Arin meninju ransel rajut berwarna coklat di atas meja yang dia gunakan sebagai bantal. Rasa kesalnya karena terpaksa membatalkan acara pentingnya masih tidak bisa dia tahan.
"Ngapain Rin ninju-ninju tas gue?" tanya Sella, menyadarkan Arin yang tidak sadar sudah beberapa kali meninju tas rajut milik temannya. Spontan, tangan Arin cepat-cepat menyingkir dan membekap mulutnya.
Sella menggeleng-geleng cepat, tidak ambil pusing dengan tingkah polah Arin dan mengambil dompet di dalam tasnya.
"Ngantin, yuk," ajak Sella. "Daripada lo stres di sini."
Kepala Arin mengangguk-angguk, menyetujui omongan Sella. Jiwanya mungkin butuh aroma soto, mie ayam, sempol, cilok, dan gorengan. Mungkin dengan menghirup aroma-aroma kelezatan duniawi, kekesalannya sedikit-sedikit dapat terobati.
"Eh, Galih, ngantin, yuk."
Bayangan-bayangan akan aroma-aroma kelezatan duniawi Arin pecah seketika. Laki-laki tinggi, kurus, dengan rambut yang baru saja dicukur menoleh ke arahnya. Bersamaan dengan itu, jiwa Arin terbang, tidak terselamatkan.
"Duluan aja, deh," kata Galih. "Oh iya, Rin ikut gue ke kantor. Lo dipanggil ke ruang guru."
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Gantungan Baju yang Hampir Jatuh
Nouvelles[cerpen] susah payah Arin diam-diam menyembunyikan jati dirinya di luar sekolah, tapi sayang di suatu hari yang sedang hujan dia bertemu dengan teman sekelasnya dan tidak sengaja meninggalkan tiket acaranya. - selamat membaca. salam hangat, Namik...