan mengatur?


Mengatur di sini tidak dipandang dari satu aspek saja.

Setelah kami berhenti bekerja, di situlah pegal langsung menyerang kaki kananku.

Walaupun puluhan siswa berkontribusi bersama, nyatanya tetap saja butuh waktu lama dan butuh proses untuk mendapatkan angguk setuju dari semua orang.

Bagiku serta temanku yang merupakan seksi kreativitas, tidak jarang kami ditanya-tanyai soal di mana spot yang tepat buat meletakkan dekorasi.

Ini semua juga menyesuaikan dengan tema yang diusulkan ketua organisasi.

Mulutku sampai berbusa dan lidahku sakit. Terlalu banyak berbicara.

Untung sang ketua peka kemudian menyemangati dan mengatakan bahwa tak perlu segalanya harus tampak sempurna.

Saat ini kami tengah mendengarkan pembina organisasi bercakap, sekaligus beristirahat dengan dimanjakan penyejuk ruangan.

Beliau seperti memberi suatu arahan dan jalan kegiatan esok.

Beliau juga mengingatkan penanggung jawab setiap lomba akademis dan non-akademis yang diselenggarakan.

Hmm, aku tidak pasti juga apakah itu yang beliau ucapkan. Tidak banyak yang kudengar sebab selebihnya aku termangu.

Sang pembina tahu mataku tampak terpusat pada presensinya, tapi sebetulnya aku tengah melamun tanpa berkedip.

Biarlah anggota lain yang menyimak ini. Nanti aku tinggal bertanya saja kepada mereka.

Akhirnya rapat singkat diselesaikan. Sempat kami bersatu dalam doa untuk kelancaran class meeting besok pagi.

Kami pun bubar, dan aku menjadi siswi terakhir yang keluar kelas bersama guru pembina si penyimpan kunci ruangan.

"Saya pamit dulu, pak Jung."

He Wants You《 Jeno × You 》Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang