Prologue

2 0 0
                                    

Violette berjalan melewati lorong yang megah itu dengan gaun yang dia seret. Langkahnya lebar dan wajahnya terangkat ke atas, tidak seperti Violette yang dulu, yang lebih sering menundukan kepalanya.

Tapi langkah itu tiba tiba terhenti, karena seberkas cahaya ungu yang berasal dari ruangan di sampingnya. Ruang kerja raja, yang merupakan ruang pribadi raja. Tidak ada orang yang berani masuk kecuali atas izin raja.

Violette memantapkan langkahnya untuk memasuki ruangan itu, pintu yang sedikit tertutup itu perlahan Violette dorong. Ada ratusan atau bahkan ribuan berkas yang tersusun rapi di dalamnya. Tidak seperti ruanganya yang luas dan cantik, ruangan Rayner lebih mirip seperti gudang kertas bekas.

Violette menuju ke meja, dimana sumber cahaya ungu itu berasal. Sebuah batu amethyst yang merupakan bandul dari sebuah kalung yang tak asing. Kalung ini, kalung milik Helian yang ia juga punya.

Kenapa bisa ada disini? Bukankah Helian mati karena dirampok. Atau pemilik ruangan inikah perampok sekaligus pembunuh Helian. Lagi pula Violette masih tak percaya, bagaimana seorang Helian, kesatria kerajaan bisa mati mengenaskan di tangan perampok.

Sebuah lembaran kertas yang berada diatasnya itu juga menarik minatnya untuk membaca. Setiap kata yang dia baca itu bagaikan sebuah jarum yang menancap ke jantungnya. Keringat dinginya mulai keluar, dan jantungnya berpacu dengan sangat cepat.

"Apa yang kau lakukan?!" sebuah tangan dingin dan berotot itu mencekal keras tangan mungil Violette.

"Apa yang sebenarnya kau inginkan dariku yang mulia?" tanya Violette dingin

"Setelah kakak ku kau bunuh, sekarang kau akan membunuhku kan?" lanjutnya penuh dengan peneknan.

Kemudian tangan kiri gadis itu mengambil paksa pedang di pinggang Rayner lalu mencoba menghunuskan pedang tersebut ke dadanya. "Jika iya, lakukanlah sekarang juga, aku tidak takut mati aku sudah muak dengan penderitaan ini," katanya begitu tenang, namun dalam.

Rayner menatap manik ungu yang tenang namun sudah dipenuhi dengan air mata. Tatapan itu seolah menusuk jantungnya tanpa sentuhan sedikitpun.

Dengan cepat, lelaki itu menarik kembali pedangnya, membuat tangan Violette yang menggengam pedang itu tergores. Darah Violette membekas di pedang Rayner juga di karpet ruang kerjanya.

"Sophie! Antar Violette ke kamar dan obati lukanya. Pastikan dia tidak melakukan hal gila"























Catatan
Halo semua yang membaca cerita ini, semoga kalian selalu dalam keadaan yang baik. Aku tahu mungkin sekarang udah banyak yang ngga pakek wattpad lagi tapi ngga papa. Setelah lama ngga nulis cerita lagi dan meninggalkan platform ini, aku datang dengan cerita baru. Ngga baru baru juga sih, udah lama nulisnya cuma aku ngerasa rugi aja kalau cuma jadi draf. Semoga kalian suka, dan maaf banget kalau agak cringe atau banyak typo. Doakan saja aku produktif lagi dan membawa cerita cerita baru lainnya

When The Violet Has BloomedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang