3. Yang Lain

63 13 7
                                    

"Jen, Bangun!"

Sebuah kaleng minuman bersoda melayang di udara kemudian berhasil mendarat tepat diatas kepala yang dipanggil. Jeno bangun dari tidur pendeknya dan mengaduh kecil.

"Banguninnya yang manusiawi dong!"

"Ya lo minta diajarin buat tugas malah molor," protes Juni sementara dalang asli dari pelemparan kaleng—Chandra, hanya diam berpura-pura tak tahu.

Mereka ber-tujuh kini tengah berkumpul di kediaman keluarga Jeno. Jeno, Ghanim, Malik, Chandrama, Juni, Leo dan Jiro telah berjanji untuk bekerjasama dalam menyelesaikan tugas yang baru saja diberikan di kelas mekanika bahan tadi.

"Kayanya gue bukan orang indo deh. Ini bahasa indonesia tapi gak ada yang gue ngerti," keluh Jiro sembari menatap nanar pada lembaran tugasnya yang belum menemukan titik terang.

"Elah, ini mah angka semua. Mirip bahasa alien," tambah Chandra yang sama tidak mengertinya.

"Apa minta tolong joki aja ya?" Leo yang sedari diam dan bermain dengan ponselnya kini angkat bicara. Ia mengangkat ponselnya dan memperlihatkan isi layar ponselnya ke seluruh temannya.

Ternyata diam dari tadi tuh nyari joki.

"Liat guys, banyak ternyata di twitter. Harganya masih masuk akal lah."

Mendengar belum ada jalan keluar yang ditemukan teman-temannya, Jeno menutup buku teori tebalnya dan kembali menjadikannya sebagai bantalan untuk tidur.

"Bentar dah, gua coba tanya anak kelas lain. Siapa tau udah ada yang selese."

Ghanim mengambil ponsel dari saku celananya, kemudian mengetikkan pesan singkat kepada beberapa kenalannya guna meminta bantuan. Chandra yang memang pada dasarnya selalu agak berlebihan dalam bertingkah, langsung berdiri menegakkan dirinya dan memberikan Ghanim tepuk tangan yang meriah bak sedang dalam award show.

"Beuh, akhirnya! Seseorang dengan kelakuan yang berguna! Apaan kalian semua makan terus gak nyari solusi."

"Kayanya lo yang ngabisin makanan paling banyak deh, Chan. Liat sebelah lo tuh!"

Malik menunjuk tumpukkan bungkus makanan ringan di sekeliling Chandrama. Membuat semua yang melihat langsung berikan gelengan tak percaya untuk lelaki yang kini sudah meringis tak bersalah.

"Ya kan ada makanan..kalau gak dihabisin namanya muba-"

"Jeno!!"

"-dzir.."

Pintu depan rumah keluarga Evandro itu dibuka dengan lebar, sedikit menghasilkan suara yang keras karena berhasil bertemu dengan dinding. Dari pintu itu muncul seorang gadis yang terus berjalan walau atensi terus berada di ponsel pintar di tangannya.

"Jen! Lo janji mau minjemin gue PS. Udaah gue tunggu di rumah dari pagi, kok gak dateng-dateng!"

Yona menyelonong masuk dan langsung memanggil si empu rumah dengan nada tinggi. Yona berteriak karena mengira Jeno sedang bersantai di kamarnya dan sengaja untuk tidak membalas pesannya yang sedari tadi sudah menumpuk.

"Kak, maaf. Kayanya teriakannya kurang mantap. Si Jeno masih di pulau kapuk nih," interupsi Jiro.

Yona langsung mengangkat kepala dan mengalihkan atensi dari ponselnya. Betapa terkejutnya ia saat menemukan 6 pasang mata asing yang kini tengah menatap ke arah dirinya dengan sama bingungnya. Jeno yang membuat perkara malah sudah berhasil kembali ke mimpi indahnya dengan buku pelajarannya sebagai alas tidur.

Rumah yang Kau TujuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang