• C04 - Watak •

17 3 12
                                    

Watak

"Akh, sial!" Pekikan itu sungguh terdengar frustasi, menggambarkan kondisi jiwa sang pemiliki pita suara. Entah kebimbangan sebesar apa yang kali ini menimpanya, yang terlihat hanya raut putus asa yang tidak ada ujungnya. "Bapak, baik-baik saja?" tanya seorang pejalan kaki yang tangannya malah ditepis oleh pria itu. Sebenarnya orang itu bukan pria pemabuk yang suka lupa jalan pulang ke rumahnya, tapi sekarang pria itu memang benar-benar tidak memiliki rumah untuk berteduh. Napasnya tersenggal-senggal sembari menyeret koper hitam di tangan kirinya. Tangan kanannya berusaha mencari ponsel pintar yang ia simpan di saku celana. "Ish, sial!" Sekali lagi, satu umpatan keluar dari mulutnya ketika melihat notifikasi bahwa kartu prabayarnya sudah habis. Akhirnya pria malang itu mampir ke konter terdekat untuk membeli kartu prabayar baru. Lagi pula, jika untuk membayar penginapan untuk malam ini pun uangnya tidak akan cukup.

Perjalanan masih berlanjut, kini otaknya sudah buntu tidak ada ide tersisa untuk hidupnya hari ini. Pria itu masih menyusuri jalan sembari melamun, sepertinya kepalanya penuh dengan teka-teki berat yang tidak dapat dipecahkan. Sepanjang hari setelah rumahnya disita oleh Bank karena hutang, pria itu terus menghubungi rekan-rekan bisnisnya. Berharap mereka mau memberi sedikit bantuan untuk pria itu. Namun, hampir seluruh rekannya berkata tidak bisa secara jelas, sisanya menolak dengan kata-kata halus. "Ish! apa bedanya? mereka sama saja tidak mau membantu!" Kini, tidak hanya putus asanya saja yang sampai di ubun-ubun, bahkan rasa marahnya sudah sampai pada klimaksnya.

Di tengah-tengah suasana hati yang kacau balau itu, pria itu mengingat satu nama yang mungkin akan jadi harapan terakhirnya. Segera tangannya mencari nama tersebut di kontak ponselnya. Beberapa menit kemudian panggilannya terhubung. "Halo, ini siapa?" suara orang di ujung sana terdengar.

"Halo, Ardi, ini aku Balin. Di, aku mau minta tolong-"

"Maaf Lin, aku sedang sibuk."

"Kalau besok, bisa? Nanti kutelpon lagi."

"Maaf, besok juga tidak bisa. Aku sibuk."

Sedetik kemudian panggilan terputus, respon Ardi sama dengan kebanyakan orang yang dihubungi Balin sejak siang tadi. Pada akhirnya, ada masa di mana yang tersisa hanya seorang hamba dan Tuhannya saja. Semua manusia bahkan yang terdekat pun akan menjauh, karena nggak semua hal baik datang dengan wujud yang baik pula. Kadang, hal baik juga dititipkan lewat hal terburuk yang terjadi dalam hidup kita.

•••

Cermin 'Watak'
Copyright © Bina, 2021.

Jangan ada plagiat di antara kita🐇

ISI KEPALA (KUMPULAN CERITA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang