Gapura besar berdiri megah dipinggir jalan, sebuah gedung sekolah nampak jelas dibalik gapura tersebut. "SMA GENTALA" tulisan yang terpampang jelas diatas gapura yang jadi pintu masuk satu-satunya menuju ke dalam sekolah Gio.
Suara langkah kaki sepatu siswa yang berhamburan masuk terdengar keras, salah satunya adalah Gio, yang menyelip diantara gerombolan siswa yang masuk kedalam. Gapura tersebut dijaga oleh seorang satpam yang ramah, seringkali Gio disambut hangat oleh satpam tersebut, begitupun hari ini.
Karena dirinya yang terkenal dikalangan SMA, bahkan sampai sekolah lain mengenalnya karena sering sekali menjuarai perlombaan akademik, membuat sang satpam pun berdecak kagum atas apa yang Gio raih.
"Pagi, Mas Gio." sapa satpam.
"Eh pagi, Pak." balas Gio ramah.
Sapaan hangat dari siswa-siswi pun datang bertubi-tubi, mulai dari dirinya menginjak tanah halaman utama hingga ia masuk kedalam kelasnya. Maka tidak heran, jika kaum adam banyak bersaing dengannya, haters yang kerap muncul dalam akun sosial medianya adalah siswa laki-laki di SMA nya sendiri. Hal itu diungkapkan oleh sahabatnya sendiri, William si cowok yang bercita-cita jadi detektif.
"Pagi, Gio." sapa William didalam kelas yang kini ramai dengan obrolan siswa-siswi masing-masing.
"Pagi, Wil." Gio memeluk sahabatnya itu, menepuk pundak William pelan.
Tepat saat Gio menaruh tas hitam miliknya, bel masuk berbunyi nyaring. Suara yang menggelegar tersebut membuat seisi kelas terdiam, tanda bahwa wali kelas akan masuk kedalam ruangan.
Ketika bel berhenti mengeluarkan instrumennya, serentak seluruh siswa mengeluarkan alat tulis, tak terkecuali Gio si cowok ambis dikelasnya.
Tok...tok...tok~
Suara sepatu berhak terdengar keras, langkah sepatu itu menuju kelas Gio. Dari jendela terlihat kepala seorang guru yang berjalan pelan. Seorang guru perempuan kini t'lah masuk kedalam kelas Gio.
"Pagi anak-anak." sapa guru itu yang kemudian duduk di kursi depan. Menaruh buku-buku yang ia bawa diatas meja dan mengambil kapur yang masih tertata rapih disebuah wadah.
"Pagi buuuuuu..." ucap seisi kelas.
Bu Paramita namanya, guru mapel MTK yang juga jadi wali kelas 11 MIPA 2 alias kelas Gio tersebut, kini mengawali pembelajaran pagi dengan matematika. Hal yang semestinya membuat siswa lesu, pagi-pagi sudah disuruh mikir, cari rumus, apalagi soal yang pendek namun jawabannya panjang bak kereta api.
"Yahhh, MTK lagi. Males banget," ujar William kesal.
"Masa MTK pagi-pagi sih, otak gue kan baru bangun, masa harus mikirin rumus." sambung Aletta, salah satu siswi di samping Gio.
"Ckk, MTK terus!!!" decak Selviana, rangking 2 paralel se SMA Gentala, juga saingan Gio saat ujian.
Yang lain terus protes dengan lirih, saling beradu opini dengan sesama kecuali Gio. Justru ia menyimak dengan baik materi yang Bu Paramita sampaikan. Tatapannya benar-benar fokus pada papan tulis, coretan aksara yang Bu Paramita bentuk berhasil membuat Gio paham mengenai bab tersebut.
"Sssttt! MTK gak harus rumus, tuh liat yang Bu Nita tulis, gada tuh angka satupun. Makanya simak, jangan berisik Mulu." ujar Gio lirih.
Seluruh siswa terdiam, kata-kata yang tadi Gio lontarkan berhasil menyadarkan mereka semua, terutama William yang ikut berisik tadi.
Bel istirahat berbunyi, kini pelajaran MTK yang diampu oleh Bu Paramita selesai. Seluruh siswa berbondong-bondong keluar dari kelas, tujuan mereka kebanyakan adalah kantin. Gio dan William pun begitu, kini mereka tengah berada ditengah keramaian kantin. Bau masakan dari masing-masing kedai tercium enak dan harum, apalagi harga makanan yang dibanderol di kantin pas untuk uang saku anak SMA.
KAMU SEDANG MEMBACA
SERGIO RAFANZA [Hiat]
Novela JuvenilSergio Rafanza, remaja tampan yang kini duduk di bangku kelas 11 SMA tersebut menjadi salah satu siswa teladan di sekolahnya. Berkali-kali ia ikut serta mewakili sekolahnya dalam perlombaan-perlombaan akademik. Tak hanya itu, ketampanannya juga memb...