6. Malu dan Kesal

3 1 0
                                    

Aku menatap kedua lutut yang terasa sakit akibat jatuh. Hah, hari ini aku benar-benar sial. Saat jam pelajaran olahraga tadi tubuh mungil ini terhantam bola basket, tepat di bagian punggung. Hingga nahas, tubuhku tersungkur, lalu terjatuh dengan lutut yang pertama menghantam kerasnya lapangan basket. Begitu menyakitkan sampai aku mau menangis dan harus digendong ke UKS oleh Fahmi yang entah datang dari mana, karena Fahmi tidak sekelas denganku. Hingga akhirnya aku tahu saat terjatuh kebetulan Fahmi sedang melewati lapangan basket untuk ke ruang guru.

Aku mencoba berdiri dan melangkahkan kaki meninggalkan ruang UKS. Walaupun terasa sakit dan ngilu, tapi aku harus ke kelas. Aku tak mau hanya duduk sendiri di ruang UKS yang katanya cukup angker. Duh, ngebayanginnya aja membuat merinding. Aku berjalan perlahan sambil memegangi tembok, beberapa siswa yang kukenal menawarkan diri untuk membantu. Namun, aku menolak karena tidak ingin merepotkan. Tak apalah lagian jam istirahat masih lama. Walaupun jalannya pelan, asalkan selamat samapai tujuan.

"Mau dibantu," bisik seseorang tepat di belakang telinga yang sudah pasti itu adalah Rama.

"Gak usah," ucapku sangat pelan. Mungkin tak terdengar Rama karena dia berdiri di depanku dan mensejajarkan wajahnya dengan wajahku.

"Mau?" tanyanya lagi.

"Gau usah," ujarku kini agak keras. Membuat Rama mengangguk dan berdiri disebelahku.

"Ayu!" panggil seseorang dari arah lapangan dan saat ku lihat itu Lisi dan Fahmi. Mereka menghampiriku.

"Aku cari kamu ke UKS ternyata kamu disini," ucap Lisi sambil merangkul lenganku.

"Aku mau ke kelas,"

"Ya, udah, yuk aku bantu." Lisi membantu aku berjalan.

"Jalan kamu kayak nenek-nenek, Yu," ejek Fahmi sambil terkekeh. Mungkin melihat cara jalanku yang pelan.

"Ngeselin." Aku melirik kearah Fahmi dan melotot kepadanya. Saat ingin menjitak kepala Fahmi tiba-tiba tubuhku oleng dan hampir jatuh. Untung saja Rama sigap menangkapku. Jadi kayak adegan di sinetron, deh. Romantis saling pandang? Enggaklah.

"Bisa hati-hati, gak?" ucap Rama sambil membantuku berdiri sempurna.

"Bisa," ucapku kesal pada kedua cowok yang seakan tidak mengerti keaakitanku.

"Kalian itu, ya. Kaki Ayu kan sakit," ujar Lisi sambil kembali memegang lenganku.

"Sini biar aku saja yang bantu kamu, biar cepat sampai kelas," ujar Rama yang tiba-tiba menggendong tubuhku ala bridale style membuat aku kaget dan seketika menatap wajahnya tak percaya.

"Turunin, Ram!" Aku melotot padanya karena tak suka Rama seperti ini, tapi Rama tidak menghiraukan pelototan dan perkataanku.

"Lisi, Fahmi. Tolong aku!" teriakku pada kedua sejoli itu yang hanya cengengesan.

Sepanjang koridor aku minta Rama menurunkanku karena para siswa sangat memperhatikan kami, ada yang bersorak, ber-cie ria dan ada juga yang bersiul. Membuat aku menyembunyikan wajah didada Rama. Malu, sungguh malu dan kesal. Ingin rasanya aku menjitak kepala Rama keras-keras, tapi aku tidak mau dia tiba-tiba melepaskan tubuhku begitu saja.

"Turunin aku, Ram," kataku lagi kini sambil sedikit menggoyangkan tubuhku. Namun, Rama masih tak menghiraukannya.

"Ram, tu-" ucapanku terpotong saat Rama dengan sengaja mencium keningku. Membuat aku menatapnya dan terdiam.

Tentang Kau dan AkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang