Prolog

16 2 14
                                    

Delusi.

Suatu pikiran yang menciptakan dunia indah tak terjangkau. Angan yang tidak terikat takdir oleh sang alam. Sebuah dunia mimpi yang dimimpikan setiap orang. Termasuk kamu.

......


Dua orang dewasa dengan stylish memukau, berjalan angkuh menghampiri laki-laki berbaju seragam khas petugas.

"Ada yang bisa saya bantu, Mbak, Mas?" Senyuman ramah terhias di wajah Sang petugas dengan mata berkantung hitam, terlihat kelelahan.

Wanita yang sedang berdiri di depan meja resepsionis, mengangkat tangan dan menggerakkan jari-jarinya menurunkan kacamata hitam yang bertengger menutupi kedua matanya.
"Bangsal pasien nomor 022 ...."

"Nih." sahut laki-laki di sebelahnya meletakkan kertas di meja yang berisikan nomor 023-02 dengan cukup keras.

"Oh, pasien ini. Dia di Bangsal Harapan 3, lantai 2. Silahkan letakkan barang-barang kalian sesuai prosedur kami." Petugas itu menyerahkan kembali kertas yang diberikan lalu tersenyum kepada mereka.

"Kalau boleh tahu, kalian siapa-nya?"

..

Please Play video

Dilain tempat, seorang perempuan bersurai panjang warna coklat kehitaman sedang duduk di atas kasur putih membelakangi pintu jeruji besi menatap kosong cahaya yang menembus tiap celah ventilasi.

Ruangan berbentuk kubus 2×3 dipenuhi dinding pualam berwarna putih membuat siapa pun yang berdiam di sana menjadi tenang. Akan tetapi, tidak berlaku untuk perempuan itu. Baginya, putih adalah warna yang membuatnya merasa sesak dan terlalu membosankan.

Derap langkah seseorang, tidak. Itu dua orang. Dia segera bangkit mengambil buku gambar dan kerayonnya lalu kembali melakukan sesuatu yang biasa orang normal melihatnya.

"Biasanya ada satu hari dalam kurun waktu seminggu dia bisa sadar sepenuhnya," terang perawat menuntun dua orang di depannya sambil menatap iba perempuan di dalam ruangan itu.

Wanita berbaju merah dengan surai yang sama terkekeh melihat orang yang dimaksud Si perawat. "Ck-ck, tidak kusangka si manja itu berubah jadi seperti ini."

"Yah, dia sudah menerima karma atas perbuatannya selama ini. Tapi tetap saja suka merepotkan orang lain," balas laki-laki di sebelahnya yang terlihat lebih muda dibanding si wanita tadi.

"Hidupnya berakhir di sini. Mau bagaimana lagi? Aku tidak habis pikir mengapa Ayah dan Bunda melahirkan anak sepertinya."

Mereka tidak sadar, bahwa yang sedang dibicarakan, menggenggam kerayonnya keras sampai buku-buku tangan itu memutih.

Si laki-laki berjalan mendekat ke depan pintu jeruji besi, mendongak memerhatikan orang yang ada di dalamnya. "Lihatlah, asik sekali dia mewarna! Seperti anak kecil saja. Pantas dia ditinggalkan teman-temannya. Rasa--"

KLANG!

"Apa yang--"

KLANG! KLANG! KLANG!

"AARGHH!!"
Teriakannya sangat kencang terdengar sampai keluar Bangsal.

"Gawat! Darurat! Bantuan Bangsal Harapan 3! Pasien 023-22 tidak terkendali!" Perawat itu panik membuka kunci pintu ruangan itu hendak menenangkan si pasien.

"Dasar tidak waras!" teriak laki-laki yang terkena lemparan kerayon di wajahnya.

"AAARGH! PERGI KALIAN!" Semakin marah, ia menjambak rambutnya sendiri, bergerak liar di atas kasurnya.

"Kalian tolong keluar dari sini!" tegas Si perawat menatap tajam mereka.

"Hei! Santai dong, siapa juga yang mau berlama di sini melihatnya? Ayok pergi, Bagas!" sahut si wanita yang menarik baju laki-laki yang dipanggil Bagas.

"Tunggu dulu, Ver. Hei! Beraninya lo sama kakak sendiri, heh!" teriak Bagas lagi.

"AAARGHH DIIEEM!"
Teriakannya semakin kencang. Kali ini dia melangkah gusar menghampiri mereka.

"Cukup, Gas!" Kali ini ditariknya kencang baju Bagas sampai terhuyung ke belakang.

Dari kejauhan seorang pemuda berlari tergesa-gesa menghampiri. Dengan gesit membuka pintu yang sejak tadi tidak bisa di buka Si perawat.

Dia langsung masuk dan mendekap tubuhnya dengan tangan yang masih memegang kerayon-kerayon. "Tenang, Hara. Aku di sini. Mereka sudah pergi. Tenanglah ...."

Perempuan itu berangsur tenang. Kerayon-kerayonnya berjatuhan terpecah mengotori lantai ubin.

"Mereka sudah pergi?"

"Iya." Masih dalam posisi yang sama, pemuda itu membalas dan menganggukkan kepalanya sambil mengusap kepala perempuan dalam dekapannya.

Tiba-tiba pemuda merasakan pundaknya basah. Perempuan dalam dekapannya ini sedang menangis, untuk pertama kalinya, sejak kedatangannya di Bangsal 3 tahun yang lalu.

"Jangan pergi," lirihnya, membuat Si pemuda tidak bergeming.


***

Aho! This is my new story.
Butuh waktu cukup lama buat aku bisa menyelesaikan prolog ini, 'cause aku mau supaya pembaca bisa benar-benar mendapatkan feel dari sudut pandang satu tokoh 🥺

Semoga kalian bisa puas dengan ceritaku.
Thank you sudah mampir 🖤

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 15, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

De Lu SiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang