Menangis

208 19 0
                                    

Jaehyun menangis, tersendu di sudut kamar. Dia tak menyangka bahwa semua akan menjadi seperti ini.

Padahal, baru saja dia merasakan cinta tulus yang tak bisa dia dapatkan dari tunangannya. Tapi dia sadar, satu hati tak bisa dihuni dua cinta dalam waktu yang bersamaan.

"maafkan aku, beom. Tidak ada sedikit pun niatku untuk menyakiti kamu. Aku juga sangat mencintai kamu jibeom, tapi cinta begitu jahat pada kita. Dia datang di saat yang tidak tepat." desah jaehyun disertai isaknya dan membenamkan wajahnya pada bantal.

Perlahan, jaehyun menelentangkan badannya dan memandang langit-langit kamar. "betapa baiknya jibeom. Bahkan dia..." jaehyun tak mampu meneruskan kata-katanya. Selanjutnya, air mata yang bicara.

🌈🌈🌈

Berbeda dengan jibeom di sana, di sebuah bangunan tanpa dinding di halaman belakang rumah.

Jibeom mencurahkan semua rasa dukanya dengan meracik warna-warni cat lukis yang dia goreskan pada kanvas. Cinta tanpa muara, mungkin itu judul yang cocok untuk lukisannya. Meskipun air matanya terus bergulir, namun tak sedikit pun keluar suara dari bibirnya.

Warna-warni cat itu tergores begitu saja. Tanpa rencana, tak ada rekayasa. Tangannya bergerak bebas mengikuti ke mana kuas membawanya. Sesuai kata hatinya. Kantuk menjauh dari sepasang mata nan sembap. Angin tak mampu menangkap tubuhnya.

Malam kian larut. Sebuah lukisan bayangan hitam tengah berjalan di gurun pasir, selesai hanya dalam waktu setengah malam. Jibeom melempar kuas, dan ternyata cipratan cat dari kuas itu menjadikan lukisan semakin terlihat natural. Lukisan itu seolah ingin mengatakan bahwa perjalanan untuk mendapatkan cinta tak mudah.

Saat fajar merekah, barulah jibeom merasakan tubuhnya sangat lelah. Diempaskan badannya pada kasur lalu terpejam dan terlelap.

🌈🌈🌈

Rasanya baru semenit, jibeom tertidur. Tapi ketika merasakan sentuhan lembut di kepalanya, dia mulai membuka mata. Sampingnya, duduk ibunya yang tak henti mengelus-elus kepala jibeom.

"bangun, sayang!" Lirih Ny. Kim

Jibeom membuka mata kembali, tapi tak segera bangkit. Tubuhnya terasa sangat lemah. Ditatapnya wajah teduh sang ibu dengan mata sayu, lalu mencoba tersenyum.

"bangun dulu, nak! Sarapan, lalu lanjutkan tidurnya! Kamu demam?"

"jam berapa ini, eomma?" jibeom malah menanyakan jam. Ny. Kim tersenyum sambil tak henti mengusap-usap kepala putranya. "sudah jam 10. Cuma langit agak mendung. Biasa, musim hujan."

"astaga, jibeom ada janji sama penerbit, ma." jibeom segera bangkit dan duduk. Menggerakan-gerakan kepala ke kiri dan kanan mencoba menghilangkan kaku pada leher.

"jam berapa janjinya?"

"jam 8, ma. Mereka pasti kecewa sama jibeom" jibeom tampak cemas. Dia memang paling tidak mau membuat orang lain kecewa.

"kamu bisa minta maaf nanti." Ny. Kim memberi solusi.

Jibeom terdiam. Dia merasa menyesal kenapa begitu terhanyut dalam kesedihan. "ah, kacau semua!" gumamnya. Dia segera merogoh saku celana, mengambil ponsel. Ternyata ponselnya mati.

"sudahlah, nak. Kamu bisa telpon nanti. Kesehatanmu lebih utama." nasihat Ny. Kim.

"tapi ini novel ketiga jibeom, eomma. Takutnya mereka membatalkan penerbitan novel itu." sahut jibeom penuh penyesalan.

Why This Painful | BeomBong/BongBeomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang