Three

19 3 0
                                    

Satu bulan yang lalu....

Sama seperti Ratih, Gita juga pengidap penyakit jantung. Tapi, belum terlalu parah. Hanya saja perlu pengawasan yang ketat supaya tidak kambuh sewaktu-waktu. Penyakit turunan seperti itu membuat Bian merasa sangat takut untuk kehilangan Gita. Sudah cukup ia kehilangan kakak perempuannya pasca kecelakaan beberapa tahun lalu. Itu juga yang menyebabkan kerenggangan hubungannya dengan orang tua.

Setiap menit pandangan Bian tidak akan lepas dari Gita. Baginya, kesehatan Gita adalah nomor satu. Sampai-sampai ia melupakan gadis di sampingnya yang sedang cemberut kesal.

"Dah lah aku pergi aja kalau perhatian kamu tuh terus ke Gita." Gracia yang hendak berdiri langsung di tahan Bian.

"Jangan pergi," cegahnya.

"Untuk apalagi, sih, aku di sini jika di pikiran kamu tuh hanya Gita?" tanya Gracia jengah. Cukup sudah ia menahan semua ini. Bian masih belum memprioritasnya.

"Maaf, Gra. Aku hanya takut kalau dia kenapa-napa. Kamu tau kan dia-"

"Aku tau, Bi. Dia punya penyakit serius. Tapi, tolong saat kita bersama hargai aku yang ada di sisi kamu. Aku tuh pacar kamu Bi!" tekan Gracia.

Bian menghembuskan napas berat. "Maaf, Gra." Bian meraih tubuh Gracia dan memeluknya dengan erat. Mengusap rambut gadis itu dimana Bian merasa nyaman dan cinta. Ya, Gracia adalah cinta pertama Bian.

Lagi-lagi Gracia mengalah. Ia lemah jika di perlukan Bian seperti ini. Anggap saja ia bodoh karena masih mempertahkan orang yang menganggap sahabatnya di atas segalanya. Tapi, yang namanya Cinta tidak bisa di paksakan. Cintanya pada Bian mengalahkan ego Gracia untuk berpisah.

"Kita nonton yuk," ajak Bian.

Gracia menganggukkan kepala senang. "Ayo, lagian gak ada kegiatan lain lagi."

Karena hari ini sekolah mengadakan lomba, maka tidak sedikit dari siswanya yang keluar-masuk tanpa sepengetahuan guru.

"Bentar ya, aku kasih tau Gita dulu supaya pulang sama Stevan," izin Bian yang di angguki Grecia.

Bian menghampiri Gita dan mengatakan kepadanya akan pergi bersama Grecia. Gita yang tidak berhak melarang pun hanya menganggukkan kepalanya saja. Setelah itu, Bian kembali menghampiri Grecia. Menggenggam tangannya erat dan pergi dari sana.

Awalnya berjalan dengan lancar. Film yang mereka tonton bergenre romantis. Tapi di pertengahan film, tiba-tiba ponsel Bian bergetar membuatnya mengambil benda itu dari saku celana.

"Kok gak di matiin?" tanya Gracia bingung. Seharusnya saat mereka akan pergi berdua, ponsel selalu di matikan supaya tidak ada yang mengganggu.

"Lupa," jawab Bian lalu melihat nama yang terpampang di benda elektronik itu. Ternyata Stevan. "Aku angkat ya," izinnya, tapi sebelum dia angguki Grecia, Bian sudah lebih dulu menganggkat panggilannya.

"Hallo Stev, ada apa?"

"Gita kambuh lagi, Bi. Dia sampai pingsan dan di bawa ke rumah sakit," ujar Stevan di seberang sana terdengar khawatir.

"Lah dia di rumah sakit mana sekarang?" Refleks, Bian berdiri dari duduknya.

Gracia mengerjap heran. Setelah Bian mematikan sambungannya, ia menatap Gracia penuh mohon. "Gita kambuh Gra, sekarang dia di rumah sakit. Aku ke sana ya," katanya gelisah.

"Tapi kan kita baru nonton, Bi. Kan udah ada Stevan di sana," ujar Gracia.

"Aku tetap harus pergi, Gra. Maaf." Bian hendak pergi tapi Gracia menahan tangannya.

"Lo cinta gak, sih, sama gue?" tanya Gracia nyolot.

"Banget, Gra. Tapi Gita butuh aku."

"Aku juga butuh kamu, Bi!" sentak Gracia terdengar marah.

EDELWEISSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang