Bab 9

185K 3.5K 85
                                    

Mobil Avansa marun Sidka yang masih kredit berjalan pelan menuju ke apartemen Adrian di bilangan Ampera, Jakarta. Yolanda yang tak sabar melihat cara mengemudi Sidka yang pelan-pelan asal selamat itu menjadi tekanan batin tersendiri untuk dirinya.

“Biar aku saja yang mengemudi!” Seru Yolanda. Yolanda sangat tahu betapa patuhnya Sidka menanti seluruh rambu-rambu jalan dan bahkan ia tak pernah mendahului mobil yang berada di depannya dan tak jarang dia mempersilahkan pengendara lain untuk mendahuluinya. “Aduh Sid, kalau kamu menyetir dengan gaya siput seperti ini, sampai di apartemen Adrian aku sudah kena psikotik akut,” keluhnya stress.

“Yo sayang, seseorang yang terkena goncangan jiwa tidak diperbolehkan menyetir, itu demi keselamatan kita.”

“Tapi kami kan bisa menyetir lebih cepat dari ini.” Keluhnya.

“Ingat Yo, keselamatan itu lebih penting dari kecepatan untuk sampai di tempat tujuan.”

Yolanda mengusap frustasi keningnya melihat prilaku sahabatnya itu, “terserah kamu sajalah.”

“Nah begitu dong!” serunya riang tanpa dosa.

Hampir 40 menit kemudian mereka tiba di kawasan mewah apartemen di bilangan kuningan tersebut. Yolanda bergegas meloncat keluar dari mobil dan berlari ke apartemen Adrian.

“Aku menunggu saja di mobil,” ucap Sidka penuh pengertian.

Dengan langkah yang tidak sabar Yolanda menekan kunci kombinasi pintu apartemen Adrian, dia dengan perlahan memutar pintu apartemen itu dan masuk. Pertama kali yang dia tangkap adalah suara tak asing yang berdering di telinganya. Dia menatap nanar kekasihnya yang semakin lama semakin kabur karena berbayang air matanya yang tiba-tiba penuh.

“Adrian,” sebutnya dengan gemetar.

Pria yang di panggil namanya tersebut merasa seperti tersengat listrik dan kontan melepaskan hisapan mulutnya di dada seorang wanita yang Yolanda kenal sebagai sepupu Adrian. Adrian mematung dan wanita itu pun terkejut setengah mati melihat kehadiran Yolanda.

“Nasya, Adrian. Kalian?”

“Sayang, aku bisa menjelaskan semua ini.” Adrian turun dari ranjang sesegera mungkin.

“Semuanya telah jelas di mataku Ad, apalagi yang ingin kau jelaskan?” tiba-tiba emosi Yolanda memuncak, “bajingan kau Adrian!” dorongnya pada Adrian yang mendekatinya, “jangan sentuh aku dengan tubuh kotormu!”

“Sayang,” Nasya yang sudah mengenakan kaos pendek Adrian membantu pria itu berdiri. Dia memandang Yolanda dengan penuh amarah, “jangan sebut kekasihku bajingan.”

“Diam kau wanita perebut kekasih orang!” tudingnya.

“Apa? Kau sebut aku apa? Perebut?” Nasya melipat tangan ke dadanya, “bukan aku yang perebut kekasih orang, kamu wanita murahan yang tidur dengan kekasih orang. Kamu tahu aku dan Adrian sudah berpacaran lebih dari 14 tahun!”

Yolanda melotot, “apa maksudnya Ad?”

“Sudahlah sayang, jelaskan pada wanita yang tidak memberikan keuntungan apapun kepada kita ini. Bukankah kamu tak punya kesempatan lagi untuk menguasai hartanya!” celoteh Nasya.

“Harta?” dia menatap pahit Adrian.

Nasya menjelaskan kemudian, “Adrian mendekatimu hanya menginginkan seluruh hartamu, kami pikir setelah Adrian menikah denganmu lalu kami bisa hidup bergelimah harta bersama, tentunya setelah menendangmu dari kehidupan kami.”

“Hentikan kebohongan ini, katakan padaku bahwa semua itu hanya kebohongan Ad!” dia memilih meminta penjelasan pada Adrian.

Adrian menatap Yolanda dan mendekat kearah Nasya. “Memang begitulah rencana kami, aku mendekatimu hanya menginginkan perusahaanmu lalu setelah aku menguasai hartamu kamu akan kuceraikan. kemudian barulah aku akan menikah dengan Nasya.”

The Forced MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang