Pukul satu siang, Darmo dan Slamet sudah tiba di Cilacap. Keduanya kemudian melanjutkan perjalanan menuju ke gunung (nama lokasi disamarkan), lokasi yang sudah ditentukan oleh Mbah Purwo sebelumnya. Tempat ini cukup terkenal di Cilacap.
Darmo dan Slamet akhirnya kembali naik bus jurusan Cilacap-Jatijajar-Kebumen. Karena memang lokasi gunung itu berada sekitar 25 kilometer dari Cilacap Kota.
Tiba di gunung itu, kedua sekawan itu kemudian mencari sebuah warung makan untuk mengisi perut sekaligus menunggu Mbah Purwo. Mbah Purwo menjanjikan akan bertemu keduanya sebelum Asar.
Sambil mengisi perut, Darmo dan Slamet berbincang. Jika jalan yang diambilnya ini berhasil, maka Slamet ia janjikan akan dibukakan kios sate di wilayah lain dan menjadi cabang dari kios sate miliknya.
"Pokoknya nanti kita harus sukses bersama-sama, Met. Semoga berhasil," kata Darmo.
"Iya Mo, aku sudah bosan hidup seperti ini. Pasti berhasil, buktinya kemarin saja belum apa-apa kamu sudah dikasih uang sama Mbah Purwo," timpal Slamet.
Tak lama Mbah Purwo datang. Ia datang bersama dua orang yang Darmo dan Slamet juga tak mengenalinya.
"Sudah lama sampainya nak? Maaf lama, tadi simbah cari minyak dulu sebagai syarat kalian. Perkenalkan, ini Sudir dan Wahyu. Murid mbah," kata Mbah Purwo.
Darmo dan Slamet saling menjabat tangan. Kelima orang itu akhirnya larut dalam obrolan di sebuah warung kecil sebelum diajak Mbah Purwo bermalam di rumahnya.
Menjelang petang hari, kelima orang itu beranjak menuju rumah Mbah Purwo dari lokasi Gunung itu yang nantinya akan dijadikan sebagai lokasi pertapaan Darmo.
Rumah Mbah Purwo sendiri cukup jauh dari lokasi Gunung itu. Mbah Purwo memang bukanlah warga desa di mana lokasi gunung itu berada. Ia juga bukanlah kuncen gunung itu.
Namun untuk perkara satu ini, ia ahlinya. Ia cukup tenar dikenal oleh warga Cilacap dan sekitarnya. Tamunya pun banyak yang datang dari luar Jawa.
Sepengakuan Mbah Purwo, ia dulu menjalani laku tirakat selama lima tahun di gunung itu. Saat menjalani laku tirakat itu ia mendapatkan sebuah wangsit dan bisa menjadi seperti sekarang ini. Menjadi perantara penghubung manusia dengan jin yang ingin mendapatkan kekayaan.
"Kamarnya sudah disiapkan. Silahkan kalian mandi dulu. Nanti kalian tidur di sana ya," kata Mbah Purwo sambil menunjuk ke arah samping kanan ruang tengah di rumahnya.
Darmo dan Slamet berpamitan masuk ke dalam kamar. Keduanya langsung membereskan barang bawaannya dan bersiap untuk mandi. Setelah selesai mandi, kedua sekawan tadi menuju ruang tengah.
Mbah Sri, istri Mbah Purwo menyuruh Darmo dan Slamet masuk sebuah kamar. Ternyata Mbah Purwo sudah menunggu di dalam kamar. Saat membuka kamar, aroma dupa dan kemenyan menyeruak ke dalam hidung mereka berdua.
Kamar itu merupakan tempat praktik Mbah Purwo. Ternyata Sudir dan Wahyu juga sudah ada di dalam kamar.
Kamar itu cukup membuat Darmo dan Slamet merinding. Benda-benda pusaka tertata rapi. Ada pula alat mediumisasi seperti Jenglot dan Boneka yang dibuat layaknya pocong tergeletak di sudut kanan kamar.
"Duduklah. Minum air yang digelas itu," ucap Mbah Purwo sambil menunjuk gelas berisi air putih bercampur bermacam aneka bunga. Karena yang akan mengikuti praktik ini adalah Darmo, maka dialah yang meminum air itu.
Setelah itu, Mbah Purwo kemudian merapalkan berbagai macam mantra. Darmo diminta menutup mata. Sementara Slamet disuruh mundur untuk duduk bersila dan bergabung dengan kedua murid Mbah Purwo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mati Dalam Dekapan Jenglot
HorrorCerita horor akibat pesugihan jenglot berdasarkan kisah nyata. Kisah ini ditulis sebagai pengingat, bahwa mencari kekayaan dengan jalan pintas adalah tindakan yang merugikan diri sendiri dan juga orang terdekat. Selain itu, melakukan pesugihan tidak...