I. Siblings

1 0 0
                                    

"Lian, jaga adikmu selama ayah dan ibu pergi ya," ujar Godrick sambil berlutut didepan putranya yang baru menginjak usia 10 tahun.

"Iya, ayah."

"Ayah ibu, Vio kan ingin ikut," rengek seorang gadis kecil dengan pita ungu di rambutnya.

Iris mengusap lembut surai hitam sang putri. Dirinya sebenarnya juga tidak tega meninggalkan putra putrinya dirumah. Meski ada puluhan orang yang menjaga rumah ini, tetap saja rasa khawatir Iris mengalahkan segalanya.

"Kalau Vio ikut, nanti kak Lian kesepian dirumah," ujar Iris memberi pengertian gadis kecil bermata ungu itu.

"Oh iya, Vio nanti ingin oleh oleh apa? Boneka, rumah boneka, atau permen coklat?" tanya Godrick untuk menghibur kesedihan putri kecilnya.

Gadis itu menggelengkan kepalanya kencang, sampai pipi gembulnya bergoyang goyang, "Vio mau ayah dan ibu cepat pulang"

"Itu pasti sayang. Kalau Lian mau oleh oleh apa?" tanya Godrick.

"Sama seperti Vio," ujar anak lelaki itu.

"Sayang, kalian benar benar anak yang manis. Ibu jadi tidak mau meninggalkan kalian. Ibu janji, ibu akan membelikan kalian permen cokelat yang banyak" kata Iris sambil memeluk kedua anaknya.

"Pembohong, ayah dan ibu pembohong," ujar Vio kepada dua bongkah batu yang terukir nama kedua orang tuanya.

Count Milsent dan sang istri yang akan berangkat menuju Huzar itu tak akan pernah sampai ke tujuanya. Kapal yang mereka naiki diterjang badai ditengah luasnya samudra, tujuan mereka bukan lagi ke Huzar melainkan ke atas sana.

Helian berusaha keras untuk tidak menitihkan air matanya. Anak laki laki yang bahkan baru berusia 10 tahun itu harus menanggung kesedihan adiknya juga dirinya sendiri. Kini Helianlah yang akan menjaga Violette, janji terakhirnya dengan sang ayah.

"Helian, Violette, waktunya kita pulang, biarkan ayah dan ibu beristirahat dengan tenang," ujar Ester.

"Tapi bibi, Ibu berjanji akan membelikan permen cokelat," rengek Violette yang membuat Ester tak kuasa menahan tangisnya.

"Ibumu berkata begitu?"

Violette menjawab dengan anggukan kecilnya.

"Kalau begitu biar Bibi yang belikan. Sekarang bibi akan menjadi ibu dan bibi kalian," ujar Ester sambil memeluk kedua anak itu.

Sebelum berangkat ke Huzar, Iris kakaknya sempat berpesan untuk menjaga putra putrinya. Ester tak menyangka, ternyata ia benar benar akan menjaga putra putri Milsent selama hidupnya.

Malam itu terasa sangat panjang sekali bagi Helian. Anak lelaki itu terus terusan memandang lukisan keluarga Milsent yang kini terpampang dikamarnya. Helian masih tak percaya, dalam sekejap dia bukan lagi anggota keluarga Milsent. Sekarang nama belakangnya bukan lagi Milsent, melainkan Oken.

"Kakak"

"Vio" Helian terkejut saat melihat adiknya berada di ambang pintu kamar barunya.

"Kenapa belum tidur? Ini sudah malam"

Gadis kecil yang selalu membawa boneka kelincinya itu naik ke kasur Helian tanpa izin, dia bahkan membaringkan tubuhnya tepat disampingnya.

"Aku tidak bisa tidur kak, boleh kan aku tidur disini?"

Helian mengangguk mengiyakanya, dan tak lama setelah itu adiknya langsung sampai ke alam mimpi. Melihat wajah Violette yang damai, seolah Helian menemukan ketenangan disana. Anak lelaki itu kemudian ikut terlelap.

When The Violet Has BloomedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang