BAGIAN 1

13 3 0
                                    

Melambai penuh kebahagian pada sebuah sedan putih, yang kian lama makin mengecil ditelan jalanan raya. Aku memutar tubuh, lalu menghela napas, lantas mengukir senyum lebar. Sebentar menekan dada berusaha menetralisir desiran halus yang terus menjalar tanpa jeda. Semua yang terjadi pekan ini bak mimpi paling manis yang pernah dialami.

Debaran-debaran hangat seakan enggan berhenti menghujam, terasa ada yang menggelitik kalbu, geli-geli sedap menggebu. Namun, teramat menyenangkan, di mana; kali pertama kuliah, aku kembali kepelukan nenek di Indonesia. Hidup bebas tanpa ada kata kekang-mengekang seperti tata tertib ajaib nan aneh yang dibuat umi dan abi.
Iris hazel menelisik seluruh sudut kampus, antara percaya dan tidak, kini aku benar-benar merasakan pasokan udara merebak dalam dada.

"Kak Zila ...!" pekik seseorang memekakkan telinga, spontan aku menoleh ke sumber suara.

Terlihat seorang gadis manis berjilbab instan navy, tengah berjalan terburu-buru menghampiriku.

"Kenapa nggak ngabarin!" gerutunya melayangkan pukulan lengan kiriku. Sontak tawaku berderai.

"Jahat!" sungutnya merajuk, menarik tangan lalu bersedekap dada sembari mencebikkan bibir manja.

Gemas, kucubit sebelah pipi tirus wanita tukang ngambek tersebut.

"Kakak!" teriak Dila lantang menatap nyalang.

Aku terpingkal, jemari beralih mengelus pucuk kepala Dila. Dia sudah tumbuh besar, bahkan tinggi kami pun sama rata, padahal jarak usia kurang lebih tiga tahun.

"Kamu ngapain ke sini?" tanyaku penasaran.

Wajah yang semula ditekuk, perlahan berlangsur menyungging seulas senyum. Lekas sebentuk lengan melingkar sempurna di pinggulku.

"Rindu, Kak!" cicitnya. Aku mengulum senyum. Adik yang satu ini badannya saja yang kian tumbuh, tapi sikap tetaplah menyerupai bocah angkatan balita.

"Miss you too," balasku sembari mengusap punggungnya.

Dia mendongak, sepasang pupil hitam legam itu berkaca-kaca.

"Abis selesai kuliah, kita jalan-jalan, ya?" ajaknya dengan mimik muka dibuat memelas.

Mengangguk, tidak mungkin pula aku menolak permintaan putri dari anak angkat nenekku tercinta.

Dilepasnya pelukan. "Asiiiik!" serunya mengepalkan tangan di udara, kegirangan.

"Ada keperluan apa ke sini?" heranku, bagaimana tidak, Dila 'kan tengah duduk dibangku SMA pasti ada suatu hal yang membawanya ke mari.

"Disuruh Kak Mey, ambil paketan di ruang kerja Mas Adnan."

"Lho, Mas ipar Dosen di sini?"

Dila mengangguk antusias.

"Nggak di Kairo lagi?" Lagi aku bertanya memastikan.

"Iya, udah sekitar empat bulan mereka balik ke Indonesia."

Bibir terbuka, terkejut setengah tak percaya. Sungguh kebahagiaan yang bertubi-tubi mendadak melanda atma. Ah, senangnya.

"Wah ... seru, dong. Jadi pengen cepet ngumpul sama kalian."

"Pastinya."

SEHANGAT KASIH ALITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang