03~STEP [SISI LAIN]

83 11 4
                                    

Lia berjalan malas masuk ke dalam rumahnya. Sambil menenteng tas yang sangat ringan karena tidak ada sama sekali, hanya dompet, botol minum, dan barang-barang kecil lainnya.

“Mah, Lia pulang.” Teriaknya dari depan. Saat itu juga, sang ibu——biasanya di panggil Mamah Sari kalau kata tetangga.

“Eh anak cantik mamah udah pulang, mau langsung makan siang?” tanyanya. Lia menggeleng cepat.

Rumah terasa sepi hari ini, “Gio mana mah?” tanyanya, tidak ada melihat kemunculan adiknya yang biasa sering menganggu nya.

“Tadi mamah suruh beli terasi, mau nyambel taunya terasinya habis. Kamu ganti baju dulu, terus istirahat bentar yaa. Jangan langsung tidur, perutnya di isi dulu.” Kata mamah nya, Lia sudah berjalan menaiki anak tangga. Menuju kamar untuk mengistirahatkan badannya sejenak.

Merebahkan badannya di kasur empuk kesayangannya. Ia melirik jam dinding, baru pukul dua siang. Karena baru hari pertama sekolah setelah libur yang panjang, tubuhnya seperti kurang bisa menerima banyak aktivitas baru.

Minggu depan sekolah baru mulai efektif. Selama satu minggu penuh, hanya pengenalan dan pembiasaan. Setidaknya Lia bisa menikmati waktu beberapa hari lagi sebelum tugas-tugas menyerang. Jika sudah belajar seperti biasa, kata istirahat harus segera di hapus di dalam kamusnya. Apalagi bermalas-malasan karena banyaknya tugas yang diberikan. Ditambah, Lia adalah siswa yang aktif. Ia ikut ekskul melukis dan menjadi bagian dari osis. Walaupun baru dilantik menjadi osis beberapa bulan sebelum kenaikan kelas sebelas, ia sudah mengemban banyak tugas.

Tidak mengapa, pikirnya. Ia senang melakukan itu. Agar lebih banyak pengalaman dan teman, dan yah lebih dekat dengan Rava. Niat awalnya bukan itu, tapi melihat Rava yang masuk organisasi osis, membuatnya semangat dan ikut mendaftar juga. Tenang saja, Lia profesional. Ia tidak melibatkan perasaannya saat mengerjakan semua kegiatan osis. Tapi sesekali memang curi pandang sih.

Ia memejamkan matanya sebentar, lalu terlelap dengan masih menggunakan seragam.

***

Itu Rava.
Ia berjalan masuk ke dalam rumah yang bisa di bilang cukup mewah. Cukup berbeda jauh dengan Lia, ah mengapa kita terus-terusan membahas Lia. Oh iya, Rava dan Lia tidak bertetangga lagi. Keluarganya sudah pindah rumah sejak beberapa bulan lalu.

Rava mengambil satu kaleng soda dari dalam kulkas di ruang makan keluarga, lalu menegaknya begitu saja. Ia cukup lelah berjalan dari pemberhentian bus ke rumah, karena pemberhentian bus hanya ada di depan komplek, sementara ia harus sedikit berjalan lagi untuk sampai ke rumah. Cuaca diluar sangat panas, keringatnya masih bercucuran.

Di siang hari seperti ini, rumahnya tampak sepi. Hanya ada tiga orang pembantu, tukang kebun, dan sopir dirumahnya. Ibunya——biasa sih Rava manggilnya bunda. Jangan terkejut, Rava memang sesayang itu dengan keluarganya. Kembali ke topik, bundanya seorang dokter hewan di salah satu klinik khusus hewan. Dan bekerja sedari pagi hingga pukul empat sore. Berarti sebentar lagi pulang, pikirnya.

Sementara ayahnya seorang Dosen di salah satu kampus swasta. Ayahnya lebib sering dirumah, karena dalam seminggu hanya empat kali mengajar. Itupun hanya memakan beberapa jam saja, tapi ayahnya juga punya bisnis di restoran. Makanya, kedua orangtua Rava terlihat sangat sibuk.

Mereka berdua sama-sama suka bekerja, tidak bisa diam di rumah. Rava mengerti hal itu, toh keduanya bekerja untuk mencukupi kebutuhannya juga. Ia senang, keluarganya sangar harmonis.

“Den Rava? Udah pulang ternyata. Kenapa gak panggil bibi? Biar bibi siapin makan dulu yaa, aden mandi aja dulu.” Itu Bi Indah, sejak sebelum Rava lahir, Bi Indah sudah bekerja dengan keluarganya.

STEP Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang