+bonchap 1.2

27 3 2
                                    

"Kak Semi!"

"Iyaaa sebentar!"

Eita berlari dari kamarnya yang berada di lantai dua menuju halaman depan, tampak sangat terburu-buru sampai nyaris tergelincir di anak tangga ke-enam dari bawah.

"Hati-hati Ta! Shirabu juga bakal nungguin kali!" Teriak Yaku dari ruang tamu yang berada tepat di bawah tangga yang tengah dituruni Eita.

Mengabaikan teriakan Yaku, Semi langsung melesat ke halaman depan dimana Kenjirō duduk manis di atas motor Nm*x miliknya.

'Aduh, entar kaki gue satu di Sabang satunya lagi di Merauke ini mah.'

"Ayo Kak, nanti kalau kesiangan macet!"

"A-ah iya."

Keduanya bergeming selama perjalanan. Sama sama sibuk dengan pikirannya masing-masing, hingga tak sadar keduanya telah sampai di depan toko alat kesehatan dekat kampus mereka.

"Kak Semi mau disini aja apa ikut masuk ke dalam? Gak lama sih,"

"Gue ikut masuk aja deh, lagiankan gue yang bayar,"

Tak menunggu lama keduanya memasuki toko alat kesehatan tersebut. Mata keduanya langsung disuguhi pemandangan rak rak yang berjajar berisi berbagai jenis alat kesehatan yang jujur saja tak Eita ketahui apa fungsinya, ya dia hanya tahu sedikit.

"Oh ya Ken, yang kurang kemarin apa ya? Mortir stamper sama apa ya?" Tanya Eita dengan mata yang masih tertuju pada barisan rak alat kesehatan yang berjajar rapi.

"Tabung reaksi, erlenmeyer." Jawab Kenjirō sekenanya. Dia berjalan sedikit menjauh dari Eita. Dia berniat menghampiri pramuniaga yang berjaga di sana.

"Eh bentar deh, bukannya mortir sama stamper tuh buat gerus obat ya Ken?" Eita terlihat bingung saat melihat bentuk mortir dan stamper yang kini ada dihadapannya. Seingatnya dua benda ini, merupakan benda yang biasa dipakai temannya, Akinori anak jurusan farmasi saat praktikum resep.

"Emang buat gerus obat. Kan waktu itu gue udah bilang kak, barang yang waktu itu gak sengaja lu senggol tuh bukan punya gue tapi temen gue, anak farmasi. Dia nitip,"

Mendengar jawaban itu Eita mengangguk-angguk paham. Pantas saja Kenjirō sangat kesal saat dia tak sengaja menyenggolnya dan berakhir beberapa alat kesehatan itu pecah. Ternyata punya temannya.

"Tapi tapi kok dia nitip ke lu sih? Bukannya nih dua barang, disediain di lab kampus ya?"

"Magic hand, dia pas praktikum gak sengaja mecahin tuh dua benda kramat. Jadi suruh ganti deh."

"Oalah gitu ternyata."

Setelah keduanya ke kasir, membayar belanjaan mereka. Keduanya langsung pulang. Jadi jangan bayangkan setelah ke toko alkes mereka pergi ke tempat lain dengan maksud berkencan.

***

Hari demi hari berlalu setelah kejadian Eita (tak sengaja) memecahkan alat praktikum yang Kenjirō bawa. Keduanya tak terasa semakin dekat, tak hanya lewat chat, terkadang keduanya bahkan janjian makan siang bersama di cafe dekat kampus.

Desas desus akan kedekatan keduanya pun semakin marak dibicarakan. Tapi seperti biasa Eita ya Eita, dia terlalu bodoh amat dengan hal-hal seperti itu asal tidak berpengaruh pada nilainya dan begitu pula Kenjirō.

Sejujurnya jika kalian melihat interaksi mereka, kata romantis tak cocok untuk mendeskripsikannya. Karena tak jarang mereka justru adu argumen dan keduanya sama sama tak mau kalah. Tapi entah kenapa hal itulah yang justru membuat mereka semakin dekat.

"Aaaaaaa, anjirlah!"

Eita yang sedang duduk tenang di kursinya menatap heran juniornya itu. Datang datang bukannya menyapanya malah mengumpat dan menghela napas cukup keras, seolah sedang menanggung beban yang begitu berat.

"Buset lu kenapa dah Ken? Datang datang malah misuh begitu. Ada masalah pas kelas tadi?"

"Bukan soal kelas kak,"

"Terus?"

"Treasure mau comeback..." Kenjirō membalas pertanyaan Eita dengan nada lesu, tanpa ada semangat sedikit pun di nada bicaranya. Tentu Eita semakin heran, ada apa dengan juniornya ini? Bukankah harusnya dia senang, sebab grup yang dia sukai akan comeback?

"Bukannya malah bagus ya? Akhirnya idol lu cb lagi? Kok lesu begitu?"

"Iya sih comeback tapi cuma 10 anggota. Aaaaa MashiDam gue kak!"

"Hah? Cuma kurang dua doang itu, emang kenapa sih?"

"Cuma? Cuma kata lu kak? Cuma?"

Eita tersentak melihat mata Kenjirō yang memerah entah karena menahan tangis atau marah. Karena Eita bisa melihat ada genangan air di manik legam milik Kenjirō.

"Y-ya gue kan gak paham, gue kan bukan kpopers,"

"Oh iya, lu kan wibu. Emang susah sih ngomong sama wibu, cowoknya aja gak nyata," Balas Kenjirō sembari memalingkan wajahnya dari Eita. Eita melihat itu gemas, gemas ingin menjambak rambut Kenjirō.

"Lu tahu Ken? Gue pengin banget jambak rambut lu sampai ke akar-akar. Jawaban lu gak make sense banget asu,"  Umpat Eita dengan senyum simpul yang terlihat menyeramkan.

Tak lama adu argumen tak penting pun dimulai. Ya seperti itulah contoh awal mulai adu argumen keduanya. Interaksi yang tak jelas ini, lama kelamaan tanpa mereka sadari menumbuhkan sesuatu yang tak seharusnya ada. Setidaknya diantara mereka, dua insan dengan tembok yang terlalu tinggi tuk bisa didaki.

Dimana nantinya mereka harus memilih antara rasa yang ada atau Tuhan mereka. Meninggalkan cinta atau Tuhan mereka.

-----
A/N: wkwk aku gak tau masih ada yang nungguin book ini apa enggak tapi aku ngerasa punya hutang kalau belum nyelesaiin apa yang aku mulai. Toh lagi pula aku nulis buat aku sendiri. Aku juga mau bilang makasih buat kalian yang mau baca ceritaku yang gak jelas ini hehe. See you

𝚞𝚗𝚛𝚎𝚊𝚌𝚑𝚊𝚋𝚕𝚎 [ShiraSemi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang