07 - Resurgence

1.5K 254 118
                                    

This part contain a li'l bit mature content. Tuan Wallenstein yg mendadak nyosor 👁️👄👁️

***

Dengan tangan mereka yang saling menggenggam, kedua tungkai Vance terus melangkah mengiringi langkah Ara yang masih bertahan dalam kebisuan. Meskipun gadis itu tidak mengeluarkan satu patah kata pun, tetapi Vance dapat merasakan gejolak kegelisahan sang gadis. Banyak sekali hal-hal yang dipikirkan Ara hingga membuat Vance bingung harus berbicara apa, mengatasinya bagaimana, dan memberikan solusi yang seperti apa.

Bertahun-tahun menjadi anjing dan selalu berbicara dengan bahasa hewan kepada Sam, tak membuatnya paham terhadap perasaan manusia. Yang dia lakukan hanya berada di samping si manusia, memberikan hiburan, atau terkadang menjadi objek mereka untuk melampiaskan kesedihan, seperti yang selalu dilakukan Sam semasa pria itu masih hidup. Dan sekarang, Vance tidak dapat melakukan apa pun selain menggenggam tangan Ara yang terus-menerus menghela napas pelan. Tak henti-hentinya dia memperhatikan wajah Ara dari samping, alamiah jika Vance merasa tidak suka ketika melihat pemiliknya murung seperti ini, terlebih dia sudah terikat dengan Ara.

Begitu mereka sampai di depan kediaman Wallenstein, Ara terdiam seraya memandangi cahaya lampu yang terlihat di balik setiap jendela, kecuali jendela milik kamar Anthony. Ketika dia di Seoul, dia tidak suka pulang saat rumah sudah menyala seperti ini, dia selalu pulang sebelum lampu-lampu menyala atau semua orang di rumah sudah tertidur. Tetapi kali ini, perkataan Noah Lee benar-benar mengambil alih pikirannya. Dia jadi bertanya-tanya, takdir apa yang tengah dijalaninya saat ini? Mengapa takdir membawanya kemari?

"Ara ...."

Sang empunya nama menoleh ke arah Vance yang masih setia menggenggam tangan kanannya, memandang bingung anjing tampan ini dengan saksama. "Ada apa, Vance?"

"Aku berbagi banyak hal denganmu. Baik itu indra, perasaan, waktu, bahkan ingatan." Vance menjeda untuk menoleh kepada Ara, mengusap lembut pipinya seraya memandang sang gadis lekat, kemudian melanjutkan, "Aku tidak ingin membuatmu kembali sedih karena mengungkit masa lalumu, tetapi aku berharap luka yang kau dapat dari kejadian yang kau alami selama ini lekas sembuh. Ara, kau adalah gadis yang baik. Kau sudah melakukan yang terbaik dengan bertahan sejauh ini."

Ara benci ketika hatinya berdenyut menyakitkan dengan rasa menyesakkan bercokol di dadanya, dia juga benci ketika sensasi panas menyelubungi kedua matanya. Namun, yang lebih dia benci adalah dia tidak bisa menangis meski dorongan kuat untuk menumpahkan air mata sudah berada di ujung tanduk. Menahan tangis sudah menjadi kebiasaan yang mendarah daging, bahkan sudah menjadi keahliannya hingga dia lupa kapan terakhir kali dia menangis. Yang dia lakukan hanya tersenyum, kemudian mengangguk.

"Iya, aku pun berharap demikian. Terima kasih, Vance."

***

Setelah masuk ke rumah dan disambut oleh Lily, Ara lekas mandi dengan air hangat yang sudah disiapkan oleh sang maid. Vance sudah berubah menjadi wujud spirit-nya, dan anjing hitam itu tengah menyantap makan malamnya.

Seusai mandi serta berpakaian, Ara turun menuju ruang makan dan menikmati makan malamnya. Lagi dan lagi, Ara harus menelan pil pahit ketika tidak mendapati Anthony di sana. Sehingga perasaan cemas itu kembali membawanya berdiri di hadapan pintu kamar sang tuan, memandanginya cukup lama ditemani oleh Vance di sampingnya.

"Tuan Wallenstein, kau baik-baik saja?"

Tak ada sahutan apa pun, kamar di hadapannya terlalu sunyi seolah ruangan itu tidak ada yang menghuninya. Setelah menimbang-nimbang, Ara dengan ragu mengulurkan tangan kanan dan menggenggam knop pintu. Dia tidak pernah merasa seragu ini, bahkan setitik peluh sudah timbul di pelipisnya. Ketika dia mendorong dan membuka pintu di hadapannya yang kebetulan tidak terkunci, dia tidak menemukan sedikit pun cahaya di sana, gelap sekali. Perlahan, Ara mulai melangkah memasuki kamar, sementara Vance menunggu di luar.

The Last Guardian Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang