Bagian Dua

17.9K 447 21
                                    

Siang kini berganti dengan malam, saat ini Aldrich sedang mengomeli Cia layaknya seorang ayah yang memarahi anaknya. Gadis itu sudah menangis sedari tadi karena Aldrich mengomelinya tanpa henti, ditambah lagi dengan giginya yang sakit membuat Cia semakin menangis keras.

"Sakit...hiks..." Isak Cia seraya memegang pipi sebelah kanannya dimana giginya yang sakit.

"Syukurin!!" Sembur Aldrich kelewat kesal.

"Kok ngomongnya gitu sih...hiks.."

"Makanya kalau punya kuping tuh dengerin! Gue 'kan udah bilang kalau beli coklat sialan itu jangan banyak-banyak, cukup satu aja! Udah gitu malu-maluin lagi!" Omel Aldrich.

Bagaimana tidak emosi? Saat tadi siang Cia melanggar perjanjian. Perjanjian 'kan hanya 1 coklat tapi saat sampai di Mall, gadis itu memaksanya 5 coklat. Aldrich sudah menolak keras tapi Cia malah menangis meraung-raung, hal itu tentu membuat banyak pasang mata menatap kearahnya. Daripada dikira yang tidak-tidak lebih baik Aldrich mengiyakannya, itu pun dengan amat terpaksa. 

"Cia kangen sama coklat matcha, jadinya beli banyak..."

"Kangen coklatnya apa kangen sakit giginya?!" Sarkas Aldrich menatap tajam gadis yang duduk disebelahnya.

Cia menundukkan kepalanya, ia takut melihat wajah marah Aldrich, "Hiks...Kak Al galak..."

"Udah lah Al. Kasian gue liat Cia diomelin terus." Sela cowok yang duduk di sebrang Aldrich. Bimo, salah satu sahabat Aldrich.

Ya, saat ini di apartemen Aldrich bukan hanya ada cowok itu dan Cia saja, melainkan para sahabatnya juga ada. Bimo, Julian dan Lahar.

"Iya, betul tuh kata si Bibim. Daripada dimarahin mulu mending lo kelonin sono." Timpal Julian sembari memakan cemilan yang ada di meja.

Aldrich hanya menatap datar para sahabatnya, jika Cia sudah begini ia harus banyak-banyak bersabar dalam menghadapinya.

"Minum!" Ucap Aldrich setelah membuka obat pereda sakit gigi dan menyodorkannya kepada Cia.

Cia mendongkak, sedetik kemudian ia menggeleng cepat setelah melihat apa yang disodorkan Aldrich.
"Gak mau pahit."

"Minum!"

Cia tetap menggeleng, hal itu membuat Aldrich geram. "Mau sembuh enggak?"

Julian dan Bimo menatap Aldrich ngeri, mereka pastikan sebentar lagi emosi Aldrich akan meledak. Terlihat dari tatapan matanya yang tajam dengan tangan yg mengepal. Julian ingin menengahi tapi ia takut kena semburnya. Berbeda dengan Lahar, lelaki itu hanya menatap Aldrich datar tanpa ekspresi.

"Kalau punya mulut jawab!" Suara Aldrich mulai meninggi, ia sangat tidak suka jika ucapannya diabaikan apalagi oleh Cia.

"Hiks..."

"GUE BILANG JAWAB BUKAN MALAH NANGIS!!"

Bentakan Aldrich membuat semuanya tersentak kaget, bahkan Julian yang sedang memakan cemilan pun tersedak saking kagetnya.

"Uhukk uhukk air a–"

"DIAM!"

Julian menelan paksa makanan yang menyangkut di tenggorokannya, ia langsung terdiam ketika mendengar bentakan Aldrich. Apalagi mata tajamnya menatap ke arah Julian membuat lelaki berambut ikal itu gemetar di tempat. 

"Masih gak mau minum obat?" Tanya Aldrich dengan nada rendah.

"Oke terserah! Gue gak mau lagi ngurusin lo kalo gak nurut sama gue!" Ucap Aldrich dengan melempar kasar obatnya, kemudian berlalu meninggalkan ruangan itu.

ALCIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang