"Berpura-pura tidak tahu itu kadang memang lebih baik."
.
.
.
***Sepulang sekolah Andi mengajak aku, Rama, Fajar, Noni, dan Feby mengerjakan tugas kelompok di rumahnya. Karena tugas itu harus selesai hari sabtu nanti. Namun, sayang seribu sayang yang niatnya mengerjakan tugas, malah asik nge-rujak bersama Yuli, kakak Feby yang membawa buah-buahan juga cemilan karena tahu bahwa ada teman-teman Feby di rumah Andi. Alhasil kejadian ngerujak tadi membuat raut wajah Rama kesal saat kami pulang dari rumah Andi. Karena menurutnya sudah buang-buang waktu saja.
"Ram, harus, ya, kita pulang lewat sini?" tanyaku yang berjalan di belakang Rama saat melewati jalan setapak yang di sebelahnya terdapat tanah kavling dan kebun singkong.
"Ini jalan pintas, biar cepat sampai, kalau lewat jalan utama jauh. Mana gak ada ojek lagi," ujar Rama sambil menatapku dan aku hanya terdiam mengikuti langkahnya.
Hari sudah sore sekitaran pukul empat. Suasana di jalan ini sangat sepi karena sepertinya tidak terlewati sepeda motor. Hanya bisa di lewati manusia saja dan mungkin jarang juga yang lewat sini.
"Ayu."
"Hmm."
"Kamu gak suka lihat aku senyum, ya?" tanya Rama tiba-tiba. Dia membahas tentang kejadian tadi di kelas. Membuat aku bingung harus berkata apa.
"Bukan gitu," ucapku mencari alasan.
"Terus."
"Aneh saja, dari pertama kita satu kelas kamu gak pernah tersenyum bahkan terlihat dingin dan tadi tiba-tiba kamu tersenyum membuat ...." Aku terdiam sejenak, tidak mungkin aku katakan kalau senyuman Rama membuat jantungku berdetak cepat.
"Membuat apa?" tanya Rama seperti penasaran.
"Membuat ... aneh. Ayo cepat keburu terlalu sore," ucapku mengalihkan pembicaraan sambil mendorong tubuh Rama pelan. Karena dia hanya berdiri dan tidak bergerak.
"Tunggu," ucapnya menghentikan doronganku.
"Apa?" tanyaku heran yang melihat Rama sedang mengamati sesuatu.
"Ada wanita," ucapnya lagi.
"Mana?" Kualihkan pandanganku ke arah pandangan Rama.
"Ini," tunjuk Rama tepat di keningku membuat aku menatapnya tajam dan dia hanya tersenyum.
Deg.
Lagi, jantungku berdetak cepat.
"Becanda," ucapku sambil menepis telunjuk Rama yang masih berada di keningku.
"Beneran, tuh," tunjuknya lagi kini mengarah ke pohon mangga yang ada di pinggir tanah kavling.
Aku menajamkan pandanganku ke arah pohon itu, tapi tak kulihat siapaun disana.
"Gak ada," omelku pada Rama.
"Ada, tuh. Wanita berambut panjang, pakai daster ibu hamil warna putih," ucapnya lagi, dan kini penjelasan Rama membuatku merinding.
"Bukan orang, ya?" tanyaku memastikan bahwa dari ciri-ciri yang Rama sebutkan tadi itu seperti bukan orang.
Benar saja, Rama nyengir memperlihatkan deretan gigi putihnya dan sambil mengangguk kepadaku. Sudah kuduga pasti yang Rama lihat itu sejenis Kuntilanak yang aku takuti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Kau dan Aku
Novela Juvenil"Luka yang membawa diriku kembali dekat dengannya. Luka juga yang membuat aku jauh darinya." -Ayunda Lestari-