Bab 2

206K 3.5K 25
                                    

Hari yang panjang bagi Yolanda di balik meja kerjanya. Dia memutar-mutar bulpen berwarna silver mewahnya di tangan. Itu adalah Ballpaint Parker Premium seri IM, seharga dua juta lebih yang di hadiahkan Adrian untuknya. Ia menatap benda runcing itu seolah seperti melihat belati yang menusuk-nusuk hatinya hingga berdarah-darah. Dia semakin frustasi belakangan ini, terlebih melihat kenyataan bahwa keputusan Daddynya tak ada tanda-tanda digoyah apalagi dibatalkan, bahkan menurut informasi curian yang dia dapat dari para pelayannya-tentunya, setelah dia mengancam mereka, bahwa rencana pernikahannya akan dipercepat dan di langsungkan bulan depan. Dan alangkah lebih terkejutnya ia setelah tahu bahwa rencana pernikahannya itu telah menjadi kesepakatan antara Idris dan Wailmar lebih dari empat tahun yang lalu. Walaupun dia sudah menduga ya, tapi tetap saja dia terkejut.

"Cantik-cantik kok bengong Non." Suara itu mengejutkan Yolanda, membuat gadis itu mengangkat dagunya. Dia menatap lurus kearah sekertarisnya dengan muka cemberut. "Pagi-pagi sudah cemberut," godanya namun yang digoda malah acuh dan langsung menandatangani dokumen yang dibawakan oleh sekertarisnya itu dengan cepat, seolah tanpa memeriksanya terlebih dahulu dengan cermat seperti kebiasaan Yolanda selama ini. "Kalau kamu seperti itu terus, kamu akan kurus kemudian sakit-sakitan seperti seorang nenek tua, saat itu siapapun tidak akan ada yang mau menikah denganmu." Yolanda mendelik kearah sekertarisnya.

"Sidka...." Panggil Yolanda dengan keras.

"Iya Yolan-da," dengan genitnya Sidka menjawab.

"Tutup mulutmu yang pedas itu dan keluar dari ruanganku!" ancam Yolan tapi Sidka yang telah mengenal sahabatnya lebih dari lima tahun itu hanya berdiri terpaku bahkan kini ia melipat kedua tangannya di dada. Dia seperti menunggu Yolanda menyemprotkan semua kata-katanya.

"Bawa keluar mulut busukmu itu Sidka dan jangan ikut campur urusanku! Kamu tahu betapa rumitnya hidupku belakangan ini. Kedua orangtuaku bertindak seolah mereka adalah Tuhan dalam hidupku. Aku bukan anak kecil yang perlu mereka dikte dan mereka pilihkan jalan mana yang akan aku jalani kelak." Sidka memutar bola matanya dan Yolanda berbicara tanpa titik koma. "Dan yang lebih parahnya lagi, Adrian ditendang entah kemana oleh Daddy." dia curhat di tengah kemarahannya.

"Dia pergi ke Batam untuk menemui seorang..." Sidka memberikan informasi kemana perginya Adrian.

Potong Yolanda dengan cepat dan terheran, "selama tiga tahun Adrian kerja di perusahaan ini, dia tidak pernah sekalipun dia ditugaskan keluar dari perusahaan ini.

"Adrian akan dapat promosi dan naik jabatan." Sidka menjelaskan.

"Itu semua hanya taktik Daddy dan kaki tangannya untuk menyingkirkan Adrian dariku. Sungguh licik dan cerdas bukan kedua orang tuaku itu? Setelah keberhasilan mereka dalam menyembunyikan rencana perjodohan gila ini selama hampir lima tahun, kamu tahu Sid, li-ma ta-hun. Bayangkan Sid!" tudungnya.

Sidka hanya mengangkat pundaknya dan menunggu kata-kata yang akan keluar dari mulut Yolanda tapi gadis itu seperti menelan semua kata-kata yang menyangkut di tengorokannya, detik-detik kemudian ia diam. Sidka memandang bingung, merasa bahwa sahabatnya itu bersikap diluar kebiasaannya. Dia mengenal Yolanda, seperti mengenal dirinya sendiri. Dia tahu bahwa apa yang dihadapi Yolanda saat ini begitu berat dan sangat menganggunya.

"Mari ke Starsbuck dan memesan secangkir Moccalatte kesukaan kita sambil mengoda pelayan ingusan di sana," tawar Sidka.

"Kurasa aku memang membutuhkan itu tapi tidak termasuk 'sambil mengoda pelayan ingusan disana', kalau hal itu kamu saja yang melakukannya. Mengerti?" Dia berdiri dan mengikuti Sidka pergi.

"Terserah kamu saja!" Sidka pergi mendahului Yolanda.

000

"Kamu begitu sulit di hubungi!" Keluh Yolanda begitu dia berhasil menemui Adrian sore itu. Entah bagaimana caranya dia berhasil menemukan Adrian dan muncul tiba-tiba di apartemen baru Adrian. "Berhentilah lari dariku seperti seorang remaja labil. Bertatap mukalah denganku secara gentlemen!" Yolanda marah dan melipat tanganya. "Kamu kira aku...sejak kejadian di pesta itu kamu menghilang seperti tersapu tsunami. Kamu tak memperdulikan betapa kerasnya aku mencarimu," katanya benar-benar sedih.

The Forced MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang