"Pak saya haus boleh minta minum nggak?"
"Nggak!"
Eric mendengus kesal, sudah tiga jam ia berdiri di depan tiang bendera dan Pak Ahsan tetap tidak mau berbaik hati padanya. Eric kembali dihukum masih pada masalah yang sama, yaitu rambut.
Padahal tadi pagi Eric udah berangkat ke sekolah make wig hitam, tapi tetap aja ketahuan dan berakhir ia dihukum. Niatnya sih Pak Ahsan mau motong rambutnya tapi si Eric keburu nangis kejer sambil mohon-mohon.
"Pak ringanin dong hukuman saya, masa disuruh berdiri di depan bendera sampai pulang nanti sih." Eric beralih duduk, masih di depan tiang bendera.
"Bukannya kamu udah pernah saya hukum kek gini?" tanya Pak Ahsan sambil ikutan duduk di sebelah anak didiknya.
"Iya sih tapi saya ngerasa nggak adil gitu. Padahal banyak kakak kelas yang rambutnya di warnain tapi kenapa cuma saya doang yang bapak uber-uber kek buronan. Bapak ada dendam apa sih sama saya?" ucap Eric kelewat kesel.
Pak Ahsan nyerutup es kopi yang di bawanya tadi. "Loh salah kamu ke saya kan banyak."
"Bapak balas dendam gitu?"
"Nggak juga. Yaudah sana balik ke kelas!"
Eric melotot kaget sekaligus seneng. "Bapak beneran?" Pah Ahsan mengangguk sebagai jawaban. Dan tanpa babibu Eric langsung lari ke kelasnya.
"Oke anak-anak hari ini kalian akan ulangan harian seperti yang telah bapak umumkan sebelumnya," ucap Pak Hendra.
Jeno pura-pura kaget, "Loh kapan? Bapak belum ngasih tau kita minggu lalu."
Jeno mencubit lengan Haechan teman sebangkunya, memberi kode untuk Haechan ikut dalam dramanya. "Iya Pak, minggu kemaren bapak nggak bilang apa-apa ke kelas kita. Iya nggak guys?!" teriak Haechan.
"Iya!" seru seluruh murid di kelas IPS 2 kompak.
Pak Hendra mencibir, "padahal kemaren malam saya udah ngechat di grup kelas kalian."
"Saya nggak ada kuota pak, jadi saya nggak usah ikut ulhar boleh kan? kan belum belajar," kata Junkyu.
"Gak usah banyak alasan kamu! saya lihat kamu kemaren ngeread chat saya di grup, mau saya lihatin buktinya?" Pak Hendra memukul meja Junkyu dengan penggaris panjang.