"Lo bisa tinggal di sini sementara waktu, daripada berkeliaran di jalan."
Forest membawa Lavender ke rumahnya. Dia merasa tidak tega bila wanita itu harus sendirian, sementara satu-satunya yang bisa diajak bicara hanya dirinya. Tidak ada alasan lagi untuk tidak mempercayai wanita itu.
"Emang orang tua kamu ..."
"Mereka nggak bisa lihat Lo."
"Oh, iya." Lavender tersenyum lega. Dia hampir saja lupa kalau saat ini dia tidak terlihat.
"Besok gue bakalan ajak Lo beli baju baru, biar nggak kayak hantu pakai putih-putih gini," ujar Forest.
"Emang aku mirip hantu, ya?" Lavender menghadap cermin dan memandangi dirinya.
Forest ikut menatap cermin, mana ada hantu secantik ini. Wajahnya sama sekali tidak pucat, bahkan merona di pipi dan bibirnya. "Biar lebih manusiawi aja," tambahnya.
"Oh." Lavender duduk di sofa, sambil mengamati kamar Forest yang sangat besar. Banyak poster petinju ternama dari mancanegara tertempel di dinding. Di dekat pintu menuju balkon, ada samsak tergantung. "Kamu suka petinju?" tanyanya.
"Nggak, cuma suka aja."
Lavender mengangguk, kembali mengamati seisi ruangan. Ada sebuah foto Forest dan seorang wanita, berpelukan dengan mesra. Belum sempat dia bertanya, Forest sudah lebih dulu menyambar foto itu dan menyimpannya ke dalam laci.
"Lo butuh kamar sendiri?" tanya Forest mengalihkan situasi. "Kalau iya, Lo bisa tidur di kamar tamu. Nanti gue bantu bersihin dulu."
Buru-buru Lavender menggeleng. "Kamu nggak perlu khawatir, aku bisa tidur di mana aja," ujarnya.
"Emang ... kamu bisa tidur juga?" Forest bertanya dengan ragu. Sejauh yang pernah dia tonton, arwah tidak pernah tidur.
"Aku tidur, makan dan buang air. Normal seperti manusia biasa," jawab Lavender.
Forest tidak akan percaya andai tidak mendengar suara perut Lavender yang keroncongan. Dia benar-benar bingung makhluk macam apa wanita ini. "Kamu laper?" tanyanya.
Lavender meringis sembari mengusap perutnya. "Aku belum makan sejak pagi," jujurnya.
"Sebelumnya makan di mana?"
"Di mana aja," jawab Lavender.
"Mencuri?"
Lavender menggeleng. "Makan makanan sisa," jawabnya.
"Gosh!" Forest kesal mendengar itu. "Lo bisa ambil makanan enak di mana aja, nggak akan ada yang lihat. Ngapain makan yang sisa?"
"Itu sama aja dengan mencuri. Aku nggak mau makanan yang didapat dari hasil mencuri masuk ke perut, nanti malah jadi penyakit," jelas Lavender.
Forest menghela napas, geram. Bisa-bisanya Lavender masih memikirkan hal semacam itu pada situasinya ini. "Gue ambilin makanan dulu. Lo tunggu di sini," ujarnya sembari menunjuk agar Lavender menunggu di situ.
Lavender mengangguk dengan patuh. Dia tersenyum manis pada Forest, bagaikan kucing yang patuh pada tuannya.
Diam-diam Forest ke dapur dan mencari sisa makan malam tadi. Ternyata semuanya masih ada, disimpan si Mbok di kulkas agar tidak basi. Tinggal dipanaskan saja.
"Boleh aku bantu?"
Forest tersentak. Bulu kuduknya berdiri. Lavender tiba-tiba datang. Mana gelap. "Lo bisa nggak kalau dateng kasih tanda-tanda dulu? Gue kaget," erangnya kesal.
Lavender meringis. "Maaf, aku bikin kamu kaget, ya?" tanyanya polos.
Iya lah!
"Aku cuma mau bantuin kamu. Aku nggak enak kalau cuma nunggu, sementara udah banyak ngerepotin kamu di sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Two World (TAMAT)
RomanceBISA DIBACA GRATIS SAMPAI TAMAT Forest sedang berteduh di pinggir jalan, saat melihat seorang wanita kehujanan dan menangis. Awalnya dia tidak mau peduli, namun saat mengetahui kalau ternyata wanita itu bukanlah "manusia", hidupnya tidak lagi sama. ...