BAB 1- U and I

25 5 9
                                    

Selamat membaca✨

Bantu temukan typo🙌

BAB 1- U and I

Anshara POV

Buku catatan, pena, dan earphone sudah kumasukan kedalam tas kecilku. Saat ini, aku sedang berada didalam kelas bersama temanku Piya. Setelah jam perkuliahan selesai, aku dan Piya masih belum beranjak dari tempat duduk kami. Kami sedang membahas perihal Piya yang katanya dibaperin sama cowok tapi nggak berujung jadian.

"Kamu mungkin baper nggak pada tempatnya kali Pi" Kataku meledek Piya.

"Ih masa sih? Orang dia chat aku terus tiap malam. Selalu nanyain tugas ini dan itu"

"Hm, menurutku itu wajar ya Pi. Aku juga setiap malam sering chat kamu untuk nanya perihal tugas kan?"

"Iyaa sih, tapi kan. Ih yaudah deh lagian dia nggak seganteng Shawn Mendes juga kok"

Aku terkekeh mendengar jawaban Piya. Temanku yang satu ini memang benar-benar sangat menyukai musik western. Itulah sebabnya aku pun jadi ikut suka. Yang paling aku suka adalah lagu-lagu nya Justin Bieber. Suaranya itu lho. Dari jamannya Never Say Never yang dia kalo nyanyi selalu pake snapback miring sampai sekarang badannya full tatto, tetap nggak berubah. Dan tetap sedap didengar.

Setelah pembahasan itu, aku izin untuk pulang duluan kepada Piya. Takut sudah ada yang menunggu di parkiran. Sebelum beranjak dari tempat duduk, aku mengecek ponsel dan mendapati pesan WA dari Mas Dafi. Tuh kan, sudah kuduga. Dia sudah menunggu di mobil. Kasihan, pasti dia kelelahan.

Kalian tahu tidak? Aku seringkali merasa tidak enak dengan Mas Dafi yang selalu menjemputku ketika pulang kuliah. Bayangkan saja, dia yang baru pulang mengajar langsung melesat menuju kampusku yang berada di Bantul. Dan itu berjarak lumayan jauh.

Karena tidak ingin membuat Mas ku menunggu terlalu lama, aku segera bangkit dari tempat dudukku untuk segera bergegas menuju Mas ku berada.

"Piya, aku pulang dulu ya"

"Ih tunggu dulu, aku kan mau ngelanjutin pembahasan kita tentang lagu barunya Shawn Mendes"

"Yang itu kita lanjut besok aja, nanti aku sekalian nungguin MV nya keluar. Jam 7 kan?"

"Iya, jam 7 malam ini. Yasudah sana kamu pulang sama mas mu itu. Hati-hati!"

Aku tersenyum sebelum berlalu.

...

Aku langsung melangkah ke tempat parkir. Saat mendekati mobilnya, aku mengintip dari kaca mobil. Tanpa diduga, Mas Dafi membuka kaca mobilnya sehingga membuat kepalanya menyembul dari kaca mobil.

"Dengan Mbak Anshara?"

"Oh iya Mas betul"

"Sesuai Aplikasi ya Mbak"

Aku terkekeh sebentar sebelum membuka pintu mobil lalu masuk dan duduk di samping kemudi Mas Dafi. Gurauan seperti ini sering kali dilontarkan Mas Dafi kepadaku. Fyi, Mas Dafi itu memiliki humor yang cukup rendah.

"Ra, mas lagi sebel banget deh"

"Lho kenapa mas?"

"Masa dari tadi mas charger ponsel nggak penuh-penuh" Sambil menunjukan ponselnya ke arahku.

"Kok bisa? Chargernya rusak kali tuh"

"Iya tau nih, malah yang penuh cintaku ke kamu"

"Mas ih, jayus banget"

Mas Dafi terkekeh mendengar jawabanku. Sumpah ya. Mas Dafi itu selain receh, dia juga super jayus. Ya contohnya kayak tadi. Apaan coba, itu gombalan yang nggak banget. Tapi, jujur saja dengan tingkah Mas Dafi yang seperti itu malah bikin jantungku jadi ketar ketir sendiri.

"Kita langsung pulang Ra?" Tanya Mas Dafi setelah kekehannya usai.

"Hmm, mas makan belum?"

"Belum. Sengaja mau minta ditemani makan sama Ibu Guru"

Aku tersenyum mendengar jawaban Mas Dafi. "Kata nya, Ibu Guru mau temani Pak Dosen makan. Pak Dosen mau makan apa?"

"Hmm, sepertinya Soto Ayam depan fotocopy Mas Dul sedap"

...

Setelah sampai, aku lekas memesan 2 porsi Soto Ayam dan 2 teh hangat. Seperti biasa, milik Mas Dafi tidak ada sambal sama sekali. Dia tidak bisa makan pedas. Katanya, makan makanan pedas itu menyiksa, tidak menemukan letak nikmatnya dimana. Sedangkan Soto Ayam milik ku penuh dengan kuah yang merah. Menurutku, makanan tanpa sambal itu rasanya hambar. Dan juga tidak menantang.

Melihat Mas Dafi menikmati makanannya dari samping seperti ini, seperti sebuah candu bagiku. Terlihat hidungnya yang Bangir, kulit sawo matang, dan juga oh tunggu dulu. Sepertinya, Mas Dafi belum mencukur jenggot dan kumis nya yang mulai tumbuh itu. Aku tidak bisa menyembunyikan senyum ketika melihat pemandangan seperti ini.

Mas Dafi sudah beres dengan Soto Ayam nya, dia sekarang sedang menunggu dan sepertinya memperhatikanku juga? yang masih menyantap Soto Ayam nikmat ini.

Aku pura-pura tidak memperdulikan Mas Dafi yang masih memperhatikanku. Sesegera mungkin aku menghabiskan Soto Ayam ini. Bisa gawat jantungku kalau terus-terusan diperhatikan seperti ini oleh Mas Dafi.

...

Setelah dari tempat Soto Ayam, Mas Dafi langsung mengantarku pulang.
Aku mengajak Mas Dafi untuk masuk terlebih dahulu menemui Bapak dan Ibu di dalam. Dia menyalimi Bapak dan Ibu. Kemudian izin pamit langsung pulang karena hari sudah larut.

Percayalah, aku khawatir ketika Mas Dafi pulang larut malam seperti ini dengan jarak yang lumayan jauh dengan kondisi badan yang lelah akibat bekerja dan mengantarku pulang. Aku tahu dan percaya bahwa Mas Dafi akan berhati-hati. Tapi tetap saja, aku selalu mendoakan keselamatan dia dari rumah.

Aku mengantar Mas Dafi menuju mobilnya. Sambil berjalan menuju mobil, tiba-tiba Mas Dafi dengan segala ke randoman nya berujar "Ra, mas tuh sebel banget deh sama yang nyiptain alfabet"

"Mulai deh, mulai"

Mas Dafi terkekeh mendengar jawabanku.

"Serius deh Ra, Mas tuh suka kesel gitu soalnya bisa-bisa nya dia jauhin U and I"

Aku tidak bisa menahan senyum yang semakin melebar menjadi tawa sederhana mendengar apa yang diucapkan oleh Mas Dafi.
Hanya ini, bukan minuman segar yang membuat lelahku hilang. Aku hanya butuh sedikit tertawa bareng dia, dan itu sangat cukup. Dan sepertinya Mas Dafi juga begitu.

"Yasudah Mas pulang dulu, ya"

Mas Dafi segera menyuruhku Masuk kedalam rumah, tetapi aku ingin melihat dia pergi dahulu. 

"Hati-hati, mas. Kalau sudah sampai rumah kabarin Ara"

"Ayee!! Siap Ibu Guru!" Jawabnya sambil memeragakan gerakan hormat.

Setelah itu, mobil Mas Dafi mulai berderap meninggalkan pekarangan rumahku. Aku segera berbalik dan duduk di balkon rumah, sebentar. Dan untuk kesekian kalinya, aku sangat bersyukur. Bersyukur dia telah meluangkan waktunya untukku, tertawa bersamaku, yang usahanya selalu membuatku bahagia dengan segala guyonan yang dia buat. Dia yang apa adanya dan tidak dibuat-buat. Kadang fokus dan menjadi diam, pintar, humoris juga santun. Aku suka dengan segala yang ada pada Mas Dafi.

***
Gimana? Rileks, ini baru awalun.

Komentar dong, gimana pendapat kalian tentang bab pertamanya? 😋

Aku MasihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang