ᦓꪊᧁꪖ᥅

523 86 13
                                    


ᴇᴘɪꜱᴏᴅᴇ ꜱᴘᴇꜱɪᴀʟ ᴅᴏʀᴍ

°ꜱᴜɢᴀʀ

ʙʏ ᴊᴜɴɢʜʜᴏʙɪᴇ

9/5/22

Sang awan sedang berbaris merapatkan jarak, berduyun-duyun menemani langit biru yang nampak cerah hari ini. Tersirat semerbak aroma wangi cherry bloosom disepanjang musim semi, membuat sang angin musim semi yang berhembus dingin berubah menjadi hangat saat berkutat mengintari banyaknya orang yang sedang berbondong-bondong untuk berbelanja memenuhi kebutuhan mereka. Pasar itu terlihat pesak. Cukup ramai, terdengar suara penjual dengan semangatnya menawarkan barang dagangan mereka pada pembeli. Dialek orang Gyeongsang terdengar sedikit kasar saat menawar, ciri khas nada suaranya memang terdengar begitu saat berbicara. Dan satoori dari orang selatan dari provinsi Jeolla yang terdengar begitu kental memenuhi rumpunan keramainan, beradu dalam hiruk piruknya pasar itu.

Ini memang akhir pekan, tak heran jika orang-orang sibuk dengan gairah seperti seekor semut yang berdatangan. Di pasar Hwagae inilah mereka dipertemukan. Meninggalkan semua perbedaan yang terkadang bertolak belakang. Menikmati dan bersenang-senang menatap indahnya kelopak bunga yang berjatuhan. Tanpa memperdulikan latar belakang dari mana tempat mereka berasal.

Liquid bening yang singgah di netra cokelatnya merebak keluar. Bocah berusia lima tahun itu meratapi kesedihannya akibat tangan mungilnya yang tak becus mengengam gula-gula miliknya yang ukurannya melebihi telapak tangan orang dewasa. Dahinya berkerut muram, menampakan rasa kekecewaan setelah melihat gula-gula berwarna pelangi miliknya itu retak menjadi empat bagian. Terjatuh di bawah tanah dengan ironis sebelum ia berhasil menghabiskannya. Bahkan bocah cantik itu baru saja memberikan jilatan pertama pada gula-gula yang baru saja ibunya belikan. Namun sayang, gula-gula itu sepertinya lebih memilih untuk menyapa sang tanah yang kotor dari pada memilih menyapa rongga mulutnya yang manis.

Bocah lelaki itu sadar, tak mungkin jika ia merengek meminta untuk dibelikan gula-gula itu kembali kepada ibunya. Selain harganya yang mahal, itu adalah gula-gula terakhir yang bisa bocah itu dapatkan dari si penjual. Hari ini adalah akhir pekan, sudah dipastikan jika gula-gula itu habis terjual dengan cepat.

"Jangan menangis, ini untukmu.." bocah itu mendongak, melihat wajah seorang anak laki-laki tampan yang baru saja datang dan sekarang tengah tersenyum manis— mengulurkan tangannya sambil memberikan sebuah gula-gula miliknya kepadanya.

"Tidak terima kasih" ucapnya mengeleng kepala lesu, ia menolak pemberian anak itu secara halus. Dan tangan mungilnya malah ia keratkan pada ujung sweater berwarna merah yang ia kenakan. Manik matanya yang berbinar tergambar akan rasa kesedihan.

"Hei, jangan menangis. Ini ambilah milikku" bocah lelaki yang nampak cantik itu masih mengeleng tak enak hati dengan tawarannya. Dia tau harga gula-gula itu sangat mahal, jadi ia tak bisa menerimanya secara cuma-cuma dan nanti malah semakin merasa bersalah setelah menerimanya.

"Ibuku membelikan gula-gula karena menyuruhku untuk menunggunya yang sibuk berbelanja, tapi jika ayah tau pasti dia akan mengomel dan tak mengijinkanku memakannya" tegasnya bercerita, "Ingin tau alasannya?" cicit anak lelaki berkulit pucat itu kemudian tersenyum memperlihatkan rentetan giginya yang terlihat mirip biji mentimun. Lucu, bisa dilihat terdapat beberapa gigi yang tanggal di bagian depan, mirip sebuah jendela yang sedang terbuka lebar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 09, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

꯱ׁׅ֒υׁׅᧁׁɑׁׅ֮ꭈׁׅTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang