Yolanda kembali ke apartemennya dengan perasaan yang bercampur aduk; antara marah, benci, dan perasaan-perasaan yang tak bisa dia jabarkan. Dia dan Arash berpisah saat mereka turun dari pesawat. Yolanda kembali ke apartemen lamanya sedangkan Arash menyewa sebuah kamar VVIP di Ritz Charlton, Kuningan.
Yolanda menaruh barang-barangnya di pojok ruangan lalu menjatuhkan tubuhnya di ranjang, belum sempat melepaskan pakaiannya apalagi mandi dia telah tertidur dan baru bangun ketika pagi telah datang kembali.
Dia bergegas, hari itu adalah hari pertamanya datang ke kantor setelah masa pernikahan yang melelahkan. Yolanda dengan cepat bersiap-siap berangkat, dia tak ingin memberikan kesan dan contoh yang buruk kepada para karyawannya.
Dengan mengenakan casaque berwarna dark-khaki yang menutupi pinggulnya, blus yang terkenal di tahun 20-an itu tampak serasi dengan straight skirt warna coklat tua yang berpotongan lurus dari pinggang hingga ke atas lututnya. Setelah selesai memadu padankan pakaian dia menyisir rambutnya kemudian mengikatnya ikat kuda kemudian memoles wajahnya dengan bedak, blush on peach, eyeshadow brown, dan lispstik nude.
Setengah jam kemudian dia menstop taksi sebab mobilnya masih di sita sang daddy. Tas berwarna coklat muda bermerk Channel itu bergetar ketika terdengar suara dering ponselnya.
“Halo.” Suara Sidka yang terdengar gugup membuat hatinya was-was. “Sidka?”
“Suamimu, Mr. Wailmar dia berkelahi dengan seorang pria di lobi.” Sidka memberitahukan kepada Yol tentang apa yang terjadi di kantor.
“Apa? Bagaimana dia membuat keributan pagi-pagi begini. Aku sedang di perjalanan, 15 menit lagi akan tiba disana.”
“Pria itu…” Sidka seperti mengambil jeda sebelum memberi tahu.
“Apa?” Yolanda tidak sabar.
“Mr. Wailmar memukuli Adrian.” ucapan Sidka seketika membuat Yolanda tercenggang.
“A-apa?” Yolanda tersentak, pikirannya kalut. “Bagaimana hal itu bisa terjadi?”
“Mereka terlibat cek-cok ketika Adrian, ketika pacarmu itu menerobos satpam…aku tidak mengerti bagaimana…”
“Bagaimana Adrian sampai nekat datang ke kantor?”
“Apa kalian belum bertemu?” tanya balik Sidka.
“Aku bahkan tak bisa menghubunginya.” jelas Yolanda.
“Ini gawat sekali. Adrian dibawa…” lapornya.
“Tenangkan dirimu Sid! Aku akan segera datang kesana. 15 menit lagi, sebisanya selesaikan masalah ini!” Yolanda begitu gusar.
Yolanda setengah berlari ketika ia turun dari taksi, dia bahkan tak menjawab sapaan dari karyawan-karyawannya. Kerusuhan apa yang telah di lakukan Arash sepagi ini, dia telah diluar batas, pikirnya.
Dipikiran Yolanda hanya ada satu fokus tujuan, mendatangi Arash dan meminta keterangan darinya. Dengan penuh ketidak sabaran Yolanda menuju kantor baru yang telah ia siapkan atas bantuan Sidka khusus untuk Arash.
Dengan kasar dia membuka pintu dan memanggil Arash dengan suara yang tinggi dan penuh amarah, “Arraash!” alangkah terkejutnya ia melihat beberapa dewan telah berkumpul dalam rapat bersama Arash. Mereka terlihat sedang membicarakan sesuatu. “Datang ke ruanganku, ada yang ingin kubicarakan padaku!” seperti seorang bos yang telah mendapati karyawannya berbuat salah, dia berbalik dan meninggalkan orang-orang dalam ruangan itu. Orang-orang terlihat tegang melihat kemarahan Yolanda namun tidak untuk Arash, ia malah terlihat tenang-tenang saja.
Beberapa menit kemudian Arash masuk ke ruangan Yolanda bersama Sidka yang membukakan pintu untuknya, Yolanda yang sedang memandang keluar jendela membalik posisi kursinya dan langsung menghadap kearah mereka. Seperti seorang bos besar yang berkuasa, Yolanda berdiri dan meletakkan ballpaint yang dari tadi dia pegang ke meja dengan perasaan yang tak terkendali.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Forced Marriage
RomansYolanda Idris, seorang wanita mandiri yang ambisius, di usianya yang begitu muda telah berhasil mendirikan tiga perusahaannya dan menamatkan pendidikan S2nya. Dia cantik, kaya, dan pewaris perusahaan Idris corp yang terdaftar sebagai lima besar peru...