"Ran"
"Hem"
"Yaudah"
"Ran"
"Apasih Pam?"
"Peristiwa Indonesia 30 September 1965, Prancis Mei 1968, dan Indonesia 1998. Telat banget masih baca ini." Pam meraih novel Pulang dari tangan Rana.
"Ini kerjaan orang yang tidak tanggung jawab seperti kamu."Rana mengambil kembali novel tersebut dari Pam. Kemudian melihat arah waktu. Tanpa melontarkan sepatah kata, dia langsung meninggalkan Pam. Sebelumnya dia melangkah ke rak sebelah kiri di kategori sastra untuk mengembalikan novel tersebut. Rana segera turun ke lantai satu, mengambil totebag di loker, dan menyerahkan kunci loker ke petugas perpustakaan. Dia kembali melihat jam tangan, arah waktu menunjukkan pukul 10.45.
Segera dia percepat langkah kakinya menuju gedung A. Rana terburu-buru. Dia hampir lupa tugas seorang penanggungjawab mata kuliah. Huh. Helaan nafasnya terdengar seperti dia berucap "aku nggamau." atau mungkin memang itu yang dia ucapkan di dalam hati.
Kret bruk "Permisi." Rana masuk kelas. Dia melirik jam tangan, pukul 10.55. Lima menit sebelumnya, ruang kelas ini berisik. Tetapi, hening sejak kaki Rana melangkah masuk. Rana duduk di kursi depan, meletakkan totebag, mengambil laptop dan flashdisk yang berisi tugas dari Profesornya. Suara samar dilontarkan oleh salah satu mahasiswa yang duduk di belakang "Asisten Profesor guys!".
Rana mengabaikannya. Rana berpura-pura tidak mendengarkan. Setelah mengcopy dan memforward ke grup kelas, Rana segera mencabut flashdisk, menutup laptop dan memasukkannya lagi ke dalam totebag. "Teman-teman, ini dikerjakan secara individu ya! Maaf menunggu lama, di bahas minggu depan kata beliau. Terima kasih."
"Oke, Rana."
"Terima kasih ya, Ran."
"Balik duluan ya."
Satu-persatu teman kelasnya meninggalkan ruangan.Kelas kembali hening, yang tersisa hanya Rana, bangku kosong, semilir angin yang berhembus dari jendela, dan suara-suara riuh yang ada di kepalanya. Untuk saat ini, Rana sudah memenuhi tanggung jawabnya. Tetapi senin belum berakhir, artinya masih banyak hal yang harus dipertanggungjawabkan.
Sampai sini paham, kenapa aku benci hari senin?🍬🍬🍬
Satu pesan di terima
"Kamu masih ada kelas?"
Satu pesan di terima
"Ran..."Rana hanya melirik ponselnya. Dia kembali sibuk dengan isi kepalanya, bertanya-tanya terhadap dirinya. Selama dia mengenal sosok laki-laki, dia tidak pernah diperlakukan seperti ini. Banyak pertanyaan yang selalu ingin dia lontarkan tetapi tidak mampu tersampaikan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut hanya disimpan, terkadang dicurahkan pada buku catatan sampul biru.
"Tolong katakan, bahwa kamu bukanlah ilusi yang aku ciptakan."Lamunannya terhenti ketika seseorang datang menghampiri. "Permisi kak, pergantian jam. Kelasnya masih dipakai?" Dia melamun selama jam istirahat. "Ah, iya. Udah engga kok." Rana bergegas meraih totebag di bangku sebelah kemudian pergi meninggalkan kelas. Dia menyusuri koridor lantai 2 gedung A dan kembali membuka ponselnya.
"Pam...?" tulisnya dalam pesan.
Tidak ada pergerakan dibaca, Rana kembali memasukkan ponselnya. Dia teringat bahwa buku yang dia inginkan belum sempat dipinjam dari perpustakaan. Kruk kruk. Tetapi, dia belum mengisi perutnya. Perihal makan saja dia hampir lupa. Rana bergegas menuju kantin.
"Soto Bu, ngga pakai sayur. Minumnya es teh ya Bu."Ting. Pesan di terima.
"Maaf tadi afk. Di mana?" Dari Pam.
Entah dari mana bocah ini berasal.
Rana tersenyum, segera dia membalas pesan Pam.
"Gatau di mana."
"Lah."
"Engga."
"Apaan engga. Gimana si?"
"Gatau Pam."
"Ngomong kangen aja gengsi Ran."Rana menutup ponsel dan diletakkan disamping es tehnya. Hanya tersenyum. Sesekali dia melirik, Pam tidak lagi mengirim pesan. Biasanya ketika Rana membaca saja pesan darinya. Pam langsung menelpon. Tidak untuk saat ini. Sotonya tinggal sesuap, Rana kembali mengecek ponselnya berharap pesan masuk dari Pam. Rana mulai menyadari perasaannya dan ingkar janji terhadap pendiriannya tentang harapan.
Dia memantau jam. Ternyata sudah 10 menit dia menunggu. Mangkuk sotonya sudah diambil Ibu Kantin, esnya mencair, tehnya menjadi tawar tetapi masih diminumnya. Tidak ada pesan masuk dari Pam. Dia segera membayar. Setelahnya dia menuju kelas. Kelas terakhir sebelum grup chat himpunan jurusan berisik.
🍬🍬🍬
"Ran, yuk!" Ajak salah satu temannya.
"Iya El, bentar. Aku masukin laptop dulu."
"Banyak yang perlu di bahas minggu ini. Chat Fifi ya Ran. Suruh bawa laporan pertanggungjawaban event kemarin."
"Iya, El."
"Grup juga, ingetin sekali lagi."
"Siap, Ibu Negara."
"Hahahaha."
Mereka tertawa bersama, keluar kelas, jalan menuju gedung UKM.🍬🍬🍬
Elva. Teman kelasku. Bahkan sudah seperti kakak perempuanku. Awal kali aku bertemu pun hari Senin. Aku, Elva, dan Pam berada di satu ruang ujian masuk kampus ini. Aku lupa tepatnya tanggal berapa, yang aku ingat Senin, Juli 2016. Aku melangkahkan kaki penuh kebimbangan. Sebetulnya aku tidak sendirian. Ada sahabatku, Tania. Tania lebih dahulu diterima. Dia pintar, keputusannya selalu direncanakan jauh sebelum tindakan.
Sebelum masuk ruangan, Elva menyapaku. Dia terlihat baik--dan memang dia benar baik, ramah dan selalu tersenyum kepada siapa yang ditemuinya. Tetapi setelah mengenalnya. Elva tidak pernah baik-baik saja. Menjadi baik adalah pilihan dia untuk menguatkan hatinya.
Manusia memang pandai menyimpan rahasia.
Pura-pura kuat untuk terlihat baik-baik saja.
Toh, jika mau menangis sebetulnya tak apa.
Hanya, sering kali manusia tak mau mengakuinya.🍬🍬🍬
Sampai senja menampakkan keindahannya. Pam tidak berkabar.
🍬🍬🍬
note: ini merupakan bagian dari "Jangan Benci Hari Senin".
terima kasih sudah membaca, dan tunggu part selanjutnya ya!
terima kasih,
Krismon Mardiani
![](https://img.wattpad.com/cover/205426030-288-k366741.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sentana
Romance"Ran, manusia itu lucu yah" "Iyah, gapernah serius sama ucapannya" "Bilangnya begini, tindakannya begitu" "Yang pernah seperti ini, malah diseperti itukan" "Tuhan yang lucu" "Bisa membuat manusia seperti ini?" "Iyah, Ran" "Itu berarti Tuhan keren"