Bagian 12

58 9 1
                                    

WARNING!
*
Dilarang mengcopy cerita ini separuh atau seluruh isi, cerita ini sudah diterbitkan, memiliki hak cipta beserta terdaftar ISBN
*
*
*
(Pov Revan)
*
Patah hati adalah luka yang paling menyakitkan dan cara menyembuhkannya adalah dengan merelakan. Mengikhlaskan apa yang semesta tak restukan.

***

“Pelan-pelan, awas jatuh nanti,” ucapku ketika Mbak Nami hendak naik ke atas motor.

“Ish, tuh kan, bener. Lo kenapa tiba-tiba jadi perhatian gitu? fix lo emang suka sama gue? Jujur aja.”

"Ngaco, deh, elu!"

Setelah memberikan es krim dan mengejarnya, aku mengajak dia untuk pergi ke time zone, sekalian menghibur kegalauannya yang kapan akan berakhir? Entah!

Terkadang aku heran melihat dia, kenapa kuat sekali menahan perasaan? Padahal Ray dan Weny itu sering bertemu di depannya. Bahkan dia menjadi tempat yang dicari ketika salah satunya mendapatkan masalah.

Jadi teringat dengan artikel yang sempat aku baca kemarin, bahwa perempuan itu mampu menahan perasaannya, tetapi tidak mampu menahan cemburunya. Namun, menurutku Mbak Nami mampu menahan perasaan dan cemburunya sekaligus, hebat memang dia.

“Mbak, sejak kapan, sih, lo suka sama Ray? Sampai susah banget move on?"

“Kepo beud lo!”

"Serah lo aja dah!"

Setelah isi ulang kartu, awalnya aku ingin mengajak dia bermain basket, tapi si keras kepala ini memaksa bermain yang lainnya. Malah game mengambil boneka yang jadi pilihannya, katanya dia belum pernah mendapatkan boneka itu dari dulu. Miris, entah padanya atau padaku yang tak bisa membantah sedikitpun.

“Yah, kok, nggak dapet mulu, sih? Game-nya nipu nih, gue yakin nggak bakal ada yang dapet,” tuduhnya sembari memukul pelan mesin.

“Eh, jangan gitu, Mbak. Awas loh nanti ditangkep. Sini biar gue bantu.” Aku langsung mengambil alih permainan.

Ketika si cewek cadel itu sudah mencoba yang ke lima kalinya, aku hanya butuh percobaan dua kali untuk mendapatkan boneka berukuran sedang itu. Yang pertama mendapatkan permen, dan yang ke dua mendapatkan boneka. Wajahnya langsung berbinar, senang ketika bonekanya keangkat dan dibawa ke lubang pengambilan boneka, ia langsung bergegas mengambilnya.

“Ah, kok lo gampang banget, sih?” tanyanya heran.

“Tergantung amal, Mbak. Gini gini gue sering shalat malem,” jawabku asal.

“Alah, bangun aja kesiangan lo! Ya udah bonekanya buat gue, ya. Lucu soalnya,” pintanya sembari tersenyum kepadaku.

Aku hanya mengangguk dan membalas senyumnya. Entahlah, perlahan senyumannya membuat candu baru buatku. Ada yang berdebar di dalam sini saat menatap kepolosan wajahnya. Ikut senang melihat senyumnya kembali berderai.

Setelah mengambil boneka itu, aku mengajaknya bermain basket, tak disangka tubuh kecilnya itu sangat lincah dan gesit. Sama sekali tidak kesulitan untuk memasukan bola ke dalam ring. Benar-benar hebat nih, cewek!

“Eh, kok jadi gue yang kalah, sih? Kan, lo pendek, Mbak,” protesku, tak terima kalah dari dia yang tingginya hanya sebatas dadaku saja. 

Simpul Takdir [END] Fiza Chelsea Ft MuhandisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang