Pak Iwan masih termangu dengan sebungkus kecil biskuit di tangannya. Jangankan uang untuk membeli masker kain, pemasukan untuk belanja harian kebutuhan keluarga saja sudah membuat benaknya terseok-seok. Batuk motor standarnya semakin parah, sering mogok, sementara repetan penumpang sama sekali tidak memberi kesempatan. Pasrah, dibukanya sebungkus pengganjal perut pada pagi terik bertanah basah itu dengan duduk setengah bersila di atas armadanya.
"Pak, jangan lama-lama di luar ya ...."
Nasihat istrinya yang pengertian itu semakin menggelisahkan baginya. Sementara putri semata wayangnya yang baru masuk SMP sudah bisa berangkat ke sekolah sendiri karena kebijakan zonasi, peruntungannya untuk target pertama hari itu masih juga tidak berubah. Beberapa ibu yang melintas dan memandanginya terus dia tanyai, tetapi tidak ada satu pun yang berakhir diantar olehnya. Biskuit bulat berselai nanas itu kian terasa hambar di lidahnya.
***
"Bu Atik!"
"Eh, Bu Marni!" Kedua teman arisan berjilbab itu berpelukan.
"Aduh, Bu Marni, udah lama engga nampak!"
"Iya, Bu. Kemarin saya ngurus mertua, kena COVID."
"Oh iya, Bu?" Bu Atik terperangah. "Kok bisa?"
"Iya Bu, saya juga heran. Padahal mereka di rumah aja, engga ke mana-mana kayak saya ini loh," jelas Bu Marni sambil menurunkan masker kainnya hingga hanya menutupi mulut.
"Repot ya, Bu. Dengar-dengar rumah sakit juga pada penuh ...." keluh Bu Atik.
"Makanya Bu, ngeri juga ini. Untung mertua saya kemarin dapat kamar, malah ada komorbid lagi. Kata dokter, kalau sampai ditunda terus bisa-bisa engga tertolong."
"Ya ampun ...." Bu Atik geleng-geleng kepala. "Ya, kita mah, di sini-sini ajalah, kan? Anak saya ngajakin ke mana-mana, saya bilang engga-engga. Bahaya, kalian aja yang ke sini kalau mau." Mereka mulai mengobrol mengenai beragam masalah rumah tangga sambil berjalan bersisian.
"Oh ya Bu. Warungnya Bu Kadir tutup terus, ya." Bu Marni memastikan.
"Semalam buka kok, Bu, tapi memang yang jualin anaknya. Katanya mamanya batuk."
"Ih, nanti malah kena itu lagi ...."
"Eh, jangan suuzan dulu Bu ...." Bu Atik mengingatkan. "Mana tau batuk biasa."
"Bu." Terdengar seseorang memanggil dari jarak yang tidak jauh.
"Pak Iwan!" Kedua ibu-ibu itu kompak berseru.
"Aduh Bu, tolong maskernya dipake yang benar. Musim pandemi ini," ujar Pak Iwan.
"Ah, Pak Iwan ...." sergah Bu Marni. "Sesak."
"Ini kan deket aja toh, Pak." Bu Atik yang tidak mengenakan masker ikut membantah. Pak Iwan berdecak. "Penyakitnya ini udah ga kenal orang, ga kenal waktu. Ayo Bu, mumpung ada maskernya. Sayang duitnya itu, biar negara kita cepat merdeka dari kepusingan ini."
"Bisa aja, Pak Iwan. Duluan yo." Mereka berdua lekas meninggalkan Pak Iwan yang masih setia menanti dengan senyum tipis. Sebuah tindakan sederhananya yang berangkat dari kepedulian bisa membawa perubahan berarti.
#ChallengePenaHarapan #Kemerdekaan #Cermin #Day03
KAMU SEDANG MEMBACA
Challenge Pena Harapan
De TodoBeragam tema, beragam jenis tulisan (?) Hanya untuk bersenang-senang