Layaknya mentari,sinarmu kadang terlalu terang untukku. Sehingga kadang netraku harus menyesuaikan dengan sinarmu.
-Azalea KiranaSinar matahari menemani langkah Aza saat pulang ke rumah.Sesampainya di rumah ia langsung menelusuri setiap sudut ruangannya.
"Dimana ya..." gumamnyaIa menyerah. Barang yang ia cari tak kunjung ia temukan. Akhirnya Aza memilih untuk bertanya pada mamahnya
"Ma, pulpen bekas punya aku yang udah nggak ada tintanya dimana ya?" Tanyanya
"Buat apa?" Tanya mamahnya
"Eum...
Nggak buat apa apa" jawab Aza gugup
"Di kardus bawah ranjangmu kayaknya" ucap mamah
"Yaudah Aza liat dulu" ucapnya yang kemudian berlari kecil ke kamarnya"Mana yah..." ucapnya saat sedang mengecek gardus miliknya
"Ini dia,
Syukur deh lumayan banyak" ucapnya setelah menemukan kurang lebih 20 pulpen bekas. Kemudian ia menuju meja belajarnya untuk mencari pita untuk mengikat puluhan pulpen bekasnya itu."Semoga ini bisa bantu" gumamnya seraya tersenyum. Biarlah orang berkata Aza pecundang. Tapi inilah caranya berjuang. Inilah caranya menunjukkan perasaan dan kasih sayangnya. Dengan tangan bukan lisan. Toh menurutnya peribahasa pun menyampaikan bahwa 'sedikit bicara banyak berbuat'
"AZA MAKAN DULU" tiba tiba suara mamahnya terdengar dari luar.
.
.
.
.
.
Pagi menyongsong...
Alarm alami yang selalu membangunkan Aza sudah menggema. Ia beranjak dan bersiap siap.Ia berangkat dengan berjalan kaki, seperti biasa. Jarak rumah Aza dan sekolah hanya terpaut beberapa meter saja.
Saat dijalan ia melihat Agha-teman sekelasnya yang entah darimana. Sudah memakai seragam, namun masih menggunakan sandal capit."Berangkat pagi banget, mau ngapain?" Ucapnya dengan nada cibiran yang khas
"Piket" jawab Aza singkat sambil berlalu.Sesampainya disekolah, belum ada anak kelasnya yang masuk sepertinya. Oh ralat belum ada 1 murid pun yang masuk, hanya pak Duki sang penjaga sekolah yang sedang menyapu lapangan sekolah.
Aza berjalan menuju kelasnya yang berada dipojok sekolah.
Gadis itu meletakkan tasnya dikursi, dan mengeluarkan pena bekas yang ia sudah siapkan kemarin.
Lalu ia mengeluarkan stiky notes dan menuliskan sesuatu diatasnyaMaaf, aku adanya cuma segini.
Aku harap bisa nambahinKira kira kata itulah yang ia tulis di stiky notes. Ia meletakkan seikat pulpen itu di laci tempat Arka duduk.
Lalu gadis bernama lengkap Azalea Kirana itu mengulas sebuah senyum.Karena memang hari ini ia piket, Aza menuliskan namanya di buku piket harian. Selanjutnya ia bergegas mengambil gembor yang ia gunakan untuk menyiram tanaman didepan kelas. Setelahnya gadis bersuarai panjang itu merapikan seluruh laci. Anak anak mulai berdatangan
"Za,ini udah di pel?" Tanya Yuna
"Eum belum, ini baru disapu" jawab Aza sambil menunjukkan gagang sapu yang ia pegang
"Yaudah gue yang ngepel ya?" Ucap Yuna
"Ya, jangan lupa absen di jurnal ya"
"Iya"Arka melihat Aza yang menyapu sendirian
"Aza" suara yang selalu memenuhi pikiran Aza.
Aza sempat terkejut, tapi akhirnya ia menjawab "iya"
"Lo piket sendiri?" Tanya Arka
"E-enggak, itu ada Yuna" jawabnya dengan nada gugup yang kentara
"Cuma kalian?" Lalu Arka membuka buku jurnal piket yang tergeletak diatas meja
"HEH RADIT GILANG. PIKET WOY" Teriaknya. Lalu dengan tergesa gesa mereka mulai menyapu ruangan
"Ini si Deka mana" ucap Arka
"Masih tidur paling, dia kan kebo banget" jawab Cakra yang berada di dekat ArkaLalu Arka menuju ke bangkunya untuk meletakkan tas. Saat ia akan meletakkan jam tangannya di laci, ia menemukan seikat pulpen bekas dan sebuah stiky notes.
Keningnya berkerut kala membaca untaian kalimat si sticky notes itu. Tidak ada nama pemberinya
'Kayanya yang baru tau gue butuh pulpen bekas cuma Dira, Putra
Sama...
Aza.
Nggak mungkin Aza kan'
Ia berusaha menerka siapa yang memberi pulpen-pulpen bekas itu kepadanya.Dari jauh tanpa sepengetahuan Arka,Aza memperhatikannya. Aza khawatir kalau pulpennya dibuang. Namun semua pikiran negatifnya itu lenyap, kala Arka menaruh pulpen itu ke dalam tasnya
Setelah istirahat, tiba-tiba bu Siwi selaku wali kelas mereka masuk.
"Selamat pagi anak anak"
"Pagi bu" jawab mereka serempak. Alan sang ketua kelas mengacungkan jari
"Bu maaf menyela, tapi hari ini tidak ada jadwal pelajaran ibu. Adanya kemarin dan tugasnya sudah saya tumpuk di meja ibu" ucap Alan
"Iya, saya disini bukan untuk mengajar. Tapi saya mau memilih murid untuk perwakilan lomba storytelling, dan pidato" bu Siwi menjelaskan
"Berarti antar sekolah bu?" Cakra bertanya
"Iya, nanti pulang sekolah. Kalian jangan pulang dulu. Ibu seleksi" tegas guru bahasa indonesia itu.
"Baik bu" ucap seisi kelas
"Baik, terimakasih. Silahkan lanjutkan pelajarannya" ucapnya meninggalkan ruang kelas AzaRani yang bangkunya berada di depan Aza langsung memutar tubuhnya ke belakang
"Kira kira siapa ya Za yang ikut?" Tanyanya dipenuhi nada penasaran "kamu" jawab Aza asal yang di sertai tawa khasnya
"Ngaco. Mana mungkin gue" ucap Rani
"Nggak tau, Cakra mungkin...
Dia udah pernah ikut pidato" jawab Aza sembari mengedikkan bahuSesuai perkataan bu Siwi. Seusai jam pelajaran terakhir beliau kembali ke ke kelas Aza dengan beberapa buku ditangannya.
"Oke, ternyata yang diseleksi tidak semua. Ada yang mau tunjuk tangan langsung" ucap bu Siwi
Semuanya hening, hanya ada suara jarum jam yang menghentak."Tidak ada ck ck ck" ucap bu Siwi heran
"Cakra!" Guru berperawakan kecil itu menunjuk Cakra
"Iya bu. Saya" jawab Cakra gugup
"Kamu pernah ikut pidato kan" tanya bu Siwi pada Cakra. Yang ditanya bingung
"Eumm iya bu"
"Coba baca ini" tunjuk bu Siwi tepat sasaran.
Mau tidak mau Cakra maju untuk membacakan teks pidato yang sudah disiapkan.
"Yasudah pidatonya kamu saja. Yang mendongeng siapa kira-kira?" Ucap bu Siwi
"Laki-laki atau perempuan bu?" Tanya Cakra
"Putra putri" jawab bu Siwi
"Alan sama Aza bu"teriak Agha dari bngkunya.Aza yang namanya terpanggil langsung menatap tajam Agha. Begitupun Arka yang sedang sibuk sendiri memotong penghapus langsung menolehkan wajahnya pada Aza.
"Aza mana?" Ucap bu Siwi, dengan malu Aza mengacungkan jarinya
"Saya bu" cicitnya
"Coba maju, Alan kamu juga" titah bu SiwiAza melangkah maju, dan saat melewati tempat duduk Arka. Seakan gerak diperlahan mata keduanya dipertemukan, namun dengan cepat Aza memalingkan muka.
"Ini baca satu paragraf saja" ucap bu Siwi sembari menunjukkan bagian yang harus dibaca
Aza mulai membaca kata per kata.
Seisi kelas terkejut, ternyata Aza yang pemalu memiliki potensi dalam bercerita."Yasudah Alan, Aza, dan Cakra besok kalian mulai latihan setiap pulang sekolah. Kalau perlu bawa bekal"
"Hah berarti saya jadi ikut bu" tanya Aza
"Jadi lah"
"Terus pidatonya cuma saya bu?" Tanya Cakra
"Enggak, sama Ratih nanti"
Cakra memasang muka terkejut. Pasalnya Ratih adalah mantan pacarnya.
"Teksnya tolong dihafalin, saya keluar dulu. Terima kasih semua" ucap Bu Siwi"Cie Cakra cie" anak kelas itu terus menggoda Cakra.
Aza kembali menuju tempat duduknya
"Za" ucap Arka yang juga menahan pergelangan tangan Aza
"Eh, maaf. Pinjem teksnya" ucap Arka
"Eh, ini jangan disobek ya" ucap Aza polos
"Nih, semangat ya" ucap Arka sembari menyerahkan teksnya kembali ke Aza
Ya bagaimana yang Aza rasakan saat ini. Tidak bisa dijelaskan lagi. Mungkin ia hampir pingsan
"I-iya makasih" jawabnya lalu bergegas menuju tempatnya duduk dan menetralkan jantungnya kembali
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret
Short Storyorang dewasa mungkin menganggap ini bukan cerita serius. ini hanya sebatas cerita cinta seorang siswi sekolah dasar. . . . tapi bagaimana jika sampai masa putih abu, ia masih terjerat cinta itu. apa itu masih bisa disebut lelucon atau cinta monyet...