esoknya aca datang telat ke sekolah -karena tadi ia sibuk menutupi bekas memar di pipinya akibat semalam dengan concealer. ia menghela napasnya pelan, lalu memasang senyuman palsunya dengan baik.
"aca, senyumnya lebar banget? hayo lagi kenapa nih" orlin tiba-tiba muncul dari samping loker aca, niat mengageti.
"astaga orlin, kebiasaan banget ngagetin." kilahnya lalu menutup loker dan berjalan menuju stage. ia akan mengatur acara penutupan pensi lagi hari ini.
"aca, ih! nggak dijawab. by the way, hari ini style nya keren banget deh aca. stunning!" pekik orlin sembari memberi dua jempol pada aca. aca terkekeh, lalu melirik baju yang ia pakai hari ini.
hanya sebuah kaus longgar hitam yang dipadukan dengan jaket bomber maroon, riped jeans berwarna hitam yang robek di bagian lututnya dan sneakers berwarna senada dengan jaketnya. "apa deh, lin. aca cuma pake kaos doang ini" aca merangkul orlin lalu berjalan beriringan menuju stage.
hari ini selesai. sisa satu hari lagi, setelahnya hari aca hanya akan dihiasi ujian dan -tentunya pukulan dari Mama nya. ia menunduk, meresapi instrumen lagu yang mendadak menjadi sendu. aca berusaha menahan air matanya, tetapi saat jendra datang,
"lepasin ca. kalo lelah itu lepasin, jangan ditahan. lo cuma bakal bikin luka di hati semakin besar. ada gue, ya?" perkataan jendra seolah sihir, air mata yang sedari tadi aca tahan akhirnya tumpah. diiringi isakan pelan. "gue capek, jen."
sudah terhitung 10 menit semenjak aca menangis, bersandar pada dada jendra. aca tersadar dan buru buru berdiri tegak, menyeka bekas air matanya. "sorry jen, baju lo basah. hehe." kikuk, aca menggaruk tengkuknya sambil menunduk.
jendra menaikkan sebelah alisnya lalu terkekeh. "gapapa, ca. capek itu wajar, gue juga pernah. cuma masalah setiap orang kan nggak sama." aca mengangguk membenarkan lalu hendak meninggalkan jendra, ingin memberi evaluasi pada anggota nya yang sudah selesai membereskan stage.
baru saja ingin pergi, jendra menahan tangan aca. ia melihat lebam di pipi aca, padahal, tadi ia tidak melihatnya. "ini kenapa?" tanya nya sambil memegang bagian memarnya.
ac meringis perih, "nggak, ehm, ini kemarin kena gagang pintu aja" ucapnya, memundurkan sedikit tubuhnya dari jendra. jendra menyerngit, tidak. ia tau persis ini bukan lebam yang tidak disengaja. apalagi sedari tadi acara berlangsung, aca memegang perutnya dan sesekali berhenti di pinggir dan menunduk.
"ca, gue tau ini lebam disengaja. lo gak mau cerita gapapa, tapi inget gue disini. gue selalu di belakang lo, lo bisa cerita apapun ke gue, okay?" jendra menatap lekat mata aca. "iy- iya! nanti gue cerita ya. gue evaluasi yang lain dulu, ayo cepetan. gue- gue duluan" setelah berkata terbata, aca berlari lalu memanggil anggotanya untuk berkumpul dengan toa.
jendra dibuat terkekeh, gemas dengan aca. ia menyugar rambutnya lalu berjalan perlahan ke arah aca dan anggotanya.
setelah rapat evaluasi tadi, aca pulang. melirik singkat jam tangannya lalu menghela napas. pukul setengah delapan. sudah bisa dipastikan, aca akan mendapat lebam baru. memasuki ruang tamu, ia melihat Papanya yang asik bermesraan dengan selingkuhannya, lagi. tapi anehnya, wanita yang Papanya bawa kali ini, aca seperti pernah melihatnya. jika biasanya selingkuhannya berbeda-beda, hari ini selingkuhan yang Papanya bawa ke rumah adalah selingkuhan yang membuat keluarga aca hancur tepat setahun yang lalu.plak.
dengan napas memburu aca mendekati wanita itu dan menamparnya keras. "mau apa lagi lo kesini? hah?! gak puas ngancurin keluarga gue? mau kayak gimana lagi lo hancurin keluarga gue sih?!" aca berteriak sambil menunjuk wajah wanita itu. tetapi tangannya ditepis lano, Papanya. "jangan kurang ajar kamu! ini alasan kenapa saya malu punya anak seperti kamu. anak nggak tau diuntung, anak sialan!"
"udah, mas. aku gapapa. aku mungkin memang salah, maaf ya." cih, apa katanya? mungkin? memang salah, dasar wanita ular. batin aca seolah berteriak.
"gak bisa! anak ini harus dihukum dulu, biar mengerti kalau yang dia lakukan tadi salah" lano menyeret aca ke gudang rumah, lalu mendorong aca hingga terpental dan menabrak triplek-triplek bekas. aca meringis, karena salah satu triplek tersebut ada yang patah dan menusuk perutnya yang masih lebam.
"kamu bisa, gak usah mempermalukan saya sekali aja? bisa gak?! benar-benar kamu nggak tau diuntung! saya udah kasih kamu barang, uang. itu semua biar kamu tutup mulut kamu itu! bukannya berlagak seperti jagoan aja. paham?!" lano mencengkram kuat pipi aca.
"keluar sekarang, minta maaf sama pacar saya! memalukan!" mendorong kepala aca ke tiang rak, lalu meninggalkannya. aca memegang kepalanya yang berdenyut hebat, dengan tangan bergetar ia membuka pintu belakang yang langsung tersambung ke luar rumah. tujuannya saat ini hanya rumah orlin. lagipula Mama nya sedang menginap di rumah neneknya, jadi di rumahnya hanya ada Papa dan selingkuhannya.
dengan langkah tertatih, aca berjalan sembari memegang kepalanya -yang saat ini sudah mengalir darah cukup banyak. tiba-tiba sorot cahaya dari mobil membuatnya jatuh terduduk lemas. melihat aca terjatuh, mobil itu berhenti. saat orang itu menghampiri aca, hanya satu yang ia ingat.
orang yang menolongnya .. adalah rakhalion.
•
gimana niih part ini?
sincerely, bia (。•̀ᴗ-)✧
KAMU SEDANG MEMBACA
caraphernelia
Teen Fiction[lowercase - written in bahasa] "Aku bahagia bisa kenal, dan secinta itu sama kamu, Kha. walaupun kamu cuma kasih aku luka" "liat, bahkan semesta nggak pernah biarin kita bahagia bersama, Ca." "Selamat tinggal .. karafernelia -nya Rakha." Started on...