Prolog

3 1 0
                                    

Ugh ...

Aku langsung bangkit setelah menyadari diriku terbaring di rerumputan antah berantah.

Eh? Dimana ini?

Memandangi sekitar dengan air muka keheranan, aku mencoba melangkah meski ragu. Tempat ini asing, namun rasanya malah menenangkan, tapi tetap tak ada jaminan aku akan terhindar dari jebakan di tiap langkahku di sini.

Masih dengan sangat kebingungan, aku mendapati sebuah pohon besar yang kupikir dia muncul begitu saja. Sangat rindang, tapi tak memberi kesan mistis, aku mendekat karena sangat tertarik.

"Ini bukan beringin," aku menggumam. Ini jenis pohon yang belum pernah kuketahui. Sepertinya tak mematikan. Aku mendekat lebih.

Dari bawah pohon aku berbalik dan memandangi luasnya tempat ini. Pasti alam baka, aku mengira demikian, hingga aku mendengar suara gemerisik di sisi lain pohon, aku mencoba memeriksa.

Sulit dipercaya, aku mendapati seorang manusia, kupikir hanya aku yang ada di sini. Dia laki-laki dewasa yang bersandar dengan mata terpejam sambil kakinya bergerak-gerak menyapu guguran daun kering. Dia seperti mengigau.

Aku tak langsung menghampirinya, namun dia menoleh padaku ketika aku mengamatinya, semua terjadi dengan cepat dan dia masih terpejam!

Sebuah suara mengagetkanku, "Hai!" tiba-tiba ada seseorang di belakangku.

"Haaaaa." Aku hampir terjungkal karena terkejut, teriakanku juga spontan membangunkan laki-laki yang sedang bersandar tadi. "Ha? Ha? Ada apa?" Dia gelagapan karena kaget dengan teriakanku barusan.

Sementara aku memerhatikan gadis muda yang tersenyum lebar, dia lah yang mengagetkanku tadi. Entah kapan dia berada di sini.  Wajahnya menawan dengan kesan ramah dibuat oleh senyumannya.

"Kaget?" kata gadis itu.

"Eh? Dimana gue?" ucap laki-laki malang tadi yang langsung membuatku menoleh padanya. Dia langsung bangkit berdiri, menatapku dan gadis itu heran.

"Maaf," kataku pelan, bersalah karena membangunkannya.

Aku masih tak mengerti dengan keadaan ini. Sulit membacanya. Aku tak tahu dimana aku berada sekarang, dan lalu dua orang ini, serta apa yang terjadi padaku sebelum berada di sini aku sama sekali tak tahu.

Aku sedikit mundur ketika gadis muda itu mendekat. Baiklah, senyum manisnya yang tanpa henti itu mulai membuatku khawatir.

"Nama Saya Oliv, itu nama samaran, sih. Tapi kalian bisa memanggil Saya begitu," dia memperkenalkan diri. "Saya adalah pemandu perjalanan waktu kalian."

"Pe-perjalanan waktu?" beo pria di sebelahku, sama bingungnya denganku. "Apa maksudnya?"

Oliv menampakkan senyumnya, kali ini lebih lebar dan lebih mengkhawatirkan.

"Kalian berdua mengalami hidup yang berat, tapi untunglah kalian berdua diberi kesempatan. Berterimakasihlah pada Tuhan karena telah memberi kalian kesempatan untuk memperbaiki kesalahan di masa lalu."

Oh, ini semakin rumit. Mimpi kali ini berat sekali. Alam baka? Perjalanan waktu? 

"Ini bukan mimpi, Dhito," gadis itu menyebut namaku.

"K-kau tau namaku?" tanyaku.

Oliv mengangguk. Dia menghentikan senyumannya. Lelah juga kalau harus mempertahankan tampilan itu.

"Saya adalah 'mahkhluk' istimewa dengan kecerdasan tinggi dari masa depan. Saya merupakan generasi pertama kecerdasan buatan tingkat tinggi yang diadaptasi berdasarkan sifat-sifat manusia," jelasnya.

"Tampilan ini hanya rekayasa. Wujud asli Saya sangat berbeda dengan yang sekarang ini."

Terlihat pria di sampingku menyambut penjelasan itu dengan penuh kekaguman. Tapi tidak denganku. Pernyataan super fiksi itu benar-benar menolak logika.

Kecerdasan buatan yang menyerupai manusia? Dia harusnya sudah binasa karena mencoba menyetarai Tuhan, itu kalau memang benar dia adalah kecerdasan buatan. Tapi fakta bahwa aku berada di tempat aneh yang tampak nyata ini dan Oliv yang mengetahui namaku membuat pikiranku terusik. Apakah dia sempat menggeledah identitasku? Oh iya, aku saat ini masih mengenakan kemeja hitam yang kupakai terakhir kali. Astaga, aku bahkan ingat pakaian terakhir yang kupakai tapi aku tak bisa mengingat bagaimana aku bisa ke sini.

"Dan kamu, Aran ..." Oliv beralih pada pria di sampingku. Ternyata namanya Aran, nama yang bagus. "Kamu bisa kembali duduk bersandar di pohon ini seperti tadi."

Aran terheran. "Kenapa?"

"Dengan begitu kesadaranmu akan hilang."

Wajah pria itu tegang seketika. "Tapi kenapa? Kalian mau ninggalin gue?" tuduhnya.

"Ada yang harus Saya bincangkan sama Dhito dan itu rahasia. Kalau sudah selesai, kemudian giliran Dhito yang tak sadarkan diri dan Saya akan membincangkan sesuatu ke kamu."

Tak menunggu lama, pria tersebut langsung duduk terkulai tak sadarkan diri -berbeda dengan yang Oliv katakan kalau dia harus bersandar dulu di pohon baru pingsan. Aku bahkan tak sempat mencerna apa yang terjadi ketika Oliv terbang mendekat lalu memelukku, selendangnya menutupi kepalaku.

Saat itu Oliv mengatakan sesuatu yang benar-benar mengagetkanku.

Saat itu Oliv mengatakan sesuatu yang benar-benar mengagetkanku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hai hai hai, kalian semua :)

Sedikit info soal naskah ini, Backward adalah novel romantis dengan premis perbaikan masa lalu untuk mensejahterakan masa depan!!!

Orang-orang punya banyak penyesalan ketika dewasa, "Kenapa aku gak begini ketika muda?", "Kenapa aku gak milih itu aja waktu itu?" Dan itu bener-bener bikin frustasi.

Dua tokoh utama di sini mengalami hal demikian. Mereka menyesali usia dewasa mereka yang seharusnya menuai kesuksesan dan kebahagiaan malah melarat karena keputusan yang mereka ambil di masa lalu.

Pantengin terus, ya. Semoga kita semua selalu memilih yang terbaik!!!

Salam,

Temui aku di;

Temui aku di;

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
BackwardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang