Bagian Lima

12.1K 365 18
                                    

Jangan lupa vote❤️

Happy Reading!

.....

Brukk!

Suara sesuatu menghantam lantai terdengar nyaring ditempat yang sepi itu.

Aldrich melototkan matanya, refleks ia mengumpat keras. "OH SHIT!"

Cia yang memejam langsung membuka mata mendengar umpatan Aldrich. Ia meraba dirinya sendiri, tidak ada yang sakit, semuanya aman-aman saja. Bukan kah dirinya terjatuh? Pikirnya heran.

"Burung gue... Arghh sayang sakit!"

Gadis itu tersadar. Ternyata dirinya terduduk diatas tubuh Aldrich.

"Kakak kenapa?" Tanya Cia panik, apalagi suara Aldrich terdengar kesakitan.

"Arghh... Burung gue!" Erang Aldrich lagi.

Cia mengerjap polos, "Hah, burung?"

Rasanya Aldrich ingin memukul keras otak polos Cia menggunakan palu, bukannya beranjak malah diam saja.

Sumpah demi apapun sekarang asetnya sakit sekali. Bayangkan saja dari atas tadi Cia melompat, Aldrich yang belum siap tentu tidak bisa menangkap tubuh gadis itu. Alhasil Cia terjatuh ke tubuhnya lebih tepatnya terjatuh menduduki asetnya.

"Awas sayang! Burung gue Lo dudukin... Akhh sialan!"

"Burung apa sih kak? Cia gak ngerti. Emangnya kakak punya burung?"

Lelaki itu mencelos mendengar pertanyaan terakhir Cia. 'Emangnya kakak punya burung?' Sialan, Tentu saja punya! Burungnya itu gagah perkasa apalagi kalau siap tempur, Cianya saja yang tidak pernah melihat.

"Minggir dulu nanti gue kasih tau! Cepetan!" Cia langsung beralih ke pinggir Aldrich.

Aldrich bangun untuk duduk, ia kembali meringis ternyata bukan burungnya saja yang sakit tapi punggungnya juga.

Lalu menatap Cia berang, "Kan tadi gue udah bilang dalam hitungan ketiga baru Lo boleh lompat, tapi kenapa belum dua aja Lo udah lompat?!"

Cia menyengir tanpa dosa, "Tadi itu Cia berdoa dulu, berdoanya sambil merem tapi tubuh Cia kayaknya oleng gitu, daripada jungkir balik kebelakang jadi Cia langsung lompat aja deh ke kak Al, hehe..." Jelasnya.

Aldrich mendengus kasar, "Lihat nih gara-gara Lo punggung sama burung gue sakit! Akhh... tanggung jawab Lo!" Rintih Aldrich dengan mengelus bagian bawah perutnya.

Cia meringis melihatnya, ia jadi merasa bersalah gara-gara dirinya Aldrich terluka. Bahkan tak sadar kini kedua matanya sudah berkaca-kaca.

"Maaf-- maafin Cia. Cia gak sengaja, jangan marah-marah terus..." Cicitnya menunduk kebawah.

Aldrich terdiam sebentar. Bukan, bukan karena ia tertegun mendengar suara Cia yang hendak menangis, melainkan sedang berpikir untuk memanfaatkan situasi ini.

"Gue maafin tapi Lo harus tetap tanggung jawab."

Cia mendongak menatap Aldrich bingung,  "Tanggung jawab gimana?"

Aldrich menyeringai, "Gampang kok."  ia mendekatkan bibirnya pada telinga Cia, "Elusin burung gue..."

Inilah Aldrich, selain mesum lelaki yang sialnya tampan itu selalu mencari kesempatan dalam kesempitan. Bangsat emang.

"Burung apa sih kak? Dari tadi kak Al ngomongnya burung mulu, Cia gak paham bahkan gak tau! Burung Beo kah atau burung Pipit?" Keluhnya, tak lupa dengan pipi yang mengembung lucu.

ALCIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang