1. The Beginning

61 10 2
                                    

Seperti biasa, hari Senin merupakan hari yang dikeluhkan banyak orang, tapi tidak bagi cewek berambut sebahu itu, dia sengaja bangun lebih pagi dari teman-temannya dan berangkat lebih awal ke sekolah karena ingin menggunakan sepatu sahabatnya 'lagi' ke sekolah. Seperti biasa, dia akan beralasan lupa mencuci sepatunya karena kemarin dia pergi ke pusat kota untuk membeli barang-barang.

"SALWA! Lo pake sepatu gue lagi ya?!"

Hampir pukul tujuh didepan pintu kelas, seorang perempuan rambut panjang berkuncir satu melangkah tergesa menuju sebuah bangku yang telah di duduki seseorang yang sedang memainkan ponselnya dan berkata sembari menunjuk.

Melihat itu, Salwa si pelaku yang memakai sepatu temannya ke sekolah menengadah melihat temannya yang marah lalu menyimpan ponselnya di meja dan melipat tangannya di dada.

"Aduh Riska bisa gak sih kelakuan bar-bar lo dikurangin dikit? Makin hari makin bar-bar aja." Salwa mencibir dan dengan santai dia menyodorkan beberapa bungkus makanan ringan yang dikeluarkan dari tasnya lalu dia menyelipkan sebagian rambutnya kebelakang telinga.

Salwa sudah memprediksi hal ini dan sudah menyiapkan solusinya, "Impas, kan kita?" tanya nya dengan santai. Yang ditanya pun mengangguk dan duduk dibangkunya dengan tenang.

"Gitu dong! Ini baru namanya simbiosis mutualisme," ucap Riska sembari membuka buku.

"Aduh, harus lanjut ngafalin lagi nih." Riska lanjut bergumam sambil memasukan makanan ringan ke mulutnya.

Salwa tersenyum bangga setelah bisa meredakan kebar-baran sahabatnya, tapi senyumnya luntur ketika dia mendengar gumaman Riska yang terlihat sedang menghafal rumus di buku matematika.

"Hari ini ada ulangan?!" Tanya Salwa kaget, pasalnya Riska tidak mungkin secara sukarela belajar di pagi hari, apalagi pelajaran matematika. Salwa menaruh tangannya diatas buku agar menghalangi Riska yang hendak membaca.

"Dibilangin dari semalem kali Sal." Itu suara Rifani.

"Mau denger gimana orang yang dikasih tau udah merem duluan?" Ucap Sindy menimpali, dia baru datang bersama Rifani.

Salwa yang mendengar itu pun lalu merutuki dirinya sendiri dan mulai membuka bukunya, tapi jarum pendek jam sudah mengarah ke angka tujuh diiringi bel berbunyi dan petugas keamanan upacara sudah datang ke kelasnya untuk mengingatkan bahwa upacara akan dimulai. Tidak ada yang bisa dia lakukan, membawa buku saat upacara pun pasti akan ketahuan oleh para petugas keamanan. Akhirnya yang bisa dia lakukan hanya menggigit bibir bawahnya dan turun menuju lapangan upacara.

***

Walaupun saat upacara dia curi-curi waktu untuk menghapalkan beberapa rumus dibantu oleh sahabatnya, tetapi tetap saja dia lupa caranya saat ulangan dimulai. Dia juga tak sempat menghapal sehabis upacara karena sesaat dia telah kembali ke kelas, Bu Tuti sudah ada dimejanya dan bersiap akan memulai ujian.

Setelah selesai ujian, mereka pergi ke kantin karena jam istirahat pertama sudah dimulai. Sepanjang jalan ke kantin Salwa tak henti-hentinya merenggut karena ditegur Bu Tuti sebab nilai latihan matematika minggu kemarin anjlok. Bukan tanpa alasan, dia harus bolak-balik menuju rumah sakit karena penyakit ibunya kambuh dan mengharuskannya bergantian berjaga di rumah sakit.

"udah kali Sal, kalo kedengeran sama orangnya nanti lo bisa dihukum sama dia." Riska menggait leher Salwa.

"Yeu dia-dia, lo juga gak sopan kali Ris manggil guru pake sebutan dia." Sindy berseloroh tanpa melihat Riska, dia sibuk mem-buffer kukunya.

"Dih diem lo pendek, gak ada orangnya juga kok." Riska membalas.

"Heh kata siapa gue pendek? Noh si Salwa lebih pendek tau." Sindy merenggut, dia tidak terima disebut pendek.

Hai, Luka!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang